Kenali Faktor Risiko, Bahaya Dan Gejala Kanker Korolektal Serta Melakukan Deteksi Dini

ANP • Wednesday, 12 Apr 2023 - 16:12 WIB

Jakarta – Kanker kolorektal merupakan penyakit kanker yang patut diwaspadai oleh semua orang. Data dari Globocan 2020 memperkirakan ada 9.503.710 kasus kanker baru dan 5.809.431 kematian akibat kanker di Asia. Di Indonesia kanker kolorektal menduduki kasus tertinggi kedua pada pria setelah kanker paru dengan jumlah kasus baru pada kanker kolorektal mencapai 34.189 (8.6%). Kanker kolorektal, selain mengancam jiwa, juga memberikan tantangan bagi penyintas, seperti ketidaknyamanan, stress dan sebagainya.

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan tentang kanker kolorektal, PT Merck Sharp & Dohme (MSD) Indonesia bersama dengan Yayasan Kanker Indonesia (YKI), mengadakan webinar dengan tema Kenali, Pahami dan Berteman dengan Kanker Kolorektal”. Webinar ini mengupas tentang kanker kolorektal, serta memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang tantangan yang dihadapai seorang penyintas kanker kolorektal dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk dukungan lingkungan dan masyarakat kepada para pasien, penyintas, dokter, keluarga, serta perawat pasien.

Kanker kolorektal atau kanker usus besar merupakan keganasan yang menyerang jaringan usus besar (kolon) dan rektum (bagian usus paling bawah, sampai anus atau dubur). Sebagian besar kanker kolorektal dimulai sebagai pertumbuhan pada lapisan dalam usus besar atau rektum. Kemungkinan polip berubah menjadi kanker tergantung pada jenis polip tersebut. Jika kanker terbentuk dalam polip, maka kanker tersebut dapat tumbuh ke dinding usus besar atau rektum dari waktu ke waktu. Di Indonesia, kanker kolorektal merupakan kanker dengan angka kematian tertinggi diurutan ke-5.

Faktor risiko kanker kolorektal terdiri dari faktor yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah. Faktor yang tidak dapat diubah seperti berusia diatas 50 tahun, memiliki riwayat menderita polip, memiliki riwayat infeksi usus besar, memiliki riwayat polip ataupun kanker usus besar dalam keluarga, faktor genetik dan faktor ras dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat diubah antara lain kebiasaan konsumsi berlebih daging merah dan daging olahan, diet tidak seimbang dan kurang sehat, kurang aktivitas fisik, obesitas, konsumsi rokok dan paparan asap rokok, konsumsi alkohol berlebih, menderita gangguan pencernaan berulang dan memiliki riwayat diabetes melitus tipe 2.

Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Pusat, Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FINASIM, FACP, mengatakan, “Yayasan Kanker Indonesia berharap program edukasi ini dapat memberikan gambaran dan pengertian kepada masyarakat di Indonesia mengenai kanker kolorektal sehingga semakin banyak yang sadar dan melakukan deteksi dini serta lebih cepat mendapatkan penanganan yang tepat. Kami memberikan dukungan bagi pasien penyintas kanker kolorektal berbagi tentang pengalamannya sebagai survivor, sehingga semakin banyak masyarakat yang memahami tantangan dan solusi untuk membantu meringankan beban penyintas kanker kolorektal.”

Prof. Aru Sudoyo menambahkan, “Kanker kolorektal adalah penyakit di mana sel-sel di usus besar atau rektum tumbuh di luar kendali. Gejala kanker kolorektal yang dapat muncul yaitu diare, sembelit, buang air besar terasa tidak tuntas, berat badan turun tanpa sebab yang jelas, pendarahan pada rektum (bagian ujung usus besar), buang air besar berdarah, mual, muntah, perut terasa nyeri, kram, atau kembung serta tubuh mudah lelah. Kanker kolorektal termasuk jenis kanker dengan kemajuan pengobatan paling pesat, dari operasi hingga imunoterapi.”

Saat ini pengobatan kanker kolorektal yang tersedia di Indonesia sudah beragam, yaitu pengobatan kemoterapi konvensional, terapi target dan yang terbaru adalah imunoterapi. Berbagai opsi pengobatan ini memberikan harapan baru bagi pasien kanker kolorektal. Salah satu pengobatan terbaru yaitu imunoterapi, adalah jenis pengobatan kanker inovatif yang memanfaatkan  kekebalan tubuh untuk menyerang sel kanker, sehingga dapat memberikan kualitas hidup yang lebih baik serta meningkatkan harapan hidup pasien.

