Komisi IV DPR RI: Waktunya Bagi Indonesia Dorong Hilirisasi Kelapa Sawit

FAZ • Wednesday, 9 Nov 2022 - 13:53 WIB

Jakarta - Pemerintah diminta mendukung program hilirisasi kelapa sawit dalam rangka meningkatkan nilai tambah komoditas andalan Indonesia itu guna meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Anggota DPR RI dari Fraksi PPP, Ema Ummiyatul Chusnah mengatakan kelapa sawit memenuhi kriteria sebagai industri unggulan yang pantas untuk dikembangkan lebih luas lagi, mulai dari hulu hingga ke hilir.

Hal itu dikarenakan kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati tertinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya dan memiliki memiliki kemampuan menghasilkan minyak nabati yang banyak dibutuhkan oleh sektor industri  pengolahan.

“Kondisi itu tidak terlepas dari sifatnya yang tahan oksidasi dengan  tekanan tinggi,” katanya dalam program Wakil Rakyat Bicara Sawit yang tayang di TVRI, Selasa (8/11).

Pada dialog dengan tema “Mendorong hilirisasi sawit dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional” dia  menjelaskan minyak kelapa sawit dapat digunakan untuk beragam peruntukan, diantaranya untuk minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

Dengan demikian, katanya, sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk memasarkan minyak sawit.

Menurut dia, sudah sangat penting bagi Indonesia untuk mendorong hilirisasi industri kelapa sawit yang salah satu tujuannya adalah untuk mendapatkan nilai tambah produk bahan mentah, memperkuat struktur industri,
menyediakan lapangan kerja, dan memberi peluang usaha di Indonesia.

Hilirisasi industri minyak sawit nasional merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan jangka panjang industri minyak sawit Indonesia. Dia menyimggung dampak hilirisasi dalam jangka pendek, menengah maupun, panjang.

Kebijakan ini akan mengurangi  defisit perdagangan sektor industri serta mengurangi defisit neraca transaksi berjalan sehingga meningkatkan stabilitas ekonomi makro dan menjaga nilai rupiah agar tidak terlalu berfluktuasi dan menjaga harga tanda buah segar (TBS) ditingkat petani yang beberapa waktu lalu sempat turun.

Mengenai tantangan hilirisasi, dia menjelaskan saat ini ada anggapan bahwa tingkat pengembalian investasi (return on investment) pada industri hilir kelapa sawit relatif lebih kecil dibandingkan dengan industri hulu.

Margin keuntungan di sektor hulu (dengan menggarap perkebunan kelapa sawit) dinilai  lebih tinggi dibandingkan dengan margin keuntungan di sektor hilir, sehingga tingkat pengembalian investasi di sektor hulu lebih cepat dibandingkan dengan di sektor hilir.  “Hal ini mendorong penanam modal lebih memilih berinvestasi di perkebunan  (sektor hulu) daripada si sektor hilir yang lebih padat modal,” katanya.