Wakil Ketua FPKS: Presiden Jokowi Langgar UU No. 13 Tahun 2022

MUS • Thursday, 1 Dec 2022 - 10:24 WIB

Jakarta - Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Mulyanto, menganggap Presiden telah melanggar UU No. 13 tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Pasalnya dalam Raker Komisi VII DPR RI dengan Pimpinan Komite II DPD RI dan sejumlah manteri yang mewakili Pemerintah, tentang Pengantar Musyawarah RUU EBET, Selasa (29/11/2022), Presiden belum juga mengirimkan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU EBET.

Dalam rapat yang dihadiri Menteri ESDM, Menteri Keuangan, Menteri LHK, Mendikbud Ristek, Menteri BUMN, Menteri Perindustrian, Menteri Hukum dan HAM, secara terang-terangan pihak Pemerintah menyatakan belum dapat mengirimkan DIM kepada DPR karena masih berproses di Sekretariat Negara.

“Padahal menurut ketentuan Undang-Undang paling lambat 60 hari sesudah DPR RI mengirim surat maka Presiden wajib mengirimkan surat presiden yang disertai DIM kepada DPR RI. Dengan surpres dan DIM itu maka RUU akan dibahas bersama Pemerintah dan DPR. Sekarang sudah lebih dari 60 hari surat itu dikirim. Tapi Presiden belum mengirimkan DIM juga. Terus apa yang mau dibahas?” tegas Mulyanto.

Mulyanto menyebut peristiwa ini sebagai preseden buruk. Karena seolah membenarkan adagium yang mengatakan bahwa undang-undang dibuat untuk dilanggar.

“Dalam hal ini Presiden malah memberi contoh yang tidak baik. Padahal UU No. 13/2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ini relatif baru disahkan, yakni pada tanggal 16 Juni 2022. Ini kan artinya, UU baru dibuat sudah dilanggar. Ini sungguh contoh yang buruk,” imbuhnya.

Mulyanto mempertanyakan keseriusan Pemerintah menegakkan aturan hukum dan membangun ‘good governance’ dalam menjalankan roda pembangunan. Dengan sikap seperti ini Mulyanto menganggap Pemerintah tidak serius dalam mengembangkan EBET ini.

“Pertanyaannya, apakah dibenarkan dan tidak cacat hukum membahas RUU tanpa adanya DIM yang sah?” ujar Mulyanto.

Untuk diketahui pada Pasal 49 ayat (2) UU No. 13/2022 disebutkan bahwa:

(2) Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas Rancangan Undang-Undang disertai dengan daftar inventarisasi masalah bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima.