Influencer Dorong BPOM Klarifikasi Risiko BPA pada Galon Isi Ulang Bermerek

ANP • Tuesday, 31 Oct 2023 - 15:30 WIB

JAKARTA - Influencer ternama, dr. Richard Lee, MARS., yang dikenal aktif dalam menyuarakan isu-isu kesehatan publik, mendesak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan edukasi kepada publik terkait risiko kontaminasi senyawa kimia berbahaya Bisfenol A atau BPA dalam galon isi ulang bermerek.

"Saya berharap BPOM segera melakukan konferensi pers, klarifikasi, dan edukasi kepada publik karena isu ini sangat berkaitan dengan konsumsi orang banyak," kata Richard dalam sebuah show di kanal Youtube pribadinya. 

Kekhawatiran Richard muncul setelah video perbicangannya dengan sejumlah ahli terkait risiko kontaminasi BPA pada galon isi ulang bermerek mendapat kecaman dari sejumlah pihak. 

"Saya tidak ada kepentingan dengan pihak manapun, tidak membela pihak manapun, tidak punya juga perusahaan air minum. Perhatian utama saya adalah kesehatan, saya ingin minum sesuatu yang baik untuk kesehatan saya," katanya.

Menurut Richard, risiko kontaminasi BPA pada air minum galon bermerek adalah isu publik yang sudah ramai diberitakan media. BPOM, katanya melanjutkan, bahkan telah mengeluarkan penjelasan rinci terkait risiko tersebut. 

Untuk memperkuat, Richard menampilkan screen capture sebuah presentasi BPOM. Salah satunya memuat keterangan terkait perkembangan regulasi persyaratan BPA di berbagai negara. Disebutkan bahwa di Eropa, otoritas keamanan pangan, EFSA, menetapkan persyaratan ambang asupan harian atau Torelable Daily Intake (TDI) dari kemasan pangan yang mengandung BPA sebesar 0,0002 mikgrogram per kilogram berat badan per hari. Angka itu 20.000 kali lebih rendah dari persyaratan TDI sebesar 50 mikrogram pada 2010. Disebutkan pula bahwa Eropa telah memperketat persyaratan migrasi (batas aman pelepasan) BPA dari kemasan pangan menjadi 0,05 bpj pada 2018 dari sebelumnya 0,6 bpj pada 2011.   

Selain itu, ditampilkan pula slide presentasi BPOM lainnya terkait pengaturan BPA di berbagai negara, semisal pelarangan penggunaan BPA pada kemasan pangan di Perancis, Brazil dan sejumlah negara bagian di Amerika Serikat. 

Richard juga menampilkan slide presentasi BPOM yang berisi peta sebaran migrasi BPA di Indonesia. Dalam peta terlihat migrasi BPA yang melebihi ambang batas aman yang ditetapkan BPOM, sebesar 0,6 bpj, didapati pada galon isi ulang bermerek yang beredar luas di 13 kota. Kota-kota tersebut termasuk Jakarta, Bandung, Kediri, Surabaya, Jember, Padang, Palembang, Medan, Banda Aceh, Aceh Tengah, Payakumbuh, Kendari dan Manado. 

Sebelumnya, dalam sebuah wawancara di Metro TV pada Agustus 2023, Deputi Standarisasi Pangan BPOM, Anisyah, menyatakan pemerintah merancang kebijakan pelabelan BPA pada galon isi ulang bermerek untuk mengantisipasi dampak kesehatan pada masyarakat luas yang rutin mengkonsumsi produk tersebut.

Mayoritas galon isi ulang bermerek yang beredar di pasar menggunakan kemasan polikarbonat, jenis plastik keras yang bahan baku pembuatannya bersumber dari BPA. 

Hasil riset mutakhir menunjukkan bahwa kontaminasi BPA dalam jumlah tertentu pada kemasan pangan, termasuk galon air minum bermerek, dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti gangguan kesuburan, gangguan kardiovaskular, hingga risiko kanker ginjal, payudara, dan rahim, serta gangguan kesehatan lainnya seperti diabetes, obesitas, penyakit ginjal, dan gangguan perkembangan otak pada anak.

Anisyah menjelaskan bahwa rencana pelabelan BPA juga sejalan dengan tren global, di mana otoritas keamanan pangan di berbagai negara semakin memperketat pengawasan terhadap BPA pada kemasan pangan. Sebagai contoh, European Food Safety Authority (EFSA) telah menetapkan ambang asupan aman BPA yang jauh lebih rendah dari yang pernah ditetapkan sebelumnya.

"Pasti ada concern bahaya dan safety," kata Anisyah merujuk pada ketetapan EFSA. "Kita di Indonesia terus terang sudah sangat tertinggal dalam soal pengetatan pengawasan BPA. Karena itu pemerintah berpandangan rancangan regulasi pelabelan BPA ini perlu terus disosialisasikan agar masyarakat mengetahui serta kalangan industri bisa mempersiapkan diri, beradaptasi dengan kebijakan baru pemerintah nantinya."

Lebih jauh, Anisyah menyatakan poin penting lainnya dari rancangan pelabelan BPA pada galon air minum bermerek adalah pemerintah tidak melarang penggunaan kemasan galon polikarbonat sehingga dapat dipastikan tidak ada kerugian ekonomi bagi pelaku usaha. Pelabelan BPA juga hanya berlaku untuk galon air minum bermerek dan tidak menyasar galon depot air minum isi ulang. 

"Pelabelan risiko BPA adalah tantangan (challenge) bagi pelaku usaha untuk berinovasi untuk menghasilkan produk yang aman dan bermutu," katanya.

Rancangan peraturan pelabelan BPA, saat ini menunggu pengesahan final pemerintah, mewajibkan semua galon air minum bermerek yang beredar di pasar disertai label "Simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari matahari langsung dan benda-benda berbau tajam." Selain itu, galon bermerek yang menggunakan kemasan polikarbonat akan diwajibkan memasang label peringatan "Berpotensi Mengandung BPA." Kewajiban pemasangan label peringatan risiko BPA ini akan berlaku bagi semua produsen air minum galon bermerek dalam waktu dua tahun setelah peraturan ini disahkan.