“Setiap pasien kanker kolorektal akan mendapatkan pengobatan yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing pasien sehingga hasil yang didapatkan optimal,” imbuh Prof. Aru Sudoyo.

Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik, dr Siti Annisa Nuhonni SpKFR (K) mengatakan, “Didiagnosa kanker adalah sebuah kejadian yang tidak dapat digambarkan. Hal ini berdampak pada penderita kanker dan orang yang mereka cintai. Memiliki kanker mempengaruhi fisik, keadaan sosial, emosional dan spiritual kehidupan. Ini yang disebut efek psikososial kanker. Sehingga dibutuhkan intervensi atau pendekatan paliatif untuk membantu pasien kanker secara menyeluruh dan dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhannya (end-to-end support). Dengan adanya intervensi psikososial yang baik dapat memberikan dampak positif terhadap pasien kanker kolorektal, seperti dengan adanya peningkatan harapan hidup pasien. Pendekatan paliatif dapat juga membantu pasien melalui masa sulit setelah terdiagnosa kanker, hingga dapat menerima dan berdamai dengan keadaan untuk menjalani hidup dengan lebih baik. Dukungan dari lingkungan sekitar termasuk kita sebagai masyarakat juga berperan penting dalam menciptakan keadaan psikososial yang baik, menerima pasien kanker terutama pasien kanker kolorektal dengan tangan terbuka dan tanpa memandang sebelah mata dapat menjadi langkah awal untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien-pasien kanker.

Managing Director MSD Indonesia, George Stylianou dalam sambutannya mengatakan, “Webinar ini merupakan bagian dari Program #HarapanBaru yang diluncurkan oleh MSD dan YKI tahun lalu. Program ini bertujuan untuk memperluas akeses terhadap pengobatan kanker inovatif, seperti imunoterapi dan juga memberikan dukungan dari berbagai aspek kepada pasien dan juga perawat pasien sehingga dapat memberikan harapan baru untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. MSD percaya bahwa kolaborasi dan kerjasama antara semua pemangku kepentingan sangatlah penting untuk meningkatkan kelangsungan hidup para pejuang kanker di Indonesia. Penyintas kanker di Indonesia jumlahnya tidak sedikit, termasuk penyintas kanker kolorektal. Sehingga dukungan perlu diwujudkan dalam bentuk aktivitas edukasi yang paling dibutuhkan oleh para penyintas kanker tersebut. Kami memahami bahwa setiap orang memiliki kebutuhan fisik, psikologi, maupun sosial yang berbeda. Oleh karena itu, kami bekerja sama dengan YKI dalam program edukasi ini.

Penyintas Kanker Kolorektal - Ibu Dewi mengatakan, pada awalnya, saya tidak merasakan gejala apa pun. Baik itu mual, kembung, ataupun terganggu pencernaannya. Tetapi, berat badan saya turun terus menerus sehingga membuat keluarga bingung. Pada saat diperiksa ternyata hb saya sudah 5. Setelah melalui beberapa proses pemeriksaan, ternyata ditemukan kanker pada bagian kolon. Kebetulan, saya menjalani pengobatan tanpa operasi. Karena proses pengobatan yang cukup berat, saya mengalami trauma hingga tidak ingin disentuh oleh dokter. Saya udah menjalani kemoterapi sebanyak 16 kali dan satu kali kemoterapi dapat memakan waktu 50 jam lebih. Kejadian ini terjadi setahun yang lalu, dan sekarang saya sudah menerima kondisi saya karena dukungan dari anak-anak dan keluarga. Sejauh ini, saya selalu konsul dan mengikuti anjuran dokter. Jadi, saya tidak pernah mengkonsumsi obat-obat lain atau obat herbal.

Sedangkan Penyintas Kanker Kolorektal - Ibu Sri Yulia mengakui, dalam sebulan, saya melalui 3 kali operasi setelah didiagnosa kanker kolorektal. Support dari anak dan suami menjadikan saya semangat lagi untuk hidup. Pada awalnya, saya dibantu oleh keluarga untuk mengurus diri setelah operasi. Namun, karena motivasi dari keluarga saya berusaha untuk mandiri. Kemudian, setelah melalui 6 kali kemoterapi saya sudah mulai membaik. Saya kembali bekerja dan memberikan pengertian kepada murid-murid di sekolah tentang peyakit saya, sehingga mereka bisa memahami. Jadi, saya sudah berada di tahap menerima keadaan saat ini. Saya sudah 8 tahun menjalani pengobatan setelah didiagnosa kanker kolorektal. Dan pada prinsipnya, saya bertahan untuk diri sendiri, jadi saya dapat menjalani dan menerimanya dengan baik