SUARA PEREMPUAN: Fenomena Flexing Pejabat jadi Sorotan, Korupsi tak Kenal Gender

LAN • Tuesday, 21 Mar 2023 - 17:30 WIB

Maraknya fenomena flexing atau pamer kekayaan oleh istiri atau anak pejabat kerap dikaitkan dengan harta kekayaan aset yang dimiliki dan seringkali berujung menimbulkan pertanyaan berupa asal usul aset yang besar tersebut.

Akan tetapi, fenomena ini justru melahirkan stigma tertentu dan akhirnya mengubah fokus perhatian yang semula kepada praktik korupsi, menjadi penyorotan istri pejabat sebagai dalang atau faktor utama terjadinya korupsi.

Stigma tersebut secara tidak langsung mengarah kepada sifat praktik korupsi yang menyalahkan perempuan dan berbanding terbalik dengan fakta yang ada.

“Semua jenis tindak pidana dan persoalan hukum itu genderless. Artinya terlepas dari jenis kelamin, orientasi seksual, dan gender. Tetapi ketika berbicara mengenai dampak kejahatan, perempuan ini rentan menjadi kelompok yang terdampak karena perihal konstruksi sosial,” kata Bivitri Susanti kepada Radio MNC Trijaya dalam program Suara Perempuan pada Selasa (21/02/2023).

Nisa Zonzoa, Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), menjelaskan bahwa berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh ICW pada tahun 2020 menyatakan bahwa sebanyak 1300 lelaki terbukti melakukan korupsi sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaku korupsi didominasi oleh gender tersebut.

Nisa juga menambahkan bahwa ketika perempuan menjadi pelaku korupsi, maka dampak yang akan diterimanya jauh lebih besar, sebab pada dasarnya wanita masih mengalami diskriminasi dalam berbagai aspek meskipun tidak terlibat dalam tindak kejahatan.

Stigma yang menyudutkan peran perempuan dalam kasus korupsi merupakan imbas dari konstruksi sosial di Indonesia yang menganggap perempuan sebagai seseorang yang mempengaruhi perilaku pasangan dan keluarganya.

Sedangkan, menurut Bivitri, persoalan korupsi seharusnya dilihat secara jernih dari sisi alasan tindakannya, kenapa bisa terjadi korupsi, dan juga sistem seperti apa yang gagal bekerja sehingga membiarkan korupsi ini kerap terjadi secara terus menerus.

“Korupsi bisa terjadi dengan banyak faktor. Bukan semata-mata karena anggota keluarga minta barang mewah. Tetapi dalam ilmu hukum juga ada yang namanya kesempatan (sebelum bertindak kejahatan). Sosialisasi harus dilakukan ke semua orang, seperti aspek pengawasan, pemberantasan, agar tidak terjadi penyederhanaan faktor yang menyudutkan perempuan terus.” ujar Bivitiri. (Iftikhor)