Ajakan Boikot Produk-produk Afiliasi Israel Picu Angka Pengangguran Dan Dimanfaatkan Untuk Persaingan Dagang

ANP • Tuesday, 19 Mar 2024 - 13:17 WIB

JAKARTA - Menteri Tenaga Kerja (Menaker) RI, Ida Fauziyah, mengatakan sekitar 12 persen pengangguran di Indonesia saat ini didominasi oleh lulusan sarjana dan diploma. Angka ini dipastikan akan semakin bertambah dengan adanya ajakan-ajakan boikot terhadap produk-produk afiliasi Israel yang menutup peluang kerja terhadap para lulusan Sarjana dan Diploma ini.    

Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjuddin Noer Effendi menyayangkan adanya ajakan-ajakan boikot seperti itu yang akhirnya merugikan para anak-anak bangsa. “Kasihan para orangtua yang sudah dengan susah payah keluar uang besar untuk menguliahkan anak-anak mereka kalau akhirnya menganggur karena sulitnya mencari pekerjaan. Apalagi dengan ditambah lagi ajakan-ajakan boikot ini, mau kemana para lulusan sarjana kita kalau banyak perusahaan yang tutup,” ujarnya.   

Dia mengutarakan, di UGM tempatnya mengajar saja sebanyak 12.000  mahasiswa yang diwisuda setiap tahunnya. Belum lagi di universitas-universitas lainnya. 

Sementara, dengan 5% pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini, itu hanya bisa menyerap sekitar satu juta per tahun. Sedangkan angkatan kerja Indonesia yang masuk ke pasar kerja setiap tahunnya itu mencapai dua setengah juta. “Itu berarti kita setiap tahun menciptakan 1,5 juta pengangguran, dan 12 persennya itu adalah lulusan sarjana. Apalagi dengan ajakan-ajakan boikot itu, mau kemana para lulusan sarjana kita ini nantinya,” tuturnya.

Untuk mengandalkan perusahaan-perusahaan lokal dan UMKM saja untuk menampung jutaan pengangguran sarjana di Indonesia, menurutnya, itu mustahil. “Yang ada akan semakin banyak orang-orang Indonesia yang mengadu nasib untuk bekerja di luar negeri terutama para mahasiswa yang pintar-pintar. Apalagi beberapa negara sekarang mengalami kekurangan pekerja seperti Jepang, Korea, Taiwan, dan Hongkong. Apa itu yang diinginkan bangsa ini,” ucapnya. 

Jadi, pemerintah juga harus bisa mengantisipasi lonjakan pengangguran ini, apalagi dengan adanya isu-isu boikot tersebut. “Jadi, tugas pemerintah itu bukan hanya mendidik anak bangsa saja, tapi juga harus mampu menyalurkan apa yang mereka akan dapat ke dalam bidang-bidang pekerjaan,” tukasnya.

Karenanya, dia menghimbau agar pihak-pihak yang menyerukan ajakan boikot terhadap produk-produk afiliasi Israel itu bisa melihat dampaknya terhadap para mahasiswa di Indonesia. “Kasihan kan orangtua mereka yang mengharapkan anak-anaknya bisa bekerja setelah  menjadi sarjana tapi akhirnya menganggur karena semakin sedikitnya perusahaan yang menerima mereka kerja,” ungkapnya.  

Dia juga menegaskan bahwa tidak ada alasan bagi Indonesia siapapun itu untuk menolak perusahaan asing selama perusahaan itu tidak melanggar kedaulatan dan tidak mengganggu kedaulatan Indonesia. “Mereka kan membawa modal ke Indonesia dan menciptakan peluang kerja, apa alasan ditolak?  Kan nggak punya alasan kita untuk menolaknya?” kata Tadjuddin mempertanyakan pihak-pihak yang melakukan ajakan boikot.  

Jadi, dia melihat apa yang dilakukan dengan ajakan-ajakan boikot itu cuma fanatisme semata dan tidak ada kaitannya dengan agama. “Karena, perusahaan masuk ke Indonesia itu tidak membawa ajaran apa pun, hanya ingin berinvestasi saja. Sementara, kita mau menciptakan lapangan kerja, butuhkan investasi,” tandasnya. 

Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia, Hariyadi Sukamdani dalam sebuah acara baru-baru ini mengatakan sikap MUI yang menyerahkan daftar dari produk-produk terafiliasi Israel kepada masing-masing individu masyarakat untuk memprosesnya itu justru banyak dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk menjatuhkan pesaingnya.
Disebutkan, di sektor  hotel dan restoran di mana dia menjadi Ketua Umumnya, keluarnya daftar-daftar produk boikot itu sudah menyebabkan penurunan pendapatan hingga 25 – 70 persen tergantung lokasinya.

“Ini kemudian menjadi masalah serius di mana per Desember kemarin sudah kita record, ada seribu orang yang terpaksa di PHK karena memang turunnya sangat luar biasa,” tuturnya.

Beberapa ulama sendiri menghimbau agar umat Islam berhati hati, bijak dan bisa memilih dan memilah mana produk yang perlu diboikot dan tidak. Pendiri Pusat Studi AlQuran (PSQ), Profesor Quraish Shihab, menghimbau masyarakat untuk “Nah, pada dasarnya kita harus memboikot yang jelas-jelas membantu Israel, yang tidak, kita harus berhitung dong; apakah dia lebih rugi atau kita lebih rugi?” ujar alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, itu.

Hal Senada juga disampaikan Ketua MUI Lampung, Ustadz Suparman.  Ia menyarankan tidak memahami fatwa secara sembarangan. Dia lebih setuju jika umat Islam di Indonesia membantu Palestina lewat donasi."Itu bukan solusi. Saya hanya ingin katakan, kita tidak boleh mengharamkan sesuatu yang tidak Allah haramkan. Karena sama saja kita sudah menyekutukan Allah," ungkapnya.

Umat Islam diimbau untuk mendukung perjuangan Palestina, seperti gerakan menggalang dana kemanusiaan dan perjuangan, mendoakan untuk kemenangan, dan melakukan shalat ghaib untuk para syuhada Palestina. Pemerintah diimbau untuk mengambil langkah-langkah tegas membantu perjuangan Palestina. 

"Diimbau menyalurkan zakat, infaq, shodaqoh, atau bentuk donasi yang lain untuk membantu korban di Palestina. Hati-hati, jangan sembarang menyumbang agar tidak disalahgunakan. Jalur paling aman melalui Pemerintah RI atau Kedutaan Besar Palestina di Indonesia," tutur Ustadz Suparman.