Tutup Tahun 2022, Emiten 'Merah' Cenderung Lebih Unggul

ANP • Tuesday, 3 Jan 2023 - 18:20 WIB

JAKARTA - Menyimak kinerja saham-saham terkait figur politik sepanjang perdagangan di tahun 2022 menarik diamati. Pasalnya, di 2023 tahapan Pemilu 2024 sudah memasuki fase pencalonan Presiden dan Wapres yakni pada 19 Oktober-25 November 2023, serta calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota pada 6 Desember 2022-25 November 2023 serta masa kampanye pada 28 November 2023.

Ada beberapa figur pebisnis yang selama ini dikaitkan dengan dunia politik seperti Sandiaga Uno, Erick Thohir, Happy Hapsoro dan Arsjad Rasjid, Luhut Panjaitan dan Hary Tanoesoedibjo yang juga memiliki keterkaitan dgn beberapa emiten baik itu kepemilikan langsung ataupun memiliki hubungan bisnis yang erat.

Dari kelompok bisnis yang selama ini dikaitkan dengan Happy Hapsoro, suami Ketua DPR, Puan Maharani, saham RAJA memimpin kinerja dgn kenaikan +480.5 persen diikuti oleh SINI (+229.8 persen) dan PSKT (+32 persen).

Sementara kelompok bisnis Sandiaga Uno yang juga Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, kinerja terbaik emitennya selama 2022 dipimpin oleh ADRO (+85.9 persen) lalu diikuti oleh AGII (+28 persen) dan MPMX (+12 persen).

Kelompok bisnis Menteri BUMN yang juga disebut-sebut berpotensi untuk menjadi Cawapres di 2024, kinerja emitennya turun selama 2022: MARI (-72.9 persen) lalu ABBA (-46.2 persen).

Jika melihat hari terakhir perdagangan di 2022 pada 30 Desember lalu, kinerja emiten-emiten figur-figur tersebut tetap dipimpin figur ‘Merah’, SINI (+24.86 persen), RAJA (+11.17 persen) dan CHEM (+4.61 persen), emiten terakhir adalah emiten yang sedang menjajaki kerjasama dengan Basis Investments, grup investasi Happy Hapsoro.

Sementara kinerja group Sandiuno pada hari terakhir perdagangan 2022 dipimpin oleh MDKA (+1.48 persen), ADRO (+1.30 persen) dan SRTG (+1.20 persen) dan kinerja group Erick Tohir seperti kinerja tahunannya mengalami penurunan di hari terakhir, MARI (-0.78 persen) dan ABBA (-0.66 persen).

Melihat fenomena ini, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Agus Herta Sumarto berpendapat, dinamika pergerakan harga saham berafiliasi politik di 2022 lebih condong dikarenakan figur kedeketan dengan lingkaran penguasa.

“Saya kira pada 2022 kemarin sebagian besar pergerakan harga saham yang berafiliasi politik lebih diakibatkan sentimen pelaku pasar terhadap kedekatan mereka ke lingkaran penguasa. Pada 2022 kemarin saya kira tidak begitu banyak aksi korporasi di sektor riil yang dapat meningkatkan nilai fundamental perusahaan mereka,” kata Agus di Jakarta, Senin (2/1).

Menurutnya, di 2023 dimana tahun politik lebih kuat karena mendekati Pemilu, investor akan lebih berhati-hati dan condong memilih saham tak terafiliasi politik yang lebih aman. Tentu saja meski tak terlalu beresiko namun imbal balik diterima tidak akan terlalu besar.

“Pada 2023, risiko untuk jenis-jenis emiten yang berafiliasi politik akan lebih besar. Investor mungkin akan jauh lebih berhati-hati dan akan lebih memilih saham-saham netral yang tidak berafiliasi politik dan pergerakan harga sahamnya murni dipengaruhi kinerja perusahaan. Saham jenis ini labih aman namun tentunya imbal hasil yang ditawarkan tidak begitu besar,” papar Agus.

Kendati demikian, saham yang terafiliasi dengan lingkaran politik, imbuh Agus masih akan menjadi bidikan para trader jangka pendek. Mereka menganggap volatilitas harga saham tersebu akan tinggi dan memberikan keuntungan besar.

“Untuk para trader jangka pendek, saham-saham yang terafiliasi politik lebih menarik karena volatilitas harga saham-saham tersebut akan tinggi dan mereka berpotensi mendapatkan keuntungan dari volatilitas harga tersebut,” tandasnya.