Harga Batu Bara Melonjak, PKS: Evaluasi Tata Kelola dan Niaga 

AKM • Wednesday, 26 Apr 2023 - 13:17 WIB

Jakarta - Seiring melonjaknya harga batu bara global Pemerintah diminta mengevaluasi tata kelola dan tata niaga emas hitam tersebut agar tercipta keadilan bagi masyarakat. 

Pemerintah perlu mengatur besaran royalti yang proporsional agar peningkatan harga jual batu bara membawa dampak positif bagi kemakmuran masyarakat. 

Demikian tanggapan anggota Komisi VII DPR RI, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto, atas naiknya harga batu bara global belakangan ini. 

"Kita patut prihatin karena kenaikan harga batu bara di pasar internasional tersebut justru membuat kesenjangan di masyarakat semakin lebar. Pengusaha dapat keuntungan ratusan triliun, sementara masyarakat dan pemerintah daerah penghasil batu bara hanya mendapat royalti sebesar puluhan miliar," ujar Mulyanto.

Tingginya harga batu bara di pasar global membuat kekayaan sejumlah pemegang saham perusahaan batu bara melonjak signifikan. Diantaranya adalah pengusaha batu bara Low Tuck Kwong dan Dewi Kam.

Merujuk pada data Forbes Real Time Billionaires 17/4/2023, orang kaya Indonesia di peringkat pertama masih Si Raja batubara Low Tuck Kwong. Ia membukukan kekayaan sebesar USD 29 miliar atau Rp 429,01 triliun. Low Tuck Kwong mendulang kekayaannya lewat perusahaannya PT Bayan Resources Tbk (BYAN), yang berlokasi di Kalimantan Timur dan Selatan.

Perusahaan ini turut mengerek pendatang baru yang berada di urutan kedelapan, yakni Dewi Kam dengan kekayaan USD 4,7 miliar setara Rp69,5 triliun. Ia adalah pemilik saham minoritas sebesar 10 persen di perusahaan batu bara itu. Kekayaannya meroket hampir 100 persen seiring meningkatnya nilai saham Bayan Resources sebanyak 3 kali lipat pada 2022.

Mulyanto mengaku khawatir ketimpangan di atas akan menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan masyarakat daerah tempat perusahaan tambang batu bara tersebut berada.

Ia juga mendapat kabar sengketa terkait bisnis batubara antara Low Tuck Kwong dengan almarhum H. Asri dan ahli warisnya, yang pengusaha lokal dan pendiri PT. Gunung Bayan Pratama Coal sampai hari ini juga belum terselesaikan dengan baik.

Karena itu, Mulyanto mendesak Pemerintah menata ulang ihwal aturan bisnis batu bara ini agar menjadi lebih baik. Ia memperingatkan, jangan sampai aturan yang ada hanya menguntungkan dan melindungi segelintir pengusaha saja. 

“Sementara masyarakat dan pemerintah daerah hanya mendapat remah-remah hasil penjualan sumber daya alam miliknya. Kejadian ini tentu akan melukai rasa keadilan masyarakat," ucapnya.

Misalnya, Mulyanto mendorong Pemerintah meningkatkan royalti progresif berbasis harga batubara global dan menerapkan pembagian royalti yang lebih proporsional dan adil kepada daerah. Hal tersebut, sambung dia, terbilang logis karena pemerintah daerah yang akan menanggung semua dampak kerusakan lingkungan atas eksploitasi batu bara yang dilakukan para pengusaha.

"Dengan booming harga batu bara dunia, secara langsung melejitkan saham dan kekayaan pengusaha batu bara. Sementara dampak lingkungan dan sosial bagi masyarakat sekitar tambang malah semakin membuat mereka menjerit," terang Mulyanto.

Di pihak lain, Kementerian yang mengurusi masalah ini bukannya mencari solusi, namun justru sebaliknya menjadi bagian dari masalah, karena kementerian ini tersandung korupsi Tukin, bocornya dokumen KPK, dan wacana korupsi royalti.