Polemik Kedatangan Israel di Piala Dunia U-20, Pengamat: Indonesia Harusnya Ikuti Aturan FIFA

MUS • Tuesday, 28 Mar 2023 - 12:27 WIB

Jakarta - Penyelenggaraan Piala Dunia U-20 2023 menjadi tanda tanya besar seiring dengan pembatalan drawing yang seharusnya digelar 31 Maret mendatang.

Penolakan Gubernur Bali, Wayan Koster, terhadap timnas Israel U-20 merupakan alasan FIFA membatalkan drawing. Kini, Indonesia berpotensi dibatalkan sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023. Sementara FIFA dikabarkan memilih Peru sebagai tuan rumah pengganti Indonesia.

Pengamat sepak bola, Yusuf Kurniawan, menilai sebagai negara anggota, Indonesia seharusnya mengikuti konstitusi atau aturan yang diterapkan FIFA.

“Untuk sepak bola kita berada di bawah konstitusinya FIFA. Suka tidak suka kita harus ikuti konstitusi FIFA,” kata Yusuf dalam program Trijaya Hot Topic, Selasa (28/03/2023).   

Yusuf juga menjelaskan rangkaian timeline persetujuan dan persiapan Indonesia sebagai tuan rumah U-20 2023.

“Israel itu lolos (menjadi peserta piala dunia) Juni 2022. Sementara, kesepakatan City Agreement yang didesain oleh wali kota dan gubernur itu, yang paling akhir menandatangani adalah Wayan Koster. Ada itu dokumennya 21 Februari 2022. Jadi, dia juga gak tahu kalau Juni 2022 Israel lolos,” ungkap Yusuf.

Ia menganggap bahwa pembatalan drawing Piala Dunia U-20 2023 dari FIFA merupakan peringatan yang sangat keras bagi Indonesia.

“Kecenderungannya FIFA tidak bisa (melanjutkan) nih. Kalau misalnya untuk drawing yang skala kecil begitu mereka gak mau, mereka menolak, karena mungkin merasa tidak cukup ada jaminan. Bagaimana nanti pas pertandingannya?” ujar Yusuf.

Meski pengecekan teknis oleh FIFA di Stadion Manahan masih dijalankan, Yusuf melihat tidak ada jaminan Indonesia masih menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023. 

“Kita harus tetap punya harapan, walaupun harapan itu kecil. Untuk bisa men-drive FIFA agar mengikuti maunya kita, sulit ya,” tuturnya. 

Ia juga membandingkan situasi Indonesia dengan Piala Dunia yang diadakan di Qatar lalu.

“Itu kan sempat ramai juga, kan? Orang mengkait-kaitkan soal LGBT, minum minuman alkohol, FIFA masih bisa kompromi tuh, sama hostnya, Qatar. Karena itu tidak mengganggu konstitusinya FIFA. Itu lebih kepada urusan domestiknya penyelenggara. Menyangkut budaya, terus menyangkut peraturan dalam negeri, FIFA masih toleran. Tapi kalau sampai harus mengganggu kedaulatannya FIFA misalnya kita menuntut Israel main di negara yang lain, itu kayanya tidak mungkin,” tutupnya. (Salsa)