Dua Tahun Permendikbudristek PPKS, Kampus Lebih Siap Atasi Kekerasan Seksual

AKM • Wednesday, 6 Sep 2023 - 06:01 WIB

Jakarta  – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap implementasi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Hal itu guna memastikan kampus yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, mengatakan bahwa sejak diterbitkannya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 atau Permendikbudristek PPKS, perguruan tinggi negeri maupun swasta sudah lebih siap dalam mengatasi tindak kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus.

“Kami sangat mengapresiasi langkah dan inisiatif perguruan tinggi yang dalam kurun waktu dua tahun ini sudah membentuk satuan tugas (satgas) PPKS serta telah banyak melakukan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual secara lebih intensif dan komprehensif,” ujar Mendikbudristek di Jakarta, Minggu (3/9).

Nadiem mengungkapkan saat ini seluruh PTN telah membentuk satgas PPKS dengan jumlah mencapai 1.321 orang. Sedangkan, untuk PTS jumlahnya yaitu sebanyak 1.273 orang satgas dari 147 PTS pertanggal 1 September 2023. 

Lebih lanjut, pada bulan Mei sampai dengan Juni 2023, Pusat Penguatan Karakter (Puspeka), Kemendikbudristek, juga telah melakukan survei terhadap 106 PTN dan 36 PTS. Hasilnya, mayoritas perguruan tinggi diketahui sudah melakukan banyak inovasi dalam upaya PPKS di kampus terutama dari segi tata kelola, sosialisasi, dan keberadaan kanal aduan. Berdasarkan survei tersebut, secara spesifik, 76 persen PTN dan 61 persen PTS sudah memiliki layanan pelaporan kekerasan seksual di perguruan tinggi masing-masing. Dalam hal pembelajaran, 65 persen mahasiswa baru sudah melakukan pembelajaran modul PPKS yang ditetapkan oleh Kemendikbudristek.

Data itupun sejalan dengan jumlah penanganan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbudristek, yakni terjadi penurunan jumlah penanganan dari tahun 2021 dan 2022 yang masing-masing berjumlah 24 kasus menjadi 17 kasus di tahun 2023.

“Dari data-data tersebut kita dapat artikan, kemampuan pencegahan dan penanganan kasus di tingkat perguruan tinggi meningkat. Tinggal ke depannya bagaimana kita terus memperkuat komitmen dan bekerja sama dalam upaya PPKS dengan harapan lingkungan perguruan tinggi yang aman dan bebas dari kekerasan dapat menjadi kawah candradimuka bagi calon-calon generasi penerus bangsa,” tegas Mendikbudristek.

Kepala Puspeka Kemendikbudristek, Rusprita Putri Utami, menambahkan bahwa sebagai wujud nyata dukungan pemerintah terhadap upaya dan kerja keras perguruan tinggi dalam mengimplementasikan Permendikbudristek 30 Tahun 2021, Kemendikbudristek melalui Puspeka telah melaksanakan kegiatan peningkatan kapasitas satgas PPKS.

“Sebagai unit kerja yang diberikan mandat dalam upaya pencegahan kekerasan seksual, Puspeka sudah melaksanakan kegiatan peningkatan kapasitas satgas PPKS. Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman lebih terkait implementasi Permendikbudristek PPKS sekaligus meningkatkan kualitas Satgas PPKS dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya,” papar Rusprita.

Kegiatan peningkatan kapasitas satgas PPKS telah dilaksanakan di 4 (empat) region pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2023. Pada kegiatan tersebut, seluruh PTN dan Layanan Lembaga Pendidikan Tinggi (LL-Dikti) se-Indonesia sebagai perpanjangan tangan kepada PTS diberikan bekal pemahaman implementasi Permendikbudristek PPKS serta bimbingan teknis terkait PPKS.

Ditemui saat mengikuti kegiatan peningkatan kapasitas Satgas PPKS di region IV Makassar, Staf LL-Dikti Wilayah XV dari Nusa Tenggara Timur Jasinta Florentina mengungkapkan bahwa dengan lahirnya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 yang salah satunya mewajibkan pembentukan Satgas PPKS telah membawa dampak positif tidak hanya bagi LLDIKTI, namun yang paling utama bagi seluruh sivitas akademika di perguruan tinggi.

“Dengan adanya Satgas PPKS, mereka akan semakin tersadarkan untuk tidak melakukan segala tindak kekerasan khususnya kekerasan seksual. Mereka tahu bahwa di dalam Permendikbudristek PPKS ada sanksi administratif, baik sanksi ringan maupun sanksi berat,” tuturnya.

Seraya mengamini, Ketua Satgas PPKS Universitas Cenderawasih Vince Tebay menegaskan keberadaan Permendikbudristek PPKS telah berdampak sangat besar bagi kampus. Sebelum adanya Permendikbudristek tersebut tidak banyak kasus yang dilaporkan namun ketika peraturan itu diterbitkan maka semua orang memiliki rasa tanggung jawab untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual.

“Semua orang termasuk mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, dan juga masyarakat yang terlibat dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, baik di dalam pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat, mereka menjadi sadar mengenai pentingnya kehati-hatian dan menjaga agar tidak terjadi kekerasan seksual,” ungkap  Vince.

Sementara itu, Mahasiswa Universitas Diponegoro Jordan Vegard Ahar juga mengaku sangat senang ketika kampusnya sudah memiliki Satgas PPKS. Menurutnya, keberadaan Satgas PPKS dapat menjadi wadah bagi seluruh sivitas akademika untuk dapat bersuara menyampaikan keresahan dan keluhan terkait tindak kekerasan seksual yang dialami dan akan ditindaklanjuti oleh satgas.

“Satgas PPKS ini juga fokusnya bukan hanya pada penanganan tetapi juga pencegahan sehingga isu-isu atau kasus-kasus kekerasan seksual yang ada di kampus itu bisa ditekan dan tentunya bisa memberikan perlindungan yang aman bagi semua mahasiswa yang ada di kampus. Harapannya, Satgas PPKS bisa berkolaborasi dengan semua fakultas, mitra kerja, dan juga inklusif kepada setiap mahasiswa untuk menciptakan lingkungan kampus yang aman, nyaman, dan menyenangkan,” pungkas Jordan.

Selain berdampak positif pada lingkungan perguruan tinggi, kehadiran Permendikbudristek PPKS juga memiliki pengaruh besar terhadap upaya mengatasi kekerasan seksual di lingkungan masyarakat. Data Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) menyebutkan sepanjang tahun 2012 sampai dengan 2021, ada 49.729 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke lembaga layanan dan Komnas Perempuan.

“Setelah 21 tahun, baru sekarang ini setelah terbitnya Permendikbudristek PPKS, kasus pelecehan lebih banyak dilaporkan daripada perkosaan. Ini menunjukkan bahwa saat ini masyarakat sudah lebih mengetahui tentang jenis-jenis kekerasan seksual yang ternyata tidak hanya perkosaan, bahkan ketika terjadi pelecehan mereka sudah berani untuk melapor,” jelas Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Peremuan), Alimatul Qibtiyah, yang akrab disapa Prof. Alim.