Industri MSG Di Indonesia Terus Tumbuh, Meski Diterpa Isu Kesehatan

LAN • Tuesday, 23 May 2023 - 14:00 WIB

Surabaya - Geliat Industri MSG (Monosodiun Glutamat) atau dikenal dengan sebutan Micin saat ini terus mengalami grafik kenaikan, meski berbagai isu kesehatan terus menerpanya. Micin yang berguna sebagai penyedap rasa dinilai bisa menimbulkan berbagai jenis penyakit. Kenyataannya masyarakat masih suka mengkonsumsi micin untuk masakannya.

Dody S Widodo Ketua Perkumpulan Pabrik Mononatrium Glutamat Indonesia (P2MI) dalam memyampaikan bahwa sampai saat ini pasar MSG masih terus meningkat. Namun demikian memang peningkatannya belum sampai 2 digit. Meski demikian Dody yakin kondisinya akan terus membaik khususnya pasca pandemi covid 19.

"Sejauh ini terus meningkat angkanya meski belum sampai 2 digit tapi mendekati" ujar Dody.

Diakui oleh Dody bahwa kondisi tersebut tidak lepas dari pemberitaan tentang bahayanya mengkonsumsi micin. Padahal menurut Dody micin atau MSG adalah bahan untuk makanan yang aman karena dibuat dari tetes tebu dan diolah tanpa menggunakan zat yg membahayakan kesehatan. 

"Selama ini ada pemahaman yang salah di masyarakat akan produk micin. Padahal itu biasa dan tidak membahayakan. Tentu saja dalam penggunaan yang sesuai aturan dan tidak berlebihan" lanjut Dody.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Prof.Dr.Hanifah Nuryani Lioe dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Dalam paparannya dihadapan media menyampaikan bahwa tidak benae jika MSG atau micin menjadi penyebab hipertensi dan penyakit lainnya. Berdasarkan penelitiannya menurut Prof Hanifah, kandungan garam dalam micin lebih kecil dari garam biasa, sehingga aman dikonsumsi.

"Kandungan natrium di micin lebih sedikit dari garam biasa sehingga resiko hipertensi akibat mengkonsumsi micin tidak benar" ujarnya.

Dody S Widodo menilai bahwa selama ini bukan isu kesehatan yang menjadi momok bagi industri micin, namun harga bahan baku yang terus naik hingga menyebabkan biaya produksi naik. Meski demikian industri micin belum akan menaikan harga produk dipasaran.

"Harga bahan baku saja yang menjadi tantangan. Akhir pandemi harga bahan baku naik 10 sd 15 persen. Tapi itu tidak akan berdampak pada harga produk dipasaran. Kita bertahan dan menekan profit saja " lanjut Dody.

Saat ini pangsa pasar micin terbesar adalah untuk nasional dan kepentingan bisnis industri makanan. Sementara untuk ekspor ke Asia dan Afrika hanya 17 persen. 

"Pasar kita terbesar dalam negeri dan ekpor hanya 17 persen saja" ujar Dody di sela sela acara Diskusi tentang penggunaan micin dengan media.

Dody berharap bahwa ada pemberitaan yang benar dan berimbang dan edukatif tentang micin. Sehingga tidak membuat masyarakat resah. Tentu saja hal ini juga berdampak pada keberlangsungan industri micin di dalam negeri yang mampu terus bertahan meski sempat terjadi pandemi. Selain juga ancaman importir dari Cina yang mulai masuk ke Indonesia.

"Kita berharap ada sisi edukatif dalam penyampaian informasi tentang penggunaan micin kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak takut dan resah. Dan tentunya micin aman karena fungsinya hanya sebagai penguat rasa makanan" pungkas Dody.