Pakar Hukum: Putusan MK Final dan Mengikat, Tidak Bisa Dibatalkan oleh MKMK

FAZ • Sunday, 5 Nov 2023 - 04:41 WIB

Jakarta - Pakar Hukum sekaligus Ketua Umum Persatuan Doktor Pascasarjana Hukum Indonesia (PEDPHI), Abdul Chair Ramadhan menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) final dan mengikat.

Hal itu disampaikan oleh Abdul Chair  kepada media, Sabtu (4/11/2023).

"Hal itu berarti putusan MK telah memiliki kekuatan hukum tetap sejak dibacakan dalam persidangan MK."

"Putusan MK tersebut harus dilaksanakan terlepas dari adanya pro dan kontra. Putusan MK berlaku bagi semua orang (erga omnes)," terang Chair.

Menurut Chair putusan MK yang menambahkan frasa pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Bukan hanya ditujukan kepada seorang Kepala Daerah saja.

Namun juga berlaku bagi semua jabatan yang dipilih melalui Pemilu. Termasuk bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD.

"Terkait dengan berlangsungnya sidang dugaan pelanggaran kode etik hakim Konstitusi, Majelis Kehormatan MK (MKMK) tidak dapat membatalkan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023,"  tegas Chair.

Dia menjelaskan bahwa tidak ada dasar hukum yang menyebutkan Majelis Kehormatan MK dapat membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi.

Dukungan terhadap Majelis Kehormatan MK agar membatalkan putusan tersebut menunjukkan sikap yang berlawanan dengan konstitusi.

"Dengan demikian tidak ada upaya hukum guna membatalkan putusan MK. Oleh karena itu dipertanyakan keinginan untuk membatalkan putusan MK tersebut," kata Chair.

Dalam pandangan Chair, putusan MK harus dimaknai sebagai jaminan perlindungan. Bukan hanya ditujukan kepada kepentingan individu, kepentingan masyarakat, akan tetapi juga menyangkut kepentingan negara.

"Suka atau tidak suka terhadap Putusan MK yang pada akhirnya menjadikan Gibran sebagai Cawapres dan disandingkan dengan Prabowo, demikian itu sudah sah secara hukum," sambung Chair.

Lantas Chair memandang segala macam perdebatan maupun berbagai manuver seperti gagasan Hak Angket DPR tidak dapat memberikan pengaruh apa pun terhadap putusan MK.

"Khusus menyangkut gagasan Hak Angket, perlu dipertanyakan. Sejatinya pelaksanaan Hak Angket menunjuk pada adanya dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah," ujar Chair.

Chair pun mempertanyakan desakan pembatalan terhadap putusan MK tentang uji materi batas usia Capres & Cawapres oleh Majelis Kehormatan MK bertentangan dengan UUD 1945.

Chair menyatakan ketika dikatakan bertentangan, maka Majelis Kehormatan terlarang membatalkan putusan MK tersebut. Hal itu disebabkan putusan Majelis Kehormatan tidak sederajat dengan putusan MK.

"Maka apakah mungkin putusan Mahkamah Kehormatan yang tidak sederajat itu dapat membatalkan putusan MK yang kewenangannya disebut dalam UUD 1945?," pungkas Chair.