Harga Pokok Produksi BBM, PKS: Pemerintah Harus Transparan

AKM • Monday, 19 Sep 2022 - 16:07 WIB

Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, mendesak Pemerintah membuka komponen penghitungan harga pokok produksi (HPP) Pertalite-90. 

Menurutnya, dibandingkan dengan harga BBM sejenis di operator lain, harga BBM Pertalite-90 terlalu mahal. Padahal BBM dengan RON yang hampir sama di operator lain tidak mendapat subsidi. 

"Pemerintah harus terbuka soal hitungan-hitungan harga HPP BBM bersubsidi ini. Masa harga jual BBM bersubsidi dengan yang tidak bersubsidi hampir sama," ujar Mulyanto kepada media, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Mulyanto melihat selama ini Pemerintah terkesan menutup-nutupi komponen penghitungan HPP Pertalite ini. Rumusnya dibuat menjelimet agar hasil penghitungannya terkesan logis. Sehingga kemarin harganya harus dinaikkan menjadi Rp. 10.000 per liter.

"Padahal produk yang sama dioperator lain bisa dijual lebih murah. Ini kan aneh," tegas Mulyanto. 

Karena itu Mulyanto minta Pemerintah mempelajari penghitungan HPP dan harga jual BBM dari operator swasta. Pemerintah setidaknya bisa melihat model penghitungan Vivo, perusahaan SPBU yang bikin heboh baru-baru ini.

"Ketika harga minyak dunia turun, Vivo menurunkan harga jual BBM-nya, termasuk jenis Revvo 89 yang diturunkan menjadi Rp. 8.900 per liter.  Sementara harga BBM penugasan Pertalite-90 justru dinaikkan harganya menjadi Rp. 10.000 per liter. Ini kan fenomena yang luar biasa.  Harga Revvo 89, BBM non subsidi yang bergerak dengan mekanisme pasar dengan RON yang relatif sama, justru memiliki harga yang jauh lebih murah dibanding Pertalite 90, BBM yang disubsidi Pemerintah," terang Mulyanto. 

Hari ini BBM jenis Revvo 89,  dengan RON satu tingkat di bawah Pertalite, dijual dengan harga Rp 10.900 per liter.  Kompetitif dari Pertalite, yang dijual Rp. 10.000 per liter.

"Harus diakui dengan tingkat RON yang relatif sama, serta tanpa disubsidi sepeserpun, harga BBM jenis Revvo 89 ini sangat kompetitif dibandingkan dengan dengan Pertalite yang disubsidi Pemerintah. Maka kesimpulannya adalah Revvo 89 ini efisien atau Pertalite 90 yang kemahalan," jelas politisi PKS daerah pemilihan Tangerang Raya ini

Mulyanto menambahkan, kemungkinan yang terjadi adalah dua-duanya, yakni Revvo 89 efisien dan Pertalite 90 kemahalan.  Karenanya pemerintah harus menghitung ulang HPP Pertalite-90, dan membatalkan kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut.

 “Ini tidak make sense," tambah Mulyanto.