Era Energi Hijau, Mulyanto: Perlu Grand Strategi Baru Industri Migas Nasional

AKm • Friday, 18 Nov 2022 - 14:30 WIB

Jakarta- Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, mendesak Pemerintah menyusun ulang strategi besar (grand strategi) pengelolaan industri migas nasional. Strategi itu dibuat berdasarkan perubahan kondisi potensial cadangan migas nasional serta perubahan lingkungan strategis dan transisi energi hijau

Tanpa perubahan grand strategi tersebut, kata Mulyanto, Indonesia akan sulit untuk mengoptimal pengelolaan migas nasional bagi kesejahteraan rakyat.

"Perlu dikembangkan grand strategi baru dalam pengelolaan industri migas nasional di era senja kala seperti sekarang ini. Agar pengelolaan migas kita optimal bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.  Ini perlu mendapat perhatian dan keseriusan Presiden Jokowi," kata Mulyanto saat Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dengan Kepala SKK Migas, Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
 
Mulyanto menambahkan bila manajemen SKK Migas dan Pemerintah tidak membuat terobosan besar atau berkegiatan bisnis as usual seperti sekarang ini maka lifting minyak terus anjlok. Bahkan target lifting APBN yang sudah rendah sekalipun tetap tidak tercapai. Sehingga laporan program eksplorasi dan pengeboran yang disampaikan SKK Migas, yang dikatakan sudah dilakukan secara masif dan agresif, tidak akan berarti apa-apa. Selama target lifting yang ditetapkan tidak tercapai. 
 
"Jadi mustahil, tahun 2030 bisa tercapai lifting satu juta barel per hari (BPH), kalau target lifting tahunan terus-menerus turun dan kinerja lifting tahunan tidak tercapai.Yang terjadi justru melebarnya gap realisasi dengan target 1 juta BPH.
 
Perlu kerja ekstra ordinary, termasuk investasi besar untuk menemukan giant discovery. Dan ini tentu tidak mudah, kalau iklim usahanya masih seperti sekarang ini," kata Mulyanto. 
 
Mulyanto prihatin bahkan di saat harga minyak dunia naik ternyata nilai investasi di bidang hulu migas tidak ada kenaikan. Pengusaha migas cenderung menggunakan keuntungan untuk membayar utang, membagikan deviden atau diversifikasi investasi di bidang green energy. Termasuk juga fakta hengkangnya perusahaan minyak raksasa asing dari Indonesia seperti Total, Chevron, ConocoPhilips dan Shell.

Karena itu, menurut Mulyanto, selain soal perlunya penguatan kelembagaan SKK Migas, yang juga penting untuk menarik investor adalah soal kepastian hukum. Jangan sampai kasus Blok Masela Abadi Maluku, yang membuat Shell batal investasi, berulang di Blok gas Andaman Aceh. Pemerintah perlu serius segera mematangkan revisi UU Migas.