Presiden Jokowi Harus Netral, Foto Bareng Capres Harus Diturunkan

FAZ • Sunday, 19 Nov 2023 - 08:54 WIB

Jakarta - Pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Tangerang, Emrus Sihombing mengkritisi maraknya baliho dan poster kontestan Pilpres 2024 menyertai Presiden Joko Widodo. Padahal, sosok presiden harus netral di sebuah kontestasi pesta demokrasi.

“Ini bulan-bulan politik, harusnya foto tokoh politik, kontestasi politik yang bersama Presiden Jokowi, sekalipun foto lama harusnya diturunkan atau di take down,” ujar Emrus, di diskusi daring bertajuk ‘Makna Politik Di Balik Foto Prabowo, Kaesang, Gibran dan Jokowi’, yang digelar Gogo Bangun Negeri, Sabtu, (18/11/2023).

Diketahui, sejumlah baliho kontestan Pemilu 2024 bersama Presiden Jokowi berseliweran di tengah masyarakat. Misalnya, baliho Partai Solidaritas Indonesia (PSI) selaku partai pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang menyertai foto Presiden Jokowi di belakangnya.

Kemudian, berseliwerannya baliho bergambar Prabowo selaku Menteri Pertahanan (Menhan) bersama Presiden Jokowi. Menurut Emrus, foto-foto baliho yang ditampilkan di diskusi tersebut bisa mempengaruhi makna tertentu di peta kognisi khalayak.

“Para pendukung parpol bersama Prabowo-Gibran idealnya tidak mencantumkan foto Bapak Presiden,” katanya.

Padahal, kata Emrus, Presiden Jokowi sempat menunjukkan positif simbol netralitasnya terhadap kontestasi Pilpres 2024. Misalnya, ketika Presiden mengundang makan siang ke Istana Negara terhadap Ganjar Pranowo, Anies Baswedan dan Prabowo Subianto.

Di sana, publik memberikan hal yang positif terkait netralitas. Yaitu, dengan makan siang dengan meja yang sama, menu serupa, dan tanpa moderator.

“Ini artinya egaliter. Harusnya hal serupa dilakukan ke kegiatan lainnya,” sarannya.

Misalnya, ketika Jokowi bertemu dengan relawannya, juga dilanjutkan ke seluruh relawan kontestan seperti Anies, Prabowo, maupun Ganjar.

“Supaya publik tidak memahami memberikan dukungan kepada salah satu kandidat,” geregetnya.

Intinya, jauh lebih baik jika Presiden Jokowi secara tegas mengatakan kepada seluruh kontestan politik untuk tidak menggunakan fotonya untuk kepentingan Pemilu 2024, langsung atau tidak langsung.

Lebih dalam lagi, Emrus berharap para kontestan Pemilu 2024 mengedepankan kekuatan ideologis, dan politik moral. Tidak semata menerapkan politik elektoral. Harapannya, ketika kekuatan ideologis bertemu dengan kekuatan elektoral, harus dimenangkan oleh politik ideologis.

Peristiwa tidak ideologis itu menurutnya terjadi ketika MK memututuskan umur di bawah 40 tahun dapat menjadi calon presiden/wakul presiden, lalu setelah itu Gibran mendafkarkan diri menjadi Cawapres Prabowo. Asumsinya, jauh lebih tepat Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar Airlangga Hartarto menjadi Cawapres Prabowo.

“Saya melihat secara komunikasi politik boleh jadi ada yang tersandera. Ketika Gibran menjadi Cawapres, menarik dilakukan penelitian untuk desertasi. Melakukan wawancara mendalam dengan Airlangga, Erick Thohir, hingga Yusril Ihza Mahendra, nanti akan terungkap ada apa di balik itu,” tafsirnya.

Pakar Politik Ikrar Nusa Bhakti menganalisa, situasi politik saat ini diawali ketika Prabowo selaku pesaing Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019 tiba-tiba berada di pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.

Bacaannya, Prabowo menyadari, tanpa ada dukungan Jokowi, dirinya tidak akan menajdi presiden.

“Dia ini ternyata jauh lebih pinter berstrategi. Kalau dia tidak mempelajari dan tidak kerja sama dia tidak akan menjadi presiden,” ungkapnya.

Nah, hal itu kemudian berlanjut dengan fenomena maraknya baliho Prabowo maupun PSI yang menyertai foto Presiden Jokowi. Misalnya di baliho PSI yang menuliskan ‘Jokow15me’ dengan foto Ketum PSI Kaesang Pangarep bersanding dengan Sang Ayah, Presiden Jokowi.

Analisannya, itu kalau dibaca adalah menjadi ‘Jokowi Is Me’. Pasalnya, Kaesang sudah menjadi PSI, berarti Jokowi adalah bagian dari PSI.

“Tergantung bapaknya. Tanpa bapaknya bukan siapa-siapa. Kita yang masih waras tidak menginginkan ada perampasan demokrasi. Kita tidak ingin demokrasi diputar 180 derajat melebihi 1998,” katanya.

Namun, Pakar Politik alumni Universitas Indonesia (UI) ini mengungkapkan, tadinya PDI Perjuangan (PDIP) masih memasang foto Presiden Jokowi, dengan foto kecil Ketum Megawati Soekarnoputri dan Soekarno di belakangnya. Belakangan, tidak ada lagi baliho model seperti itu.

Menurutnya, tidak perlu foto Presiden Jokowi menyertai para kontestan Pilpres 2024.

“Itu ngga perlu foto presiden di baliho peraga kampanye baik di kubu Anies, Ganjar, maupun Prabowo, karena anda tahu situasinya saat ini sedang tidak enak-enak saja,” tutupnya.