Maskapai Langgar Tarif Batas Atas saat Nataru, PKS: Kemenhub Beri Solusi Bukan Cuma Sanksi

MUS • Saturday, 23 Dec 2023 - 12:29 WIB

Jakarta - Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama menanggapi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang menemukan dua hingga tiga maskapai penerbangan di Indonesia yang menetapkan tarif tiket pesawat melampaui tarif batas atas (TBA) yang telah ditetapkan, khususnya di Indonesia bagian Timur, pada momentum liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2023/2024.

Maskapai tersebut, dinilai Kemenhub telah melanggar aturan yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menhub Nomor KM 106 Tahun 2019 Tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.

Meskipun pelanggaran tersebut cenderung terjadi pada rute yang hanya dioperasikan oleh satu maskapai, sanksi administratif harus ditegakkan untuk pelanggaran tersebut, yaitu berupa peringatan, pembekuan, pencabutan; dan/atau denda administratif seperti yang tercantum dalam Peraturan Menhub Nomor PM 78 Tahun 2017 tentang Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Penerbangan.

Suryadi menekankan bahwa Fraksi PKS mengingatkan pemerintah bahwa masalah ini tidak hanya berkaitan dengan pelanggaran maskapai yang harus mendapatkan sanksi, tetapi juga kontradiktif dengan pernyataan Menhub Budi Karya Sumadi pada awal November 2023 lalu yang akan membuka peluang penurunan TBA pesawat khusus rute-rute yang memiliki daya beli masyarakat terbatas seperti di Indonesia bagian Timur.

“Pada satu sisi, ada maskapai yang meminta kenaikan TBA tiket pesawat karena industri penerbangan saat ini terbebani kelangkaan suku cadang, kenaikan harga avtur, dan pelemahan kurs rupiah, sedangkan TBA tidak pernah direvisi sejak 4 tahun yang lalu,” tegas pria yang akrab disapa SJP.

Padahal, imbuhnya, Keputusan Menhub Nomor KM 106 Tahun 2019 menyebutkan bahwa TBA harus dievaluasi 3 bulan sekali dengan memperhatikan kenaikan /penurunan harga avtur, harga nilai tukar rupiah, harga komponen biaya lainnya, kepentingan masyarakat, keselamatan dan keamanan penerbangan, dan atau penyelenggara angkutan udara niaga.

“Namun pada sisi lain, daya beli masyarakat masih terbatas, terutama yang berada di wilayah Indonesia timur dengan harga tiket pesawat dianggap masih terlalu mahal bagi mobilitas mereka,” ujarnya.

Jika memang Kemenhub akan menurunkan TBA pesawat di rute Indonesia bagian Timur, kata SJP, sebaiknya Kemenhub tidak hanya memberikan insentif, melainkan juga mengurangi biaya layanan penunjang, misalnya tarif kebandarudaraan dan tarif pelayanan jasa navigasi, juga menghapus pajak bahan bakar sehingga dapat menekan komponen pembentuk biaya operasional penerbangan.

“FPKS menganggap bahwa tindakan Kemenhub memberikan sanksi maskapai-maskapai yang melanggar TBA memang penting, tetapi lebih penting lagi untuk memberikan solusi komprehensif agar maskapai-maskapai tersebut tidak terlalu berat bebannya sehingga kejadian tersebut tidak terulang lagi dan terjadi di tempat lain,” pungkasnya.

Mengingat saat ini, kata SJP, momen Nataru yang memiliki potensi pergerakan masyarakat sebesar 107,63 juta orang, maka pelanggaran menetapkan tarif di atas TBA tidak hanya terjadi pada moda seperti pesawat, tapi juga bus dan kapal, memanfaatkan keinginan masyarakat yang ingin mudik atau pergi berlibur.

“Oleh karena itu, FPKS meminta pemerintah, khususnya Kemenhub, semakin meningkatkan pengawasan terhadap seluruh operator transportasi, tidak hanya terkait kebijakan tarif, tetapi juga terkait asas keamanan dan keselamatan, di antaranya dengan melakukan sosialisasi dan inspeksi,” tutup Anggota DPR RI dari Dapil NTB 1 ini.