She Said, Di Balik Jurnalisme Investigasi yang Mengangkat Kejahatan Seksual

MUS • Tuesday, 22 Nov 2022 - 09:37 WIB

Genre: Drama
Sutradara: Maria Schrader
Pemeran: Carey Mulligan, Zoe Kazan
Durasi: 2 jam
Distributor: UIP Movies Indonesia
Mulai tayang di bioskop Indonesia: 25 November 2022

Untuk Anda yang berprofesi, atau bercita-cita, atau dekat dengan kehidupan wartawan, "She Said" akan menjadi tontonan yang tepat. Sensasinya seperti menonton beberapa kerja jurnalistik yang diangkat ke layar lebar. Seperti "All the President's Men" (1976) dan "The Post" (2017) seputar liputan koran The Washington Post dalam skandal Watergate tahun 1970-an, serta "Spotlight" (2015) soal kerja jurnalis The Boston Globe yang mengangkat percabulan sejumlah pastur pada tahun 2003.

Bedanya, "She Said" mengangkat kejadian nyata yang baru terjadi pada tahun 2017, dan masih sangat relevan sampai saat ini. Tema emansipasi perempuan pun lebih terasa nyaring dibanding drama-drama soal jurnalistik pendahulunya. 

Kalau Anda sempat mengikuti gerakan di media sosial #MeToo, yang disuarakan penyintas pelecehan dan kekerasan seksual di seluruh dunia, serta membaca berita-berita tentang dugaan perilaku, termasuk kata-kata kasar Presiden AS Donald Trump pada perempuan, maka drama ini pun akan menarik diikuti. 

"She Said" bercerita tentang jurnalisme investigasi karya Jody Kantor, Megan Twohey, dan Rebecca Corbett dari surat kabar ternama New York Times. Laporan Kantor dan Twohey membawa mereka memenangkan Pulitzer Prize, salah satu penghargaan tertinggi bagi insan pers.

Pada 5 Oktober 2017, mereka menerbitkan artikel yang mengejutkan industri perfilman berjudul "Harvey Weinstein Membayar Penuduh Pelecehan Seksual selama Beberapa Dekade". Weinstein adalah produser ternama, salah satu pendiri studio Miramax, pernah menghasilkan "Pulp Fiction", "Good Will Hunting", dan masih banyak lagi. 

Perbuatan cabul Weinstein sebenarnya sudah ramai terdengar sebagai rumor. Namun tak ada bukti dan saksi yang menguatkan, sampai jurnalis Kantor dan Twohey, mengerjakan liputan mendalam. Mereka menemui para korban, mulai dari mantan pekerja, sampai nama-nama besar di Hollywood, seperti Ashley Judd, Rose McGowan, dan Gwyneth Paltrow. 

Seperti pengungkapan kejahatan seksual pada umumnya, investigasi duet peliput tersebut pun menghadapi banyak tantangan. Terlebih rentang waktu aksi kriminal sudah berlangsung lebih dari 20 tahun, dan tak ada yang mau berbicara karena pengaruh kuat Weinstein. 

Di sisi lain, Kantor dan Twohey adalah sosok ibu yang memiliki pergulatan masing-masing. Mereka harus bekerja ekstra membuat para narasumber percaya dan mau terbuka. Hal itu dilakukan siang malam di berbagai tempat. 

Para penyintas pun harus mengumpulkan keberanian untuk berbicara demi keadilan. Tidak hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi untuk mereka dan generasi masa depan, baik di AS, maupun seluruh dunia.

Penggambaran kegigihan Kantor dan Twohey, serta hancurnya harga diri para penyintas, juga disampaikan dengan sangat jujur dan rapi. Adegan tangis sering kali tidak cukup menyedihkan dibanding visualisasi lorong-lorong dan kamar-kamar hotel yang tampak mewah, tetapi menyimpan tindak kriminalitas, pemerkosaan, perundungan, dan pelecehan. 

Sisi Menarik

Menariknya, para wartawan sebagai pelaku sejarah, terlibat langsung untuk ​​menggambarkan cara kerja di New York Times. Peran penting yang dimainkan oleh editor termasuk Rebecca Corbett, yang mengawal pelaporan Weinstein, dan pimpinan Dean Baquet, juga menawarkan dukungan dan bimbingan tak ternilai kepada Kantor dan Twohey. 

“Tidak banyak representasi akurat tentang bagaimana rasanya bekerja di The New York Times dalam budaya populer,” kata Kantor. Jurnalis senior tersebut menyatakan, dia saat jurnalis dilecehkan, dikritik, diserang, tidak dipercaya, dicap dengan label seperti 'berita palsu' atau 'fake news' 

"The New York Times tidak sempurna. Wartawan di sini tidak sempurna. Tapi kami percaya pada ketulusan dan profesionalisme tempat dan pencarian kebenaran yang suci, dan kami ingin film apa pun mewakili tempat kerja kami seperti yang kami lihat dan kolega kami seperti yang kami lihat,” sambung Kantor. 

Rekannya, Megan Twohey menambahkan, “Ini bukan hanya soal ingin memastikan bahwa para jurnalis dari New York Times digambarkan dengan akurat dan berintegritas, tetapi narasumber kami juga, para wanita ini, para penyintas ini."

Berkat kegigihan keduanya, gelombang perubahan telah menghampiri Hollywood yang lebih bisa bersuara tentang kejahatan seksual. Sutradara Maria Schrader menyatakan, “Mungkin, perubahan yang lebih penting adalah cara pria dan wanita mempertimbangkan kembali pengalaman pribadi mereka tentang pelecehan atau pelecehan seksual.”

"She Said" juga menampilkan aktris Ashley Judd, berperan sebagai dirinya sendiri, sekaligus sebagai narasumber penting dalam artikel Kantor dan Twohey, yang bersedia dicantumkan namanya secara jelas. Hal lain, salah satu produser film ini adalah aktor Brad Pitt. Bintang ternama itu pernah bekerja sama dengan Weinstein, sekaligus juga mantan suami Gwyneth Paltrow, yang iroisnya merupakan penyintas kejahatan produser, yang kini mendekam di penjara. 

Menyaksikan "She Said" di bioskop akan menambah fokus kita, khususnya saat terkonsentrasi mengikuti jurnalis bekerja, menghubungi sejumlah narasumber, mengejar detail-detail, melengkapi fakta agar menjadi artikel yang kuat. (MAR)