KI Pusat Dorong Kesetaraan Perempuan Dalam Memperoleh Informasi Publik

ANP • Thursday, 22 Dec 2022 - 17:44 WIB

JAKARTA - Bertepatan dengan hari Ibu, Komisi Informasi Pusat hari ini (22/12/2022) meluncurkan majalah BUKA. Dalam edisi ke-14 tersebut majalah BUKA mengangkat tema Perempuan dan Hak Atas Informasi Publik di Indonesia.

Komisioner Komisi Informasi Pusat (KI Pusat), Rospita Vici Paulyn menegaskan, dalam pelaksanaan tugas Komisi Informasi, pihaknya banyak menemukan kasus intimidasi bagi perempuan di Indonesia yang mengajukan permohonan informasi. Hal tersebut menurutnya, dikarenakan masih banyak persepktif yang beranggapan perempuan hanya bertugas di dapur maupun rumah. Untuk itu, Pihaknya akan terus mendorong dan edukasi bahwa hak perempuan dan pria adalah sama.

"Salah satu contoh bentuk intimidasi perempuan terjadi di propinsi Kalimantan Barat, ketika guru honorer perempuan meminta informasi namun badan publik tersebut menolak dan mengancam memberhentikan, dengan alasan perempuan," tegas Komisioner Komisi Informasi Pusat (KI Pusat), Rospita Vici Paulyn di Jakarta, Kamis (22/12/2022).

Menurutnya, kasus-kasus seperti ini tidak hanya terjadi di Kalbar, namun di sejumlah wilayah di Indonesia. Ia menegaskan hal tersebut menjadi catatan, bahwa perempuan harus di edukasi tentang persamaan hak dengan kaum pria. Paulyn menjelaskan, melalui majalah BUKA, pihaknya ingin melakukan edukasi kepada masyarakat tentang perempuan-perempuan hebat yang berhasil dalam berbagai sektor.

"Melalui majalah ini kami ingin edukasi masyarakat dari sudut pandang perempuan, yang berhasil dalam melaksanakan kerja mereka. Di rumah tangga berhasil mendidik anak-anak mereka dan beraktivitas dengan baik di berbagai sektor. Ini contoh yang baik edukasi bagi perempuan indonesia. Kewajiban perempuan bisa sejajar dengan pria. Negara hebat punya perempuan yang kuat," katanya.

Rospita Vici Paulyn menyatakan, Badan Publik wajib memberikan informasi tanpa membedakan perempuan atau pria. Menurutnya, jika ditemukan adanya badan publik yang melakukan intimidasi dan mengancam, maka dapat dipersalahkan. Hal tersebut merupakan kesalahan dalam hal menutup akses masyarakat.

"Kami bisa mengedukasi badan publik, bahwa terkait hak tidak membedakan. Kalau ada intimidasi dan ancaman, maka badan publik bisa dipersalahkan karena menutup hak akses masyarakat," ujarnya.