Satu-satunya yang Tolak RUU DKJ, ini Pertimbangan PKS

MUS • Wednesday, 20 Mar 2024 - 17:44 WIB

Jakarta - PKS menjadi satu-satunya fraksi yang menolak Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Alasan penolakan itu telah dibacakan Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PKS, Anshori Siregar, dalam pendapat akhir Fraksi PKS di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (18/03/2024).

“RUU ini merupakan respons dari UU Ibukota Negara atau UU yang telah disahkan tahun lalu. UU IKN menjadikan Ibukota dipindahkan dari Jakarta ke Daerah Otorita IKN yang terletak di Provinsi Kalimantan Timur,” katanya.

Pemindahan ibukota ini, lanjut Anshori, menjadikan Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta tidak lagi relevan. Sehingga perlu ada aturan hukum terbaru, dengan mengganti UU No. 29 Tahun 2007 Tentang DKI Jakarta, dengan UU yang lebih up to date dan sesuai dengan kondisi dan realitas yang ada.

Meski ibukota tidak lagi berada di Jakarta, kondisi Jakarta tidak sama dengan provinsi-provinsi lainnya. Jakarta dengan luas wilayah 661,5 km² memiliki penduduk sebesar 10.562.088 orang, dengan tingkat kepadatan mencapai 14.555/km2, tertinggi se-Indonesia. Wilayah metropolitan Jakarta (Jabodetabek) berpenduduk sekitar 28 juta jiwa.

Jakarta merupakan kota yang menjadi pusat ekonomi di Indonesia, sebab Jakarta berkontribusi sebesar 17,23% terhadap PDB nasional yang mencapai Rp 4.175,8 triliun pada kuartal II-2021. PDB Jakarta sendiri mencapai 300 miliar USD, terbesar di Indonesia. UMR Jakarta merupakan tertinggi di Indonesia, yakni mencapai Rp4.901.798. Outstanding kredit di DKI Jakarta mencapai 29 persen dari kredit nasional dan simpanan masyarakat di DKI Jakarta mencapai 49 persen dari total simpanan nasional.

“Selain itu, markas besar BUMN dan perusahaan multinasional rata-rata berada di Jakarta, begitupula dengan bursa saham dan bank sentral. Jakarta merupakan kota yang memiliki tantangan yang hebat. Kepadatan penduduk yang besar telah menciptakan banyak masalah, mulai dari kemacetan (kota termacet ke 29 di dunia), hingga tantangan geografis seperti penurunan tanah, pencemaran lingkungan dan banjir. Diyakini, Jakarta akan terendam pada tahun 2030,” jelasnya.

Berbagai masalah yang kompleks ini, lanjut Anshori, tidak bisa diselesaikan dengan kebijakan yang biasa dan dengan penyusunan serta pembahasan yang cepat. Apalagi, masalah Jakarta tidak hanya terkait dengan daerahnya sendiri, melainkan juga kota-kota lainnya yang menjadi penyangga, seperti Tangerang, Depok, Bogor dan Bekasi. Wilayah Jabodetabek sangat terkait satu sama lain karena kondisi geografis yang berdekatan.

“Fraksi PKS berpendapat penyusunan dan pembahasan RUU Daerah Khusus Jakarta yang tergesa-gesa karena seharusnya sudah lebih dahulu ada sebelum adanya UU Ibu Kota Negara berpotensi menimbulkan banyak permasalahan karena penerapan UU Pemerintahan Daerah pada Jakarta membutuhkan banyak penyesuaian dan masa transisi yang panjang,” tandasnya.

Kedua, imbuh Anshori, Fraksi PKS berpendapat bahwa masih perlu dikaji lebih mendalam tentang posisi Jakarta yang dalam RUU ini bertumpuk-tumpuk dengan berbagai sebutan dan posisi.

"RUU ini juga belum melibatkan partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation),” tegas Anggota Komisi IX DPR RI ini.

"Ketiadaan atau rendahnya partisipasi masyarakat akan menyebabkan lemahnya legitimasi undang-undang tersebut,” tegas dia.