Babylon, Ketika Disrupsi Audio Pernah Terjadi Begitu Dahsyat

MUS • Friday, 3 Feb 2023 - 15:28 WIB

Genre: Drama, komedi 
Sutradara: Damien Chazelle 
Pemeran: Brad Pitt, Margot Robbie, Diego Calva, Jean Smart, Jovan Adepo, Li Jun Li, P.J. Byrne, Lukas Haas, Olivia Hamilton, Tobey Maguire. 
Durasi: 3 jam 
Distributor: UIP Movies Indonesia 
Mulai tayang di bioskop Indonesia: 3 Februari 2023

Perubahan itu menyakitkan. Membuat luka, menghilangkan mata pencarian, bahkan mematikan. Seolah perlombaan, pemenang dan pecundang, berlanjut, bertahan, atau tersingkir. Pada awal pandemi, kita seakan dijejali konsep pentingnya berubah. 

Berubah perilaku hidup sehat, beralih dari offline ke online atau hybrid, dengan jargon umumnya dikenal sebagai transformasi digital. Semua pihak meyakini kebaikan dari sebuah perubahan.

Ketika terlampau drastis, bahkan menuntut hal lain di luar kapasitas, tanpa kesadaran beradaptasi, maka perubahan menjadi momen yang suram. 

Pilihannya tinggal memastikan bertahan dan berdansa dalam alunannya, atau menyatakan cukup, menyelesaikannya sesuai pemahaman: Setiap masa memang ada orangnya, setiap orang ada masanya.  

Pesan tentang sisi pahit proses transisi, digambarkan secara megah dalam suasana peralihan film bisu ke bersuara, melalui drama epik "Babylon". 

Ceritanya tentang pergumulan aktris dan aktor bisu pada era tahun 1920-an. Sungguh sebuah perubahan besar yang ternyata sangat emosional dari perkiraan.

Menyaksikan layar lebar ini, penonton dewasa diajak berempati pada para karakternya yang merasakan perih, ketika harus menghadapi kenyataan lahirnya inovasi dahsyat audio. Disrupsi suara yang pernah menggelegar, perlahan meredupkan sinar para bintang pada masanya.

Bukan sekadar berpindah seperti kita dari analog ke digital, luring ke daring, manual ke otomatis, para pendahulu khususnya seniman film bisu harus mulai mampu menghafal naskah, menghidupkan karakternya, sambil membiasakan diri dengan penempatan mikrofon serta berbagai peralatan. 

Semuanya dilakukan dalam ruang studio yang panas penuh lampu, tanpa pendingin udara. Jauh berbeda ketika proses produksi di padang pasir Los Angeles, yang gersang, disertai musik live.

Pengalaman dan pesan-pesan dalam "Babylon" disampaikan secara mumpuni oleh deretan pesohor di antaranya Brad Pitt, Margot Robbie, dan pendatang baru Diego Calva sebagai sentral cerita Manny Torres. 

Bagi penulis/sutradara Damien Chazelle, "Babylon" adalah hasil penelitian dalam membangun dunianya selama 15 tahun. Dimulai di kepalanya jauh sebelum dia mengetik draf naskah pertama, dan melangkah ke belakang kamera, menghidupkan kisah epiknya. 

“Saya ingin melihat di bawah mikroskop pada hari-hari awal sebuah bentuk seni dan industri, ketika keduanya masih menemukan pijakan mereka," kata Sutradara Terbaik paling muda Academy Awards, lewat "La La Land" (2016). 

Pada tingkat yang lebih dalam, Damien menyukai gagasan untuk melihat masyarakat dalam perubahan. Hollywood mengalami serangkaian perubahan yang cepat dan terkadang tampak seperti bencana pada tahun 20-an. Beberapa orang selamat, tetapi banyak yang tidak. Begitulah, kata kekiniannya: disrupsi.

Penonton akan melihat apa yang dilalui para pelakon, memberi gambaran tentang pertaruhan manusia, yang menyertai ambisi, sehingga menarik begitu banyak orang ke Los Angeles saat itu. 

Ada sisi yang lebih gelap dari kisah transisi itu. Tak sekadar datangnya teknologi sinkronisasi suara, yang akhirnya berpuncak pada produksi tahun 30-an, tetapi juga reorganisasi bentuk lebih bebas, tidak diatur masyarakat ke dalam industri perusahaan global, yang dikenal sekarang. 

Bertepatan dengan semuanya itu, LA pun berubah dari kota gurun yang sebagian besar pedesaan pada awal tahun 20-an, menjadi salah satu megapolitan utama dunia pada akhir dekade. 

Banyak bangunan baru dan panggung suara yang berkilauan muncul, seiring moral yang baik, dituntut dari para pesohor. Padahal sebelumnya, penghuni Hollywood sungguh vulgar tetapi tetap bisa menerima perbedaan.  

"Babylon" terasa tulus menyajikan dan turut melestarikan kisah pendahulunya, sebagai penghormatan bagi pelaku industri, khususnya pada masa transisi menuju karya bersuara. Seni yang masih kita nikmati sampai saat ini. (MAR)