Pilpres 2024, Diperlukan Rekonsiliasi Guna Hindari Konflik dan Masyarakat Terpecah Belah

AKM • Friday, 2 Feb 2024 - 05:43 WIB
Illustrasi

Jakarta - Prediksi satu dan dua putaran menjadi bagian tidak terpisahkan dalam kampanye masing-masing capres-cawapres dalam pilpres 2024. Sehingga diperlukan Rekonsiliasi untuk  menjadikan sebagai platform terbesar bangsa dalam menghadapi pilpres 2024. 

"Tapi rekonsiliasi ini sekarang terbukti, menjadi platform terbesar bangsa kita. Menurut saya, inilah cara kita membaca jiwa masyarakat kita dan rakyat menyambut gagasan ini," ujar jubir TKN Prabowo- Gibran, Fahry Hamzah dalam diskusi nasional, Jakarta, Rabu (31/1).

Fahri menjelaskan, dalam situasi sekarang, menggabungkan elite nasional memang ada keperluan yang mendesak, agar bangsa Indonesia tidak terpecah belah dalam lingkaran konflik dan menjadi negara gagal.

"Saya menyakini ini adalah jalan yang benar tapi untuk memanggil kembali semua yang lari ke kanan dan kiri itu untuk kembali ke tengah dengan mendukung pasangan Prabowo-Gibran," kata Fachry yang juga  Waketum Partai Gelora.

Fahri mengungkapkan, dukungan dari basis-basis Jokowi dan Prabowo dalam dua Pilpres lalu ke pasangan Prabowo-Gibran, jelang hari pencoblosan pada 14 Pebuari 2024 semakin deras mengatah kepada satu putaran.

"Kenapa survei Prabowo-Gibran sudah 50,7 persen seperti disampaikan LSI, karena adanya perpindahan dukungan Pak Jokowi yang ada di Ganjar. Sementara basis-basis Pak Prabowo juga mulai kembali, setelah kita ajak diskusi dan beri penjelasan, dan mereka kembali," katanya.

Saat ini, lanjut Fahri, masih ada basis pendukung Prabowo yang belum kembali adalah mereka yang militan, karena mereka menutup diri untuk berdiskusi dan berdebat mengenai rekonsiliasi.

"Mereka menolak secara militan, mereka marah sama Pak Prabowo, karena gabung sama Jokowi. Mereka merasa umat dihina. Sehingga saya katakan, jadi menurut anda pemimpin itu tidak boleh bersatu. Dia harus terus berperang, tidak ada lagi jalan damai. Tidak ada lagi namanya perdamaian,  rekonsiliasi dan sebagainya. Jadi menurut anda pemimpin itu lebih baik bersengketa daripada gotong royong? Mereka tidak bisa menjawab" jelasnya.

Intinya pada basis militan pendukung Prabowo yang ada di 01 itu, menurut Fahri, didalam dirinya telah ditanamkan bibit-bibit kebencian, sehingga tidak menerima apabila ada perdamaian. 

"Umat ini menurut mereka, kalau bisa ada dalam tekanan terus menerus, ada dalam ancaman dan tuduhan-tuduhan macam-macam. Tidak mau menerima kalau umat pada akhirnya seperti dalam perjanjian Hudaibiyah di zaman Rasulullah SAW. Jadi memang di kanan ini ada yang parah," katanya.