Perzinahan Dalam RKUHP : Delik Aduan & Lindungi Masyarakat

FAZ • Friday, 25 Nov 2022 - 19:45 WIB

Jakarta - Juru Bicara (Jubir) Tim Sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Albert Aries memahami adanya kekhawatiran sebagian masyarakat tentang adanya “isu” pasal RKUHP yang menyatakan bahwa hubungan seks di luar nikah dapat dipenjara 1 tahun, hal ini disampaikannya kepada media di Jakarta, Jumat, 25/11/2022.

“Sementara sebelumnya dalam KUHP yang berlaku saat ini perbuatan itu tidak dipidana, jadi kekhawatiran ini dapat dipahami," ujar nya.

Menurut Albert, tidak benar orang yang melakukan hubungan seks di luar pernikahan serta merta dapat dipenjara 1 tahun penjara, sebab jenis delik dalam tindak pidana perzinaan adalah aduan (klacht delict), sehingga tidak akan pernah ada proses hukum, tanpa adanya pengaduan dari pihak yang berhak mengadu, yaitu suami atau istri bagi yang terikat perkawinan dan orang tua atau anak bagi yang tidak terikat perkawinan.

"Tindak pidana perzinaan yang diatur dalam RKUHP juga mengatur alternatif sanksi pidana denda yang tidak diatur, atau dikenal dalam pasal 284 KUHP yang berlaku saat ini, sehingga kalaupun akhirnya terbukti memenuhi unsur, pelakunya tidak selalu harus berakhir di penjara, karena ada alternatif sanksi berupa denda kategori II (maksimal 10 juta Rupiah)," jelasnya.

Selain itu, menurut Albert, dalam melihat ketentuan tindak pidana yang ada dalam buku II RKUHP, masyarakat juga perlu melihat ketentuan Buku I RKUHP sebagai “operator”.

"Misalnya ketentuan Pasal 85 RKUHP yang mengatur tentang sanksi pidana Kerja Sosial yang dapat dijatuhkan jika pelaku melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 5 (lima) tahun dan hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II," ucapnya.

Lebih lanjut, Albert menyatakan bahwa frasa “penuntutan” dalam ayat 2 yang sempat dikritisi juga sudah diberikan penjelasan dalam Pasal 132 RKUHP, yaitu proses peradilan yang dimulai dari penyidikan.

Kemudian, Mengenai Tindak Pidana Melakukan Hidup Bersama Sebagai Suami-Istri Di Luar Perkawinan (Kohabitasi), Pemerintah dan DPR juga menyepakati ditambahkannya penjelasan bahwa dengan berlakunya tindak pidana kohabitasi ini, maka seluruh peraturan perundang-undangan lainnya (yang mengatur hal yang sama) menjadi tidak berlaku untuk menutup peluang adanya peraturan lain yang substansinya sama.

"Justru, disinilah RKUHP secara a contrario melindungi ruang privat masyarakat, karena dengan mengatur tindak pidana perzinaan dan kohabitasi sebagai delik aduan, maka pihak ketiga atau masyarakat yang tidak dirugikan secara langsung tidak boleh melakukan tindakan main hakim sendiri (eigenrichting), karena kewenangan mengadu hanya diberikan kepada mereka yang berhak mengadu," tutupnya.