Lempar Isu Perubahan Sistem Proporsional Tertutup, PKS Nilai KPU Offside!

MUS • Tuesday, 10 Jan 2023 - 12:21 WIB

Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Chairul Anwar memberikan pandangannya terhadap isu perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.

Menurut Chairul, Ketua KPU Hasyim Asy’ari tidak selayaknya melemparkan sinyal mengenai perubahan sistem pemilu.

“Perlu diketahui bahwa wewenang KPU hanyalah sebagai penyelenggara pemilu, bukan sebagai penyusun peraturan mengenai sistem pemilu. Sistem pemilu sendiri hanya bisa dirombak oleh DPR dan perlu dibahas terlebih dahulu di Komisi II DPR RI,” tegas Anggota DPR RI dari Dapil Riau 1 ini.

Hal ini, tambah Chairul, sesuai dengan UU Nomor 7/2017 Tentang Pemilu. Jika ingin mengubah sistem proporsional terbuka, DPR harus melakukan revisi UU Nomor 7/2017.

“Baik sistem proporsional terbuka dan tertutup sama-sama memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan sistem proporsional tertutup adalah kurang demokratis dan memperkuat oligarki,” jelasnya.

Mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup, kata Chairul, dapat memperkuat oligarki dan memperburuk kualitas demokrasi di Indonesia.

“Dari Data Indeks Demokrasi Dunia The Economist Intelligence Unit (EIU), Indonesia menduduki peringkat Indonesia ke-52 dari 167 negara dengan skor 6,71 pada tahun. Peringkat ini naik dari peringkat ke-64. Namun, Indonesia masih berada di bawah Malaysia yang berada di peringkat ke-39 dengan skor 7,24. Jika Indonesia menerapkan sistem pemilu proporsional tertutup, kualitas demokrasi Indonesia dikhawatirkan menurun,” terangnya.

Masalah besar pemilu Indonesia, lanjut Chairul, adalah politik uang dan kualitas Anggota Legislatif. Mengubah sistem pemilu di Indonesia sama sekali tidak menyelesaikan masalah tersebut.

“Hal ini karena politik uang dapat dilakukan baik di sistem proporsional terbuka maupun tertutup. Perbedaannya hanya pada modus operasinya dan pelakunya. Jika sistem tertutup, politik uang dilakukan oleh partai yang memiliki finansial kuat, sementara pada sistem proporsional terbuka, politik uang dilakukan oleh caleg. Objeknya tetap sama yaitu rakyat,” ungkapnya.

Kualitas caleg, imbuhnya, juga tidak akan mengalami perubahan dengan sistem proporsional tertutup, sebab kualitas caleg bergantung pada kaderisasi parpol. Jika kaderisasi parpol buruk, maka caleg yang dihasilkan berkualitas buruk.

“Sistem proporsional tertutup juga ditolak oleh banyak parpol. Saat ini, PKS sudah menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Namun, jika sistem proporsional tertutup dipaksakan, akan ada gejolak besar yang bisa tercipta dan akhirnya meningkatkan potensi ketegangan dan konflik menjelang Pemilu 2024,” ujarnya.

Oleh sebab, tegas Chairul, pihaknya tidak melihat adanya urgensi bagi DPR untuk mengubah sistem pemilu dari proporsional tertutup menjadi terbuka.

“Yang seharusnya dibenahi bukanlah sistem pemilu, melainkan profesionalitas penyelenggara pemilu. Kasus dugaan pelecehan seksual Ketua KPU ditambah dengan adanya dugaan intimidasi KPU ke KPUD untuk meloloskan beberapa partai menunjukkan bahwa profesionalitas KPU dipertanyakan. Hal ini akan memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024,” ujarnya.

Chairul menegaskan bahwa pernyataan ketua KPU, yang mensinyalir bahwa sistem pemilu akan diubah, sebagai offside, KPU sama sekali tidak berwenang untuk mengubah sistem pemilu.

“Sikap Ketua KPU ini juga memperkeruh suasana pemilu yang semakin tegang. Yang seharusnya berbicara soal ini adalah Anggota DPR khususnya dari Komisi II,” tutup Chairul.