AMSU Jakarta Gelar Aksi Meminta KPK Turun Ke Sumut

ANP • Wednesday, 24 Aug 2022 - 20:56 WIB

Jakarta - Aliansi Mahasiswa Sumatera Utara- Jakarta atau di singkat AMSU JAKARTA mengadakan aksi di gedung KPK Kuningan, Jakarta selatan untuk menyampain aspirasi dan juga point-point yang menjadi indikasi adanya pemugakatan jahat di sumatera utara terkait Proyek multi years jalan dan jembatan provinsi senilai Rp 2,7 triliun tahun 2022, 2023, dan 2024 yang bersumber dari APBD. 

* Perwira dalam orasinya menyampaikan , adapun ide brilian Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi ini sangat top tetapi jangan sampai menjadi ajang korupsi berjemaah oleh pihak pihak yang mencari keuntugan pribadi dan kelompok. Harus juga proyek ini menjadi perhatian semua pihak agar APBD Sumut yang notabane adalah uang masyarakat, terpakai dengan baik dan tepat sasaran. Ucap Perwira

“Oleh karena itu, Kami dari Aliansi Mahasiswa Sumatera Utata (AMSU) Jakarta berkewajiban untuk mengingatkan dan mendesak aparat penegak hukum (APH) agar bekerja ekstra mengawasi proyek Rp 2,7 triliun tanpa ada pertimbangan politis dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi . Tegas Perwira

Kemudian dari data dan informasi yang kami pelajari bahwa proyek multi years jalan dan jembatan senilai Rp 2,7 triliun ini menjadi sorotan publik dikarenakan tidak terdaftar di KUA-PPAS, APBD Sumut, dan DPA tahun 2022. Bagaiman bisa ini terjadi sehingga Dinas PUPR Sumut tetap ngotot untuk melaksanakannya, yang jelas jelas melanggar Perda dan Permendagri, yang artinya proyek Rp 2,7 triliun ini merupakan "PENUMPANG GELAP" di dalam APBD Sumut tahun 2022. Tegas Perwira

Dengan hitungan pagu pada tahub 2022 senilai Rp 500 miliar, tahun 2023 senilai Rp 1,5 triliun, dan tahun 2024 senilai Rp 700 miliar. Namun ternyata, kegiatan multi years tersebut diambil dari kegiatan yang sudah tertulis di dalam APBD Sumut. Artinya, proyek multi years itu hanya judul yang paket pekerjaannya diambil dari APBD. Kemudian, progres kerja yang dibuat sesuai dokumen lelang dan kontrak sebesar 67% bisa berubah menjadi 33% atas permintaan kontraktor. Kata kordinator Aksi Perwira

Selanjutnya begitu juga dengan proses lelang proyek yang pernah gagal sekali dan diduga disengaja dilakukan oleh pihak panitia lelang dikarenakan belum terjadinya deal atau kesepakatan kerja sama operasional (KSO) antara perusahaan yang disinyalir telah disiapkan sebagai pemenang lelang, yaitu PT. Waskita (BUMN) yang akhirnya menjadi pemenang pada proses lelang kedua. Kami menduga proses KSO yang terjadi antara PT. Waskita (BUMN) dengan PT. SUMBER MITRA JAYA (SMJ) dan PT. PIJAR UTAMA tidak terlepas dari perasn 3 orang BROKER yang diduga merupakan orang dekat dari Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmahyadi. Ketiga orang broker ini yang kabarnya berperan melakukan "DEAL" KSO dengan kesepakatan fee dari proyek Rp 2,7 triliun. Tegas Perwira

Tidak sampai situ, informasi yang kami dapat bahwa 1 dari 3 broker itu disebut-sebut bernama WAHYU alias W, dan 2 orang broker lainnya berinisial S dan L. Mereka bertiga ini yang mengatur pertemuan antara PT. Waskita (BUNM) dengan PT. SMJ dan PT. PIJAR UTAMA sehingga terjadi KSO yang diduga telah ada pencaira fee proyek di depan senilai Rp 10 miliar. 

Selanjutnya, dari informasi yang juga kami dapat, bahwa rekening KSO Waskita SMJ Utama di Bank Negara Indonesia (BNI) kabarnya masih kosong dan kini menjadi perhatian Anggota Komisi D DPRD Sumut. Perlu diketahui juga komisi D pun kabarnya mau memanggil pihak KSO yaitu PT. Waskita (BUMN), PT. SMJ, dan PT. Pijar Utama untuk mempertanyakan kekosongan rekening KSO, dan jaminan bank senilai Rp 118 miliar. Ucap Perwira

Oleh karena itu, AMSU menilai proyek multi years jalan dan jembatan provinsi di Sumut senilai Rp 2,7 triliun ini telah menyandara Gubernur Edy Rahmayadi dengan mengorbankan integritasnya yang selama ini terjaga yang harus berhadapan dengan APH dalam proses hukum, dan proses sosial politik pada masyarakat Sumut menuju Pilgubsu 2024. Oleh karena itu kami meminta agar kpk turun tangan dan mengusut dugaan-dugaan yang ada karena ada nama-nama yang semakin melebar dan menimbulkan kekacauan yang terjadi mulai dari executif dan legislatif provinsi samatera utara. Tutup Perwira. (ANP)