Jubir KUHP Sebut Pasal 'Miras' KUHP Bukan Barang Baru dan Untuk Cegah Kerugian Berlanjut

FAZ • Saturday, 10 Dec 2022 - 19:49 WIB

Jakarta - Juru Bicara Tim Sosialisasi KUHP Nasional, Albert Aries, meluruskan pemahaman yang menganggap Pasal 424 ayat (1) KUHP membahayakan pekerja di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif (Parekraf).

Menurut Albert, tidak benar atas pandangan yang menyimpulkan Pasal 424 ayat (1) KUHP akan berdampak atas penerapan KUHP baru itu adalah turis mancanegara. Ia juga menyinggung rakyat Indonesia yang tidak akan terimbas dari kebijakan tersebut.

"Argumentasinya, Pasal 424 ayat (1) KUHP mengenai Tindak Pidana menjual atau memberi minuman atau bahan yang memabukkan kepada orang yang sedang dalam keadaan mabuk bukan merupakan pasal yang baru, dan tiba-tiba muncul dalam KUHP baru," ujarnya di Jakarta, Sabtu (10/12/2022).

Kata Albert, ketentuan itu berasal dari Pasal 300 ayat (1) KUHP lama yang sampai saat ini masih berlaku, tidak pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, dan tidak pernah diprotes sebelumnya oleh Bang Dr. Hotman Paris, SH, M.Hum, serta diadopsi kembali dalam KUHP baru sebagai konsekuensi dari Rekodifikasi Terbuka-Terbatas.

"Jadi penerapan pasal ini dan praktik penegakan hukumnya nanti (3 tahun kemudian) tentu tidak akan jauh berbeda dengan keadaan yang ada saat ini, sehingga tidak perlu dikesankan berlebihan, seolah-olah KUHP baru ini berbahaya bagi masyarakat, pelaku usaha, dan turis yang berkunjung ke Indonesia," jelasnya.

Albert menilai, justru pengaturan tindak pidana ini dimaksudkan untuk melindungi kesusilaan dan keadaban yang baik di masyarakat, sekaligus melindungi orang yang senyatanya sudah dalam keadaan mabuk dan bukan sekedar “tipsy”, agar tidak melakukan suatu  perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri atau orang lain.

"Selain itu, berdasarkan ilmu kedokteran, keadaan mabuk merupakan intoksikasi fungsi otak. Minuman keras dapat mengakibatkan psikosa akut yang dicirikan dengan kondisi psikis yang membawa akibat tidak ada atau berkurangnya pertanggungjawaban (pidana)," kata Dia.

"Apabila seseorang secara sadar menkonsumsi minuman keras dan dalam keadaan tidak sadarkan diri melakukan suatu perbuatan pidana, maka hal itu tidak bisa menjadi alasan pemaaf," tambahnya.

Pasal tersebut, kata Albert, sesuai adagium “actio libera in causa, qui peccat ebrius, luat sobrius”, yang artinya keadaan tidak sadarkan diri yang merupakan “buatan”, misalnya orang mabuk yang dibuat semakin mabuk lalu melanggar hukum, maka ia akan dimintakan pertanggungjawaban ketika sudah sadar.

"Ketika seseorang berada dalam keadaan mabuk kemudian pihak lain memberikan minuman yang membuat orang tersebut menjadi bertambah mabuk, berarti dengan sengaja ia membahayakan keadaan orang tersebut atau mungkin juga membahayakan orang lain akibat tindakan tidak sadar dari orang mabuk tersebut," pungkasnya.