Rencana Penghapusan Daya Listrik 450 VA Menambah Beban Masyarakat

MUS • Thursday, 15 Sep 2022 - 22:38 WIB

Jakarta - Rencana Pemerintah melakukan penghapusan golongan pelanggan listrik berdaya 450 volt ampere (VA) dengan menaikkan daya menjadi 900 VA belum tentu secara signifikan bisa meningkatkan penyerapan kelebihan pasokan listrik dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.

Menurut Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak, dengan asumsi kebijakan subsidi tidak berubah yang terjadi malah akan membuat jumlah subsidi listrik membengkak seiring peningkatan penggunaan listrik.

“Apa pemerintah mau menanggung pembengkakan biaya subsidi listrik. Lha sekarang saja sudah mengeluh karena besarnya subsidi listrik untuk rakyat miskin dan rentan miskin,” kata Amin.

Berdasarkan data tahun 2021, ada 32,5 juta konsumen rumah tangga yang menerima subsidi. Jumlah tersebut terdiri dari 24,3 juta konsumen rumah tangga dengan daya listrik 450 VA dan 8,2 juta konsumen rumah tangga 900 VA.

Mengutip data PT PLN, besaran subsidi listrik untuk kedua golongan konsumen tersebut masing-masing Rp 80.000 per konsumen per bulan untuk konsumen rumah tangga daya 450 VA, dan untuk konsumen rumah tangga daya 900 VA adalah rata-rata Rp 90.000 per konsumen per bulan.

Total subsidi yang harus dikeluarkan untuk kedua golongan konsumen tersebut mencapai Rp 32,184 triliun atau 65 persen dari total subsidi listrik tahun anggaran 2021 sebesar Rp 49,76 triliun.

Dengan penambahan daya menjadi 900 VA dan asumsinya besaran subsidi tidak berubah, maka jumlah subsidi untuk rumah tangga miskin dan rentan miskin akan meningkat sedikitnya menjadi Rp 35,1 triliun. Persoalannya, dengan naiknya daya, ada kemungkinan konsumsi per rumah tangga akan ikut naik.

“Peningkatan konsumsi itu merupakan target yang diinginkan pemerintah untuk mengurangi pasokan berlebih. Saya prediksi, peningkatan konsumsi secara keseluruhan tidak akan terlalu signifikan, di sisi lain jumlah subsisi akan meningkat tajam” beber Amin.

Menurut Amin, jika tujuannya untuk mengurangi kelebih pasokan, maka yang semestinya dilakukan adalah memperkuat industri dalam negeri terutama di luar Jawa.

Amin menyontohkan, di Indonesia bagian timur yang merupakan sentra produksi perikanan, harusnya dikembangkan industri pengolahan produk perikanan sehingga mampu menyerap kelebihan pasokan.

Hal itu harus didukung oleh penguatan infrastruktur listrik antar pulau serta pemberian insentif bagi industri pengolahan berbasis sumber daya alam.

Selain itu, jika infrastruktur listrik antar pulau berkembang dan saling terhubung, maka hal itu akan memudahkan untuk ekspor listrik ke negara tetangga seperti Singapura, Timor Leste, dan Papua Nugini. Sehingga bisa menjadi solusi mengurangi kelebihan pasokan listrik.

Terkait penggunaan kompor listrik untuk mengurangi penggunaan gas LPG 3 kg, Amin juga mengaku ragu. Itu karena daya yang dibutuhkan oleh sebuah kompor listrik itu besar. Dengan teknologi terbaru saja buatan China misalnya, daya kompor listrik itu masih 600 watt ke atas.

“Penggunaan kompor listrik jelas akan menambah pengeluaran masyarakat untuk listrik. Apa iya konsumen rumah tangga miskin dan rentan miskin akan berbondong-bondong beralih ke kompor listrik,” tanya Amin.

Sementara itu, jika tujuannya untuk mengurangi subsidi LPG, mengapa pemerintah tidak gerak cepat mengalihkan konsumsi LPG atau liquid petroleum gas ke LNG atau liquid natural gas atau bisa disebut gas alam.

Dengan menggunakan LNG Indonesia tak perlu impor gas, bahkan bisa ekspor. Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), jumlah cadangan terbukti gas alam RI hingga 31 Desember 2021 tercatat mencapai 42,93 triliun kaki kubik (TCF).

Dengan asumsi produksi gas sebesar 6.000 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), maka cadangan terbukti gas ini masih cukup untuk sekitar 19,6 tahun ke depan.

Presiden Jokowi sendiri mengatakan, impor kita LPG itu mencapai Rp 80-an triliun dari kebutuhan Rp 100-an triliun karena harganya tinggi sekali. Dan subsidinya mencapai Rp 60 triliun – Rp 70 triliun. Menurut Amin, akan lebih baik dana sebesar itu diinvestasikan untuk eksplorasi dan eksploitasi gas alam.