Papua Kekurangan Tenaga Pengajar, Moeldoko Akan Koordinasi dengan Kemendikbud

MUS • Friday, 24 Feb 2023 - 14:45 WIB

Jakarta - Banyaknya penarikan guru-guru yang lolos seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) seperti ke sekolah negeri, menjadikan banyak sekolah swasta di Papua, khususnya yang terafiliasi dengan gereja mengalami kekosongan tenaga pengajar hingga proses belajar dan mengajar pun terganggu.

Menanggapi hal itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan akan segera melakukan koordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Namun, jika pemerintah belum juga bisa menyelesaikan kekosongan tenaga pengajar di tanah Papua, GPI Papua punya rencana sistem pembelajaran berpola orang tua asuh, seperti yang dikatakan Kata Ketua Sinode GPI Papua Pdt Donal Salima dalam Konferensi Pers "Peran GPI Papua dalam membangun Papua untuk Indonesia yang sejahtera dan Kuat." Kamis, (23/02/2023)

“Kami punya kebijakan alternatif secara internal, yakni gereja hadir tidak hanya bicara soal firman, tapi secara kongkrit kami mewujudkan di bidang pendidikan, yaitu bagaimana kebijakan gereja untuk memperhatikan dunia pendidikan,” tuturnya. 

Sistem pembelajaran ini akan melibatkan para pendeta di Papua untuk mengajar, dimana setiap pendeta harus bertanggung jawab pendidikan dari SD sampai Perguruan Tinggi. Saat ini pendeta di Papua ada sebanyak 385 pendeta, jika sistem pembelajaran ini berhasil dilaksanakan, maka di masa depan nanti GPI Papua bisa menghasilkan sekitar 300 pemimpin dari Papua.

“Jika bisa berjalan normal maka, 15 tahun yang akan datang, anak yang bersangkutan sudah berusia 20 tahunan dan sudah menjadi Sarjana, bisa bayangkan jika itu 300 orang saja dalam 15 tahun, maka lembaga Gereja Protestan Indonesia di tanah Papua bisa mencetak pemimpin dari Papua,” tutup Pdt Donal Salima.

Para pendeta juga meminta pemerintah untuk secara aktif melibatkan pihak gereja sebagai mitra strategis dalam proses pembangunan di Tanah Papua, karena mereka meyakini pelibatan gereja dalam isu-isu pendidikan, kesehatan dan ekonomi masyarakat akan membuat implementasi kebijakan otonomi khusus semakin efektif dan tepat sasaran. (Nisrina)