Dubes Heri Akhmadi Puji Film ‘Dokumenter Masa Kini Adalah Masa Lalu’

MUS • Tuesday, 20 Sep 2022 - 18:49 WIB

Tokyo - Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Jepang Heri Akhmadi dan Ibu Nuning Akhmadi menyaksikan pemutaran film dokumenter  "Masa Kini adalah Masa Lalu (Ima wa Mukashi) di Hibiya Library & Museum, Tokyo pada Minggu, 18 September 2022. 

Film besutan sutradara Shinichi Ise seorang sineas film dokumenter Jepang ini mengisahkan  napak tilas Ise Shinichi dalam merunut perjalanan ayahnya, Chonosuke Ise, di Indonesia. Chonosuke Ise adalah seorang penyunting film propaganda Jepang saat menduduki Indonesia semasa perang dunia ke-2. 

Dubes Heri usai menyaksikan film menjelaskan Shinichi Ise telah berhasil membuat film masa pendudukan Jepang di Indonesia dengan nilai-nilai kemanusiaan.

"Upaya pencarian pribadi yang berhubungan dengan orang tuanya dikaitkan dengan pencarian nilai-nilai kemanusiaan didalam perang itu sendiri," ujar Dubes Heri yang didampingi Koordinator Fungsi  Penerangan Sosial Budaya KBRI Tokyo Meinarti Fauzie dan Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI Yusli Wardiatno.

"Ini bisa menjadi salah satu upaya untuk mendalami hal-hal yang menjadi milik bersama dari bangsa Indonesia dan Jepang. Yaitu shared history," tambah Dubes Heri. 

Shinichi Ise, Sutradara Film Masa Kini adalah Masa Lalu menjelaskan film ini diharapkan mampu meningkatkan saling pengertian diantara kedua bangsa. "Untuk meningkatkan saling mengenal dan pengertian diantara kedua negara. Baik Indonesia maupun Jepang dapat mengetahui masa pendudukan Jepang di Indonesia saat itu," terang Shinichi Ise yang selama 30 tahun melakukan riset menelusuri jejak sang ayah dalam pembuatan film dokumenter ini.

Aktifitas pemukiman padat penduduk Jakarta mengawali jalannya cerita di film ini. Komplek perkantoran dan studio Produksi Film Negara (PFN) di Jakarta, menjadi adegan yang sering ditampilkan Shinichi Ise di film itu. Ia menjelaskan, Chonosuke Ise kerap mengerjakan proses editing dan finishing film propaganda Jepang di studio PFN itu. 

Film berbahasa Jepang dengan teks bahasa Indonesia berdurasi 88 menit ini juga menampilkan cuplikan beberapa film propaganda Jepang yang dibuat sang ayah, Chonosuke Ise. Sekitar 130 buah film propaganda yang diproduksi oleh Chonosuke ini masih terawat dan disimpan di Arsip Audio Visual Belanda (the Netherlands Institute for Sound and Vision). 

Mendiang Rosihan Anwar, jurnalis senior Indonesia dalam film ini mengisahkan pengalamannya menjadi wartawan saat masa pendudukan Jepang di Indonesia.  Dalam film ini Shinichi Ise juga menampilkan wawancara singkat dengan beberapa warga Indonesia berusia lanjut seputar masa pendudukan Jepang di Indonesia.

Jelang penghujung film, Shinichi Ise menampilkan cuplikan film dokumenter karya ayahnya, yaitu Pengadilan Tokyo: Vonis Abad Ini tentang pengadilan vonis hukuman mati terhadap mantan Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo yang dieksekusi pada 23 Desember 1948. Di film itu Chonosuke Ise menyampaikan pesan tentang perdamaian. 

Pemutaran Film ‘Dokumenter Masa Kini Adalah Masa Lalu’ ini ditutup dengan diskusi yang menghadirkan Sutradara Shinichi Ise, Associate Professor Departemen of Asian Languages Kanda University of International Studies, Kaoru Kochi dan Dosen Kajian Asia Abad 21 Kokhusikan University, Jakfar Idrus. 

Film ‘Dokumenter Masa Kini Adalah Masa Lalu’ rencananya akan ditayangkan pada Festival Film Yogyakarta antara 15-17 November. Pemutaran film ini akan dilanjutkan ke Jakarta pada 21-22 November 2022 mendatang.

Sejak 1995 Shinichi Ise kelahiran 1949 ini telah memproduksi 13 film dokumenter diantaranya berjudul Home Sweet Home (2017) yang tampil di festival film di Taiwan, Korea Selatan, Romania dan Amerika Serikat. 

Rizki, salah seorang penonton,  mengapresiasi film dokumenter ini yang menurutnya sangat jujur menggambarkan pendudukan Jepang di Indonesia.

"Selama 8 tahun tinggal di Jepang baru kali ini saya menonton film dokumenter tentang pendudukan Jepang di Indonesia. Sangat jujur, sangat terbuka dan semoga banyak orang Indonesia dan Jepang menyaksikan film ini," sergah Rizki, mahasiswa Universitas Kokushikan Tokyo.