ASN Makin Cakap Digital - ToT Literasi Digital sektor Pemerintahan di Kemenag

ANP • Saturday, 17 Dec 2022 - 09:59 WIB

JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo) dan Kementerian Agama (Kemenag) berkolaborasi dalam menyelenggarakan kegiatan Training of Trainers (ToT) Literasi Digital segmen pemerintahan untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemenag. Kegiatan dilaksanakan secara offline di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten pada hari Senin, 28 November 2022 yang dihadiri oleh 30 ASN dari Kemenag RI sebagai peserta.

Kegiatan Literasi Digital sektor pemerintahan bertujuan untuk mempersiapkan para ASN Kemenag dengan pemahaman Literasi Digital untuk menjadi Trainer literasi digital di lingkungan pemerintahan pada tahun 2023 mendatang. Kegiatan ini merupakan bagian dari usaha meningkatkan literasi digital secara kognitif dan praktis bagi ASN di Indonesia menuju transformasi digital Indonesia. Kapasitas masyarakat Indonesia perihal Literasi Digital memiliki skor 3.49 dari 5.00 yang berada dalam kategori “sedang”. Hal ini berdasarkan Survei Indeks Literasi Digital Nasional yang dilakukan oleh Kemenkominfo dan Katadata Insight Center pada tahun 2021.

Kegiatan Literasi Digital di segmen pemerintahan merupakan salah satu inisiasi Kemenkominfo dalam mempercepat transformasi digital di Indonesia. Direktur Pemberdayaan Informatika Kemenkominfo, Bonifasius Wahyu Pudjianto dalam sambutannya menyampaikan bahwa pada saat ini perkembangan teknologi sangat dinamis, membuat kita semua dituntut untuk beradaptasi secara cepat, tanpa terkecuali ASN.

“Kompetensi yang dibutuhkan oleh ASN dalam menyongsong era digital ini pada dasarnya adalah kemampuan menggunakan teknologi informasi untuk melakukan tugas fungsi pokoknya dalam mensejahterakan kehidupan masyarakat,” ujarnya.

Sambutan dilanjutkan oleh Ketua Tim Literasi Digital Sektor Pemerintahan, Niki Maradona. Dalam sambutannya, Niki Maradona menyampaikan tujuan kegiatan ToT Literasi Digital untuk ASN ini. “Kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan Trainer literasi digital sektor pemerintahan Kemenag yang nantinya akan membantu tugas kami (Kemenkominfo) melakukan literasi digital kepada ASN di Indonesia,” jelasnya.

Sambutan terakhir sebelum kegiatan dimulai disampaikan oleh Nizar Ali, Sekretaris Jenderal Kemenag. Nizar Ali menyampaikan bahwa diperlukan kerja sama antar pemerintah dan masyarakat terkait literasi digital terutama dalam isu konten negatif.

“Pemerintah harus bekerja sama dengan masyarakat agar literasi digital dapat berjalan dengan sukses untuk semua kalangan masyarakat, sehingga tidak ada gap digital,” tegas Nizar.

Sesi pertama dalam kegiatan ini dimulai dengan materi Budaya Digital untuk Sektor Pemerintahan yang dibawakan oleh Istiani, Kepala Lab Psikologi BINUS University. Istiani membahas bagaimana pada saat ini manusia lebih proaktif di dunia digital, atau disebut sebagai society 5.0. Maka dari itu dibutuhkan pemahaman lebih dalam tentang bagaimana masyarakat menggunakan teknologi.

“Budaya digital itu berfokus kepada manusia, bukan teknologinya. Budaya membentuk cara kita berpikir, merasa, bekerja, bermain, dan itu membuat perbedaan cara kita memandang diri sendiri dan orang lain,” tegas Istiani.

Di sesi yang sama, Irene Camelyn Sinaga, Direktur Pengkajian Implementasi Pembinaan Ideologi Pancasila, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyampaikan bahwa Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia yang dijadikan landasan budaya digital, salah satunya mencegah perpecahan yang ada di dunia digital karena isu-isu kontroversial.

“Polemik yang paling mudah dimainkan adalah agama, banyak sekali korban dan perpecahan yang disebabkan agama, yang terjadi di seluruh dunia. Mari kita belajar lagi kita tidak bisa terus terpedaya dengan orang yang memecah belah dengan membawa agama,” jelas Irene.

