Biaya Haji Naik, Wakil Ketua Komisi VIII DPR: Semoga Garuda Indonesia Bisa Turunkan Harga

LAN • Saturday, 18 Feb 2023 - 12:20 WIB

Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2023 telah disetujui oleh Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi beserta Anggota Komisi VIII DPR RI di Gedung Nusantara II, Jakarta, Rabu (15/2/2023).

Diketahui bahwa adanya kebijakan perubahan angka biaya haji (Rp 49,8 juta) yang perlu dikeluarkan oleh jamaah ini hanya berlaku bagi jamaah yang belum melunasi pembayaran, dalam kata lain bukan jamaah lunas tunda.

Wakil ketua komisi VIII DPR RI periode 2019-2024, Diah Pitaloka mengatakan bahwa nominal yang tidak berubah bagi jamaah lunas tunda sama sekali tidak berkorelasi dengan kualitas layanan yang akan diterima oleh para jamaah tersebut.

Beberapa dari pertimbangannya adalah pengoreksian terkait harga hotel yang angkanya dirasionalisasi sehingga kedepannya tidak menyisakan nominal yang terlalu besar dan juga dihilangkannya fasilitas makan pagi bagi jamaah.

“Terkadang makan pagi juga mubadzir, gitu lho. Tapi memang baru tahun lalu ada makan pagi. Sebelumnya memang gak ada juga, karena covid.” Kata Diah Pitaloka kepada Radio MNC Trijaya dalam program Trijaya Hot Topic Pagi, Jumat (17/02/23).

Untuk meminimalisasi biaya haji, Diah Pitaloka berharap agar Garuda Indonesia kedepannya bisa menurunkan harga penerbangan menjadi harga tingkat penerbangan komersial.

Penghematan biaya haji juga berpotensi dilakukan jika adanya intervensi investasi BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) dengan menjalin kontrak bersama hotel untuk para jamaah selama 5 tahun atau 10 tahun agar dapat terhindar dari biaya sewa yang cenderung fluktuatif setiap kali mendekati musim haji.

Berdasarkan pernyataan Diah Pitaloka, diketahui bahwa saat ini komposisi biaya haji tahunan sedang mengarah ke 60:40 atau 70:30 berdasarkan usulan kementerian agama di poin tambahannya untuk tahun 2023.

Upaya pengubahan komposisi biaya ini tentu berkaitan dengan banyak faktor yang cukup rumit seperti perlu adanya perubahan sistem pembiayaan dan juga pengubahan UU mengenai penyelenggaraan haji.

“Yang lebih sehat sebetulnya proporsi virtual account nya secara persentase lebih tinggi dari akumulasi nilai manfaat yang digunakan. Artinya, memang (perubahan) ini harus dikawal. Gak bisa diselesaikan dalam satu tahun, mungkin dalam dua atau tiga tahun sekaligus revisi undang-undang haji dan undang-undang pengelolaan dana haji. Karena problem ini (sifatnya) sistemik,” tutup Diah. (Ifti)