Jelang Hari HAM Internasional, Usman and The Blackstones Rilis Karya Musik Kritik Sosial

ANP • Thursday, 7 Dec 2023 - 08:49 WIB

Jakarta - Desakan kepada Pemerintah dan DPR RI agar menuntaskan kasus penculikan dan penghilangan paksa para ak vis prodemokrasi pada 1997-1998 kembali disuarakan.

Kali ini, suara desakan itu disampaikan sejumlah ak vis dan musisi seper Usman Hamid bersama kelompok musik The Blackstones, Once Mekel, dan Fajar Merah.

Mereka meluncurkan lagu hasil kolaborasi teranyar mereka pada ajang fes val musik Amnesty Interna onal Indonesia yang digelar di Pos Bloc, Gedung Filadeli, Pasar Baru, Jakarta, Minggu (3/12).

Lagu kolaborasi berjudul “Kemanakah” bercerita soal keluarga korban dari para aktivis yang diculik dan hilang pada 1997/1998. 

Lagu ini ditulis Usman Hamid dan Denny Setiawan. Usman mengajak musisi Fajar Merah untuk mengaransemen lagu tersebut dan menyanyikannya secara bersama. Beberapa bagian lirik di lagu tersebut dibawakah oleh Once. Lagu ini bisa diakses di h ps://s.id/1XMbI

“Lagu ini ditulis ketika saya mendampingi Dyah Sujirah atau Sipon untuk mencari keberadaan dan kejelasan suaminya, Wiji Thukul. Tapi ini juga tentang Tuti Koto, ibunda Yani Afri, atau Paian Siahaan yang mencari kejelasan nasib anak-anaknya yang diculik dan belum ditemukan hingga kini,” jelas Usman.

“Kami mendesak agar Pemerintah dan DPR RI menuntaskan kasus ini. Apalagi sudah ada empat rekomendasi DPR RI pada tahun 2009. Pemerintah wajib membentuk pengadilan ad hoc HAM, mencari dan menemukan kejelasan nasib mereka, menyediakan reparasi untuk korban, serta meratifikasi konvensi PBB tentang orang hilang,” tambah Usman.

Beberapa penggalan lirik lagu berbunyi: keserakahan/kekuasaan/hilangkan paksamu/Bahagia ku kau hempaskan/ kemanakah/aku harus mencari/Dan di mana/Di mana engkau kini. Penyanyi Once menyambut baik kolaborasi tersebut.

“Senang sekali bisa tampil membawakan beberapa lagu bareng Usman Hamid and the Blackstones di event yang penting ini. Khususnya di saat awan mendung sedang ada di atas demokrasi indonesia. Tidak ada penghormatan atas hukum, moral dan etika. Adanya event ini bisa mencerahkan masyarakat bahwa apa yang benar tetap benar dan demikian juga sebaliknya,” kata Once. 

“Rightsfest tadi bagus banget. Menggugah, mengingatkan kembali masalah-masalah pen ng terkait hukum dan penegakan hak asasi yang belum terselesaikan. Dengan banyaknya anak muda yang terlibat sebagai penyelenggara dan penonton kita berharap obor estafet perjuangan hak masyarakat bisa terus dilanjutkan oleh generasi selanjutnya, agar semangat itu dak akan padam,” tutupnya.

Di kesempatan yang sama, Fajar menjelaskan alasan dia membacakan puisi kritik sosial.

“Saya merasa bahwa kemanusiaan saat ini memang diliputi kebencian dan kepalsuan. Harapanku adalah dengan membaca itu manusia dak lupa cara menjadi manusia dan memanusiakan manusia, khususnya untuk diriku sendiri,” kata Fajar.

Pada ajang festival musik Amnesty International, Usman and The Blackstones memainkan lagulagu mereka secara live. Dari sekitar panggung, enam lagu yang mereka mainkan memperoleh sambutan hangat penonton yang kebanyakan berusia muda. Pada lagu pertama, “Sakongsa”, Usman mengatakan lagu itu dibuat karena kasus Sambo dan rusaknya penegakan hukum. 

Lagu kedua “Munir” dibawakan bersama Once. Once semangat meneriakkan beberapa bagian lirik yang berbunyi: “Perjuangan tak lekang sampai penghabisan/Aku ada dan berlipat ganda.”  Lagu ketiga “kemanakah” dimulai dengan teatrikal Fajar yang terjatuh dengan mulut tertutup dan tangan terikat lakban hitam. Usman lalu membuka lakban tersebut diiringi rekaman suara Thukul: Sungguh enak hidup di televisi/ada dokter dermawan/ada sawah hijau/petani-petani tersenyum/buruh-buruh gajinya cukup, di televisi/buruh-buruh gajinya cukup, di televisi/buruhburuh gajinya cukup. Di lagu anyar “Kemanakah” ini Once dan Fajar bernyanyi bersama Usman.

Di lagu keempat, Usman seperti mengajak penonton untuk jeda sejenak. Ia menyanyikan lagu bernuansa klasik berjudul “larung” yang berkisah tentang keraguan dirinya untuk memenuhi permintaan istrinya, Veronica, agar jasadnya dilarung di lautan ketika kematian tiba. Seperti ingin membangun klimaks, Usman dan kelompok musiknya membawakan lagu anyar yang didedikasikannya kepada para aktivis seperti Haris Azhar, Fatia Maulidyanti, hingga Bang Long di Rempang dan Mama Yosefa Alomang di Papua. Lirik lagu ini berbunyi: “Negara hukum diinjak/oleh korupsi, kolusi/nepotisme rezim dinasti/di negara pemuja kuasa/ulasan investigasi dianggap menghina/di negara yang memuja harta/demonstrasi pun dianggap subversi kuasa. Penampilan mereka ditutup kembali dengan lagu cadas berjudul “Kanjuruhan.”

Selain memberi semangat pada keluarga korban tragedi Kanjuruhan, lagu ini mengkritik Presiden Joko Widodo yang dinilainya lupa menuntaskan kasus yang menelan 135 orang jiwa tersebut. Penggalan reff lirik lagu tersebut berkata: mungkin ia telah lupa/mungkin ia pura-pura/mungkin ia tak merasa nyawa adalah harta tak terhingga.  Untuk keperluan pemberitaan, silahkan gunakan asset pada tautan berikut (kredit UATBS): https://drive.google.com/drive/folders/1cQ0xlM3RX4NCt70uAvfUIK2GfAzr2JUF?usp=sharing

Semasa pandemi, Usman memutuskan untuk membuat karya musik bersama sejumlah musisi sahabatnya. Berdiri pada awal 2023, band bergenre Rock ini terdiri dari Usman Hamid (vocal), Akbar Kelana (guitar), Dwi Yudha (guitar), Kiswinarko (bass), Estu Pradhana (keyboard), dan dan Vicky Risky (drum). Lagu-lagu mereka bisa diakses pada digital streaming platform seperti Spotify, Apple Music di akun Usman and The Blacstones. Mereka telah melahirkan sembilan lagu dan berencana memproduksi karya mereka ke dalam bentuk vinil atau piringan hitam.