Pakar Polimer UI: Migrasi BPA Terjadi pada Galon yang Digunakan Berulang

ANP • Thursday, 8 Dec 2022 - 11:13 WIB

JAKARTA -- Migrasi bahan kimia berbahaya Bisphenol A (BPA) dari galon guna ulang ke dalam air mineral di dalamnya sangat mudah terjadi, antara lain karena  penggunaan yang berulang-ulang. Masyarakat diimbau agar lebih cermat dan peduli pada kemasan galon guna ulang yang dibeli agar tetap dalam batas aman.

Peringatan dan imbauan ini disampaikan oleh pakar polimer dan material dari Departemen Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Prof. Mochamad Chalid. Ia memaparkan risiko cemaran BPA dalam kemasan pangan yang disebutnya berbahaya karena digunakan tidak sesuai aturan.

“Pelepasan BPA dapat terjadi melalui peluruhan polikarbonat dengan adanya air pada suhu dan waktu tertentu,” kata Chalid.

“Suhu dan waktu menjadi kunci terhadap pelepasan senyawa BPA dari galon polikarbonat ke air minum, potensinya terjadi saat transportasi galon dari sistem produksi ke konsumen, dan karena galon digunakan berulang-ulang,” katanya.

Karena itulah, “Pelabelan tentang BPA menjadi penting untuk menjamin kesehatan konsumen,” kata Chalid. 

Chalid menyampaikan ini saat berbicara di depan forum para pakar dan praktisi dengan tema “Expert Forum: Urgensi Pelabelan BPA pada Produk Air Minum dalam Kemasan untuk Keamanan Konsumen”, bertempat di Gedung Makara, Universitas Indonesia, Depok (23/11). 

Namun, di sisi lain, “Masyarakat juga perlu mengambil sikap terbaik, di antaranya dengan mengenali produk kemasan yang digunakan dan agar menggunakannya dalam batas aman.”

Mengenai besarnya sorotan media dan masyarakat pada galon BPA bekas pakai,Chalid  mengatakan hal itu terjadi karena sudah ada temuan yang mengkhawatirkan berdasarkan hasil survei BPOM di lapangan. Hal ini berbeda dengan senyawa Ethylene Glycol (EG) pada plastik kemasan sekali pakai dari jenis Polyethylene Terephthalate (PET), yang sejauh ini belum ditemukan bukti adanya peluruhan yang mencemari air minum di dalam kemasan galon PET.

“Jadi wajar saja galon polikarbonat jadi prioritas (untuk dipasangi label peringatan), karena berdasarkan hasil temuan BPA yang sudah ada,” katanya.

Chalid mengatakan, masyarakat awam sebenarnya tanpa disadari sudah biasa berinteraksi dengan bahan kimia BPA ini. Karena memang penggunaannya yang meluas untuk banyak hal. 

BPA adalah senyawa kimia yang tidak berwarna dan multiguna. Senyawa ini bisa digunakan sebagai bahan baku penolong (aditif)  untuk pengenyal dan pengeras pada produk, seperti cat. 

BPA juga digunakan sebagai bahan baku utama pada pelapis dalam kemasan kaleng untuk minuman atau makanan, dan pada pelapis kertas termal.

Selain itu, “BPA pun biasa digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan bijih polikarbonat (PC), sebagai bahan baku untuk berbagai produk jadi seperti kemasan galon air minum, kaca helm, kaca partisi dan atap bening,” kata Chalid.

Berkaitan dengan kemasan pangan, di sini pula letak persoalannya. BPA berurusan langsung dengan  kesehatan manusia, karena banyak menggunakan wadah kemasan seperti galon bekas pakai dan pelapis dalam makanan atau minuman kaleng.

.”BPA bisa terlepas karena peluruhan polikarbonat ke dalam air akibat suhu pada waktu tertentu,” kata Chalid.

Chalid memaparkan lebih jauh, potensi mudahnya pelepasan BPA bisa terjadi pada banyak tahap pemrosesan kemasan galon air minum. “BPA bisa terlepas karena suhu pada saat tahapan produksi,” katanya.

Hal lain yang juga sangat berpotensi meluruhkan BPA dari galon polikarbonat dan mencemari air di dalamnya adalah pada saat, “Transportasi galon air minum dari sistem produksi hingga ke tangan konsumen,” kata Chalid.

“Tahapan ini pula yang memberikan potensi masalah dari terlepasnya BPA karena terjadi peluruhan di dalam galon guna ulang polikarbonat,” katanya.

Tak kalah pentingnya yang menjadi salah satu faktor terlepasnya BPA di dalam galon adalah penggunaan galon bekas pakai polikarbonat yang dilakukan berulang-ulang. 

“Potensi masalah terbesar pelepasan BPA di dalam galon itu adalah pada berapa kali galon tersebut digunakan secara berulang oleh konsumen,” kata Chalid. 

Sebagaimana diketahui, konsumen lazimnya membeli galon pertama kali dengan deposit, kemudian melakukan pembelian seterusnya galon bekas pakai yang sudah diisi kembali dengan harga yang lebih murah dari pembelian pertama. Pembelian galon bekas pakai yang diisi kembali ini dilakukan berulang secara terus menerus untuk konsumsi rutin harian. 

Faktor lain yang berpotensi menyebabkan terjadinya pelepasan BPA adalah, “Penggunaan limbah PC sebagai campuran bahan baku pada produksi berikutnya,” katanya.

Faktor-faktor itulah menurut Chalid yang antara lain menyebabkan pelabelan galon BPA menjadi penting.

Untuk mencegah dampak negatif BPA secara meluas, Chalid mendorong semua pihak agar bersinergi dan berorientasi pada jaminan kesehatan konsumen, baik yang bersifat preventif maupun kuratif. “Harus ada sinergi antara pemerintah, produsen, masyarakat dalam hal ini konsumen dan LSM, akademisi dan peneliti,” katanya.

“Implementasi pelabelan (galon guna ulang) harus dilakukan dengan keterpaduan semua pihak terkait,” katanya.

Meski demikian, Chalid juga mengimbau agar masyarakat mau lebih cermat dan peduli dengan galon guna ulang yang mereka beli rutin. Kepedulian masyarakat dibutuhkan agar mereka lebih paham produk yang dibeli untuk menciptakan rasa aman. 

Urgensi pelabelan senyawa BPA pada kemasan pangan di Indonesia semakin tinggi,seiring meningkatnya ketergantungan masyarakat pada air kemasan. 

Studi mutakhir kesehatan air minum rumah tangga oleh Kementerian Kesehatan menyebut empat dari sepuluh rumah tangga di Indonesia sehari-harinya mengkonsumsi air kemasan, baik itu berupa air kemasan galon maupun air kemasan botolan. 

Kondisi tersebut juga didukung dengan masifnya produksi air kemasan yang mencapai 30 miliar liter per tahun 2022, dengan total penjualan total sebesar Rp48 triliun. 

Berdasarkan data statistik industri, terdapat 1,176 miliar galon yang beredar di pasar setiap tahun. Dari jumlah tersebut, kemasan galon berbasis plastik polikarbonat mencakup lebih dari 80%. Selebihnya merupakan galon berbasis plastik dari jenis PET.