Materi selanjutnya berkenaan dengan Etika Digital bagi ASN yang diisi oleh Cahyo Edhi Widyatmoko dan Tri Hadiyanto Sasongko.

Dalam materi tersebut, Cahyo menjelaskan bahwa sebagai pengguna teknologi, maka kita adalah bagian dari “Warga Negara Digital” yang harus beretika layaknya menjalani kehidupan di dunia nyata.

“Ketika kita menggunakan internet dan sudah aktif di dunia digital maka kita sudah warga negara digital, maka diperlukan etika digital agar tetap memberikan kenyamanan antara para pengguna internet. Maka, kecakapan dan skill digital sebaiknya dilengkapi dengan etika digital,” jelas Cahyo.

Hadiyanto menjelaskan bagaimana media sosial sangat bermanfaat untuk masyarakat, tetapi juga memiliki dampak yang fatal jika tidak digunakan secara bijak dan beretika.

“Media sosial bermanfaat untuk melakukan komunikasi, edukasi, rekreasi, promosi, dan lain-lain, tapi juga dapat untuk menyebar konten negatif seperti hoaks, ujaran kebencian, fitnah, provokasi, menghasut, dan lain-lain. Hal ini sangat berbahaya yang berpotensi memicu kebencian, kemarahan, yang menyebabkan disintegrasi bangsa,” tegas Hadiyanto.

Materi selanjutnya adalah Penggunaan Multimedia yang dibawakan oleh Gatot Sandy, Praktisi Digital Content Creator dan Pengembangan Digital Learning System. Di sesi ini, Gatot memberikan hal-hal fundamental untuk menyusun materi presentasi literasi digital, sekaligus menyiapkan audiens untuk berbicara di depan umum.

“Pikiran audiens tidak pernah diam saat melihat slide presentasi kita. Bantu mereka untuk fokus. Kita dapat berbicara dengan baik ketika lisan kita mampu membawakan pesan itu dari hati,” jelas Gatot.

Di sesi Keamanan Digital Sektor Pemerintahan, Andri Johandri, ICT Specialist Gedhe Foundation memberikan edukasi mengenai pentingnya keamanan digital untuk seluruh masyarakat, terutama dalam kegiatan ini, untuk ASN. “Seiring dengan kecanggihan zaman yang memberikan kemudahan pada kita sebagai pengguna, ada aspek berbahaya di balik kemudahan, yaitu terdapat celah untuk para pelaku kejahatan bertindak. Banyaknya modus baru yang digunakan untuk menjebak para korban yang terlena dengan kemudahan dan tidak mengetahui bahaya dibalik kemudahan yang diberikan,” tegasnya. Dalam sesi yang sama, Hari Singgihnoegroho menjelaskan mengenai pentingnya membaca terms and condition di setiap aplikasi yang kita unduh demi keamanan data.

“Perlu dibiasakan membaca perjanjian hukum terlebih dahulu sebelum setuju, sebelum memasang fasilitas yang akan digunakan, yang umumnya persetujuan memberi hak akses penggunaan data pribadi kepada pihak lain,” ujar Hari.

Sesi yang membahas UU ITE dan PDP yang dibawakan oleh Teddy Sukardi mengupas tuntas mengenai UU ITE, termasuk kontroversi UU ITE yang disebut pasal karet atau multitafsir. “UU ITE sering kali disebut sebagai peraturan yang multitafsir atau disebut juga pasal karet, justru memang karena teknologi terus berkembang maka UU ITE akan tetap menjadi peraturan yang memiliki banyak makna untuk mengikuti perkembangan teknologi tersebut dan kondisi yang berbeda-beda serta memang harus dinamis karena mencakup banyak hal dan memang hubungan antar manusia itu sangat beragam,” tegas Teddy.

Materi terakhir di kegiatan ini adalah Keterampilan dan Keselamatan Digital Sektor Pemerintahan yang dibawakan oleh M. Iqbal. Iqbal menjelaskan bagaimana kita menggunakan teknologi sesuai dengan kebutuhan kita, dan diiringi oleh kognitif mengenai literasi digital.

“Untuk menilai kebutuhan dan mengidentifikasi, mengevaluasi, memilih dan menggunakan alat digital dan kemungkinan tanggapan teknologi untuk menyelesaikannya. Untuk menyesuaikan dan menyesuaikan lingkungan digital dengan kebutuhan pribadi," katanya.