Solusi Menutup Kesenjangan Hasil Tanaman Serealia di Indonesia

FAZ • Thursday, 28 Jul 2022 - 13:32 WIB

Jakarta - Semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia tentunya harus disertai dengan peningkatan makanan pokok. Padi dan jagung, adalah dua tanaman serealia yang menjadi andalan negara kita, bahkan Indonesia hampir mencapai swasembada untuk kedua tanaman tersebut. Namun, kesenjangan hasil muncul sebagai kendala. Munculnya kesenjangan hasil, diakibatkan beberapa faktor. Diantaranya, perbedaan tingkat kesuburan tanah, cuaca, sumber daya manusia, infrastruktur, dan teknologi budidayanya.

Melalui program riset dan inovasi sejak 2016 dengan tim peneliti Indonesia, University of Lincoln Nebraska (UNL) USA dalam wadah Global Yield Gap Atlas (GYGA) Indonesia telah mengerjakan berbagai hal fokus dalam identifikasi masalah dan solusi dalam senjang hasil tanaman pangan, khususnya padi dan jagung di Indonesia. Diawali dengan identifikasi potensi hasilnya, capaian hasil aktual di lapangan, hingga perhitungan senjang hasil yang terjadi, serta mapping ketiganya dalam peta senjang hasil yang sudah tersedia dalam https://www.yieldgap.org/indonesia

Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN, Puji Lestari menerangkan bahwa pangan termasuk salah satu prioritas riset nasional dan program riset intensifikasi yang menjadi salah satu amanat utama Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko dalam arahan kerja beliau, khususnya dalam program riset tanaman pangan.

“Dengan riset ini kita dapat memetakan gap antara kemampuan potensi hasil dengan hasil aktual di lapangan serta fokus menemukan solusi permasalahan di lapangan untuk menurunkan senjang hasil tersebut,” jelas Puji.

“Penilaian skenario menunjukkan Indonesia dapat menghasilkan tambahan 24 dan 16 juta metrik ton (MMT) beras dan jagung setiap tahun. Kesenjangan hasil jagung jauh lebih besar dibandingkan padi, dan dalam kasus padi, kesenjangan hasilnya lebih besar di dataran rendah tadah hujan dibandingkan dengan kondisi irigasi. Hal ini dapat menutup kesenjangan hasil ke tingkat setara dengan 80% dari potensi hasil (ekosistem sawah irigasi) atau 70% dari potensi hasil air terbatas (ekosistem sawah tadah hujan),” rinci Puji.

Sementara Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN, Yudhistira Nugraha menjelaskan peluang kolaