Pemilu 2024, Koalisi Besar Parpol Diharapkan  Hasilkan Kepemimpinan Politik yang Kuat

AKM • Thursday, 6 Apr 2023 - 11:01 WIB

Jakarta -  Wacana ide pembentukan koalisi besar Parpol  mendapatkan beragam reaksi di masyarakat. Koalisi Besar yang diusung 5 parpol di parlemen ini menimbulkan harapan baru bagi kepemimpinan nasional yang kuat.

"Kalau sekarang ada yang mengarah pada koalisi besar, itu saya kira satu ide yang menarik. Tetapi, kita melihat hal itu masih sekedar wacana, masih baru cocok-cocokan. Masih ngukur, ini modalnya berapa, yang ini berapa, cukup atau tidak. Masih berbasis pragmatis, basis koalisinya belum ada ikatan ideologisnya," kata Sekjen Partai Gelora,  Mahfuz Sidik dalam Dialog bertajuk 'Koalisi Politik di Bulan Ramadhan 1444 H’, Jakarta, Rabu (5/4).

Menurut Mahfuz, partai politik (parpol) yang tergabung dalam koalisi besar saat ini, masih belum terlihat membicarakan konteks Indonesia sebagai bangsa setelah 2024.

Padahal situasi domestik sekarang ada resiko kawasan yang harus diperhitungkan, yakni mengenai adanya potensi terjadinya perang terbuka negara-negara besar di dunia, selain perang antara Rusia-Ukraina 

"Amerika, Rusia, negara-negara Eropa dan China sudah saling mengancam perang, dan perangnya nggak tanggung-tanggung pakai nuklir. Jika terjadi perang terbuka, maka imbasnya ke Indonesia akan sangat signifikan," katanya.

Karena itu, koalisi besar harus mampu menghasilkan format koalisi kepemimpinan politik yang bisa melindungi kepentingan nasionalnya, dalam konteks Indonesia sebagai bangsa dan negara.

"Koalisi besar harus dilapisi atau dialasi dengan agenda tentang bagaimana kepentingan nasional Indonesia di tengah ancaman perang kawasan," katanya.

Jika resiko ini tidak diantisipasi, maka perjalanan Indonesia sebagai bangsa ke depannya akan semakin berat.  

"Menurut saya, yang penting jangan sampai siklus 5 tahunan menciptakan kerentanan-kerentanan Pemilu. Membuat Indonesia menjadi proxy war dari petarungan global, atau lebih jauh kita menjadi battlefield, ladang perang pertarungan-pertarungan besar. Itu yang perlu kita warning," kata mantan Ketua Komisi I DPR ini.

Mahfuz mengingatkan, ada dua faktor kerentanan yang bisa dimanfaatkan asing untuk mengacaukan Pemilu 2024. Yakni faktor polarisasi idelogis, serta persoalan kemiskinan masyarakat marjinal dan perkotaan.

"Kalau nanti tiba-tiba muncul isu PKI lagi, Islam fundamentalis jangan kaget. Atau ada prakondisi krisis ekononomi yang dipicu krisis moneter atau rontoknya perbankan di Indonesia, misalnya. Jika ini terus dibumbui dan didrive, maka kerentanan akan terjadinya konflik terbuka akan semakin besar," katanya mengingatkan.

Tiga King Maker

Sementara itu, Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro mengatakan, koalisi yang ada saat ini masih terus dinamis hingga pendaftaran calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres)

Koalisi tersebut, katanya, masih bisa berubah setiap waktu, karena politik Indonesia menganut sistem last minute.

"Jadi sebelum ada pendaftaran pemilu, koalisi kita belum sah, karena koalisi kita menganut sistem last minute. Seperti pada Pemilu 2019, kita tidak menyangka Sandiaga Uno sama-sama dari Gerindra berpasangan dengan Prabowo dan KH Ma'ruf Amin yang tidak pernah di sebut-sebut menjadi pendamping Jokowi di periode kedua," kata Bawono.

Bawono menilai ada tiga 'king maker' yang akan berperan dalam menentukan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.  

Yakni Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Presiden Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Sehingga tidak mudah menentukan konsensus pasangan  calon yang akan diusung blok koalisi besar, sehingga potensi tiga pasangan akan terjadi. Kalau PDIP ikut akan terjadi head to head lagi seperti Pilpres 2019 lalu," katanya.

Sehingga Megawati tetap akan menjadi king maker untuk menentukan pasangan capres dan cawapres koalisi besar, serta PDIP sendiri apabila tidak bergabung ke koalisi besar.

Jika PDIP tidak bergabung, maka Presiden Jokowi akan lebih leluasa menjadi king maker untuk menentukan pasangan capres dan cawapres koalisi besar yang telah difasilitasinya.

Sementara Surya Paloh tetap akan menjadi king maker untuk menentukan capres pendamping Anis Baswedan yang akan diusung koalisi perubahan. 

"Jadi kemungkinan nanti akan ada tiga koalisi, dan masing-masing koalisi memiliki keunikan. Kenapa saya mengatakan, nanti ada tiga koalisi, karena sikap PDIP masih misteri, belum menyatakan bergabung ke koalisi besar atau mengusung capres sendiri," katanya.

Namun, ia memprediksi sikap politik PDIP itu akan diputuskan dalam tiga bulan ke depan. Sikap politik PDIP ini, akan mengubah peta politik ke depan.

"Jadi king maker masih ada Megawati dan Surya Paloh, meski sampai sekarang mereka bersitegang, karena Surya Paloh mengusung Anies Baswedan. Sekarang muncul king maker baru, Jokowi yang mereka bentuk dalam dua pemilu sebelumnya," papar Bawono.