Di Forum Nasional, Wali Kota Surabaya Paparkan Penanganan Stunting Terendah Nasional

MUS • Friday, 17 Feb 2023 - 15:49 WIB

Surabaya - Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi membeberkan program penanganan stunting di forum nasional yang digelar lintas kementerian/lembaga di Jakarta. Forum itu bertajuk “Kick Off Meeting Pancasila dalam Tindakan: Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, KDRT, dan Mengantisipasi Bencana.”

Forum itu dihadiri Presiden ke-5 RI dan Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri, Menkes Budi Gunadi Sadikin, Mensos Tri Rismaharini, Menteri PANRB Azwar Anas, Menteri PPPA Bintang Puspayoga, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Panglima TNI Yudo Margono, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, dan sejumlah pejabat lainnya.

Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, prevalensi stunting di Surabaya tercatat di level 4,8 persen, terendah di Indonesia. Secara nasional, rata-rata stunting masih berada di level 21 persen. Adapun bila berdasarkan bulan penimbangan serentak, prevalensi stunting di Surabaya pada 2022 hanya tinggal 1,22 persen.

“Sejak awal diamanahi sebagai wali kota, kami memang langsung tancap gas soal stunting. Presiden Jokowi dan Ibu Megawati selalu pesan soal pentingnya penanganan stunting, karena ini soal masa depan generasi penerus kita. Setelah menjadi yang terendah senasional tahun 2022, tahun 2023 ini kami mohon doa restu Surabaya bisa zero stunting,” kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.

Ia bercerita, seusai dilantik, dia langsung menggeber sejumlah program penanganan stunting. Dimulai dari pendataan, setiap calon pengantin langsung terdeteksi data kesehatannya. Semua data terintegrasi antara Kantor Kementerian Agama dan Puskesmas.

“Jadi langsung ketahuan, bagaimana lingkar lengan atas dan indeks massa tubuh calon pengantinnya. Ini penting untuk tahu apakah ada risiko kekurangan energi kronis atau kekurangan gizi, sehingga ada antisipasi. Di situlah Pemkot Surabaya melalui Puskesmas melakukan intervensi, bisa berupa tambahan gizi dan sebagainya,” ujarnya.

Basis data tersebut sangat penting untuk memastikan penanganan stunting bisa lebih efektif.

“Bayangkan kalau rata-rata 2 juta orang se-Indonesia yang menikah per tahun kita punya data kesehatannya, dan itu terintegrasi dari KUA sampai Puskesmas seperti di Surabaya, tentu kita punya peluang besar untuk menyelamatkan anak bangsa dari potensi stunting,” kata dia.

Dari sisi pendataan, Wali Kota Eri juga mengandalkan gotong royong warga Surabaya. Di antaranya melalui aplikasi “Sayang Warga” di mana para kader kesehatan, RT/RW, dan warga bisa mendata dan melaporkan kondisi balita di sekitarnya.

“Berkat kehebatan gotong royong inilah, semua permasalahan terdeteksi dan kita beri solusi. Tidak hanya stunting sebenarnya, ada soal rumah tidak layak huni, masalah pendidikan, sosial, dan sebagainya. Bahkan di tingkat RW ada dapur umum di mana warga gotong royong saling bantu untuk pemberian makanan bagi balita di wilayahnya,” katanya.

Pemantauan terhadap perkembangan balita stunting juga dilakukan intensif, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Pemkot Surabaya memberikan bantuan makanan tambahan kepada para ibu hamil berisiko tinggi dan balita stunting. 

“Artinya sejak dalam kandungan, kesehatan janin sudah diperhatikan. Kami juga memberikan bantuan makanan tambahan rutin ke puluhan ribu pelajar PAUD untuk menjaga tumbuh kembangnya,” pungkas Eri Cahyadi. (Her)