Pencatatan Nikah Beda Agama, Pengakuan dan Legalitas yang Salah

MUS • Monday, 5 Dec 2022 - 13:57 WIB

Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS Iskan Qolba Lubis (IQL) tidak setuju kalau benar Pengadilan Negeri (PN) Tangerang yang mengesahkan pernikahan beda agama.

Karena, kata Iskan, sebenarnya ini sudah melanggar batas hukum agama dan konstitusi.

Menurut Iskan apa yang dilakukan oleh PN Tangerang telah menyalahi Undang-undang Nomor 1 Pasal 2 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang dimana perkawinan yang sah adalah apabila perkawinan tersebut sesuai dengan hukum agama dan kepercayaan masing-masing.

Sedangkan dilingkungan masyarakat kita yang mayoritas Islam memiliki nilai moral dan budaya yang kuat, sehingga tidak dibenarkan perkawinan beda agama tersebut karena tidak sesuai dengan nilai-nilai yang melekat dimasyarakat kita.

“Sila pertama kita itu tentang Ketuhanan, kenapa makin kesini sifat-sifat kita tidak mencerminkan nilai-nilai Ketuhanan. Kita bangsa yang Islamnya paling besar, mengapa bisa-bisanya Pengadilan Negeri menerima pernikahan beda agama ini sebagai suatu yang biasa. Ini jauh dari budaya kita dan juga perintah agama. Pencatatan ini sudah merupakan pengakuan dan legalitas yang salah," ucap Iskan.

Pembenaran yang dilakukan oleh PN Tangerang juga sudah menyalahi pengertian HAM yang berlaku dimasyarakat kita. Menurut Iskan HAM yang berlaku di Indonesia memiliki Batasan- Batasan yang sesuai dengan nilai-nilai moral dan budaya yang ada.

Dalam pasal 28J Ayat 2 UUD 1945 juga disebutkan bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain. Pembatasan ini menurut Iskan berarti menjunjung nilai-nilai moral dan budaya yang ada dimasyarakat kita.

Pada tahun 2019 juga Mahkamah Agung (MA) pernah mengeluarkan fatwa tentang nikah beda agama tidak dapat dicatat. Namun, terdapat pengecualian yang tertuang dalam fatwa Nomor 231/PAN/HK.05/1/2019 yang pada intinya perkawinan tersebut dapat dicatat apabila perkawinan tersebut dilaksanakan berdasarkan agama salah satu pasangan dan pasangan lain harus menundukkan diri pada agama pasangannya.

“Jadi hukum kita ini sudah jelas, konstitusi maupun agama. Pasti ada batasannya dalam setiap pengertiannya. Ini yang harus masyarakat tau. Dan jangan sampai hal-hal yang diluar nilai-nilai moral kita ini terjadi dan malah disahkan atau didukung oleh salah satu lembaga negara kita. Kan bisa rusak negara ini," ucap Iskan mengakhiri.