Uskup Ruteng Beri 5 Pedoman Memilih Capres-Cawapres: Hindari Praktek Orde Baru dan Pelanggar HAM

ANP • Friday, 26 Jan 2024 - 21:21 WIB

MANGGARAI - Menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden pada 14 Februari 2024 mendatang, Uskup Ruteng di Manggarai, Nusa Tenggara Timur, memberikan sedikitnya 5 kriteria. 5 kriteria tersebut harapannya dapat menjadi pedoman bagi masyarakat untuk memilih calon pemimpin terbaiknya dalam memimpin republik.

Uskup Mgr. Siprianus Hormat dalam surat gembalanya mengajak kita semua untuk mencari dan menentukan pemimpin bangsa yang tepat. Meski kriteria tersebut bersumber dari ajaran sosial gereja, namun juga dapat ditelisik melalui falsafah negara Pancasila.

Yang mana harapannya nantinya dapat mencerahkan dan menginspirasi kita dalam menentukan pilihan politik yang benar dan bijaksana. Berikut kelima kriteria tersebut:

Pertama: Carilah pemimpin yang memiliki kemampuan dan integritas untuk menahkodai bangsa ini menuju kemakmuran, keadilan dan solidaritas sosial bagi seluruh rakyat (Sila Kelima). Prinsip kesejahteraan umum (bonum commune) (GS 26) ini menolak praktik nepotisme, kolusi dan korupsi (KKN). Kapabilitas kepemimpinan dan integritas moral calon pemimpin tersebut mesti "teruji dan terpuji" tidak hanya dalam visi-misi mereka ke depan, tetapi juga "terbukti" dalam rekam jejak kinerjanya di masa lampau

Kedua: Ajaran Sosial Gereja menegaskan bahwa pribadi manusia adalah dasar dan tujuan dari semua kehidupan politik (GS 25). Seluruh dinamika kenegaraan bertujuan untuk mengembangkan dan menegakkan martabat dan harkat kemanusiaan setiap insan (Sila Kedua). Oleh sebab itu, carilah pemimpin yang peduli dan berbelarasa terhadap sesama anak bangsa khususnya yang lemah dan rentan. Dan pilihlah calon "pemimpin kuat" yang dapat menegakan HAM serta mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan bernegara.

Ketiga: Sejarah kelam bangsa dalam zaman Orde Baru dihantui oleh praktik penyalahgunaan kekuasaan, otoriter, rekayasa dan kekerasan. Kita bersyukur atas fajar demokrasi yang terbit sejak era reformasi yang dimotori oleh para mahasiswa. Demokrasi berarti dinamika politik "dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat" yang mengandung unsur "partisipasi dan tanggung jawab" (CA 46). Oleh sebab itu, marilah kita memilih pemimpin yang sungguh lahir dari proses demokratis yang benar dan tepat, serta yang berkomitmen untuk menegakkan kedaulatan rakyat, etika dan demokrasi (Sila Keempat).

Keempat: Suatu bangsa pertama-tama merupakan kebersamaan kehidupan dan nilai, yang membentuk persekutuan rohani dan moral. Menurut Paus Yohanes XXIII kehidupan bersama suatu bangsa adalah sebuah peristiwa spiritual (PIT AS 5, 266). Maka politik harus menjamin warga untuk beriman dan beribadat menurut keyakinannya masing-masing serta menemukan Alah sebagai sumber kekuatan dan kebahagiaannya yang sejati (Sila Pertama). Karena itu carilah pemimpin yang beramanah dan beribadah, yang religius, toleran dan inklusif. Sebaliknya hindarilah memilih pemimpin yang dalam rekam jejaknya memanfaatkan agama sebagai kendaraan politik kekuasaan belaka (politik identitas).

Kelima: Indonesia adalah sebuah lukisan bangsa magis mempesona karena dibentuk oleh mosaik-mosaik indah keunikan dan keanekaragaman suku, adat istiadat, bahasa, dan agama. Kesatuan dalam keragaman yang saling menghargai dan melengkapi inilah yang menjamin kelanggengan dan kemakmuran bangsa dalam sejarah. Sosialitas manusia tidaklah seragam tetapi beragam. Kesejahteraan bersama ditentukan oleh kemajemukan yang sehat (KASG 151). Karena itu pilihlah calon yang paling mampu menegakkan empat pilar kebangsaan: NKRI, Bhineka Tunggal Ika, Pancasila dan UUD 54 (Sila Ketiga).