YLKI: Pengendalian BBM Bersubsidi Tepat Sasaran

ANP • Saturday, 12 Nov 2022 - 23:26 WIB

 

 

 

 

JAKARTA - YLKI pada Senin, 7 November 2022 telah mengadalan diskusi publik bertajuk Pengendalian BBM Bersubsidi Tepat Sasaran di DKI Jakarta, yang dihadiri oleh multi stake holders, mulai akademisi, pengamat, pemerintah, BPH Migas, kalangan milenial, jurnalis, dll. Diskusi tersebut disiarkan scr live via KBR dan direlay oleh ratusan radio jaringan di daerah.

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, masyarakat sering salah kaprah, dengan membeli BBM yang lebih murah, tapi penghematannya tidak signifikan. Sedangkan dampaknya justru bisa lebih besar. Jadi masyarakat sebenarnya merugi, karena harus mengeluarkan biaya maintenance yang lebih tinggi

"Namun, di sisi lain ada fenomena kesadaran di kalangan generasi muda, bahwa BBM bersubsidi akan merusak mesin, mesin jebol sehingga mereka lebih memilih menggunakan bbm yg lebih bagus, seperti pertamax," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi dalam Webinar Pengendalian BBM Bersubsidi Tepat Sasaran di Wilayah DKI Jakarta, Senin (7/11/2022).

Namun pihaknya mendorong Pemerintah lebih konsisten dalam kebijakannya, misalnya dalam migrasi ke BBG. "Penggunaan BBG itu bagus, ORGANDA mendukung, tapi pemerintah sendiri tidak konsisten. Sehingga jangan sampai diplesetkan bahwa BBG adalah: bolak balik gagal. BBG memang lebih efisien dan lebih ramah lingkungan," katanya.

Menurut Tulus, BBM bersubsidi punya dua dimensi, adil secara ekonomi dan adil secara ekologis. Jika merujuk pad UU tentang energi, maka subsidi energi peruntukannya adalah untuk masyarakat tidak mampu. "Jadi jika BBM bersubaidi mayoritas digunakan oleh pemilik kendaraan bermotor, maka ini bentuk ketidakadilan dari sisi ekonomi. Dari sisi ekologis, BBM bersubsidi adalah bentuk ketidakadilan ekologis, sebab yang berhak atas subsidi energi adalah energi baru terbarukan, bukan energi fosil seperti BBM, apalagi BBM dengan kadar oktan yang rendah," ujarnya.

Untuk itu, ia berharap pemerintah mengembangkan transportasi umum yang baik, nyaman, murah, sehingga ketika terjadi migrasi dari pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum massal, akan menekan tingkat polusi di kota kota besar, khususnya Jakarta.

"Harus ada kebijakan berupa insentif dan disinsentif bagi warga. Sebagai contoh, bagi kendaraan yang tidak lulus uji emisi, maka bisa dikenakan tarif parkir progresif dan lebih mahal. Hal ini sudah mulai diujicobakan di Jakarta. Daerah lain bisa menerapkan hal yang sama," tambahnya

Tulus menilai upaya pemerintah untuk mempromosikan kendaraan listrik, belum cukup efektif untuk mengurangi polusi di Jakarta, tersebab jumlahnya masih minimalis, dibanding jumlah kendaraan bermotor yang berbasis bensin. Oleh karena itu, yang mendesak untuk mengurangi polusi di Jakarta adalah migrasi ke angkutan umum, dan mengganti menggunakan bahan bakar yang berkualitas baik dan ramah lingkungan.

 

"Harga keekonomian BBM jenis pertalite adalah dikisaran Rp17.000 perliter. Jadi, pemerintah menyubsidi lebih dari Rp8.000 perliter. Juga BBM jenis solar, yang masih dibanderol dengan Rp5.500 perliter, harga pokoknya juga dikisaranRp18.000-an per liter. Pun BBM jenis pertamax dan pertamax turbo, masih jauh dibawah biaya pokok. Sementara pertamax dan pertamax turbo bukan BBM penugasan. Sebagai perbandingan, lihatlah harga BBM setara pertalite (RON90) di SPBU non-Pertamina, harganya mencapai Rp16.800 perliter," tegasnya.

 

Sebelumnya, Pemerintah secara resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi mulai Sabtu, 3 September 2022 pukul 14.30 WIB. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Sabtu (3/9), mengatakan dengan adanya penyesuaian tersebut, maka harga Pertalite naik dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10 ribu per liter, solar naik dari Rp5.150 menjadi Rp6.800, dan Pertamax non-subsidi naik dari Rp12.500 menjadi Rp14.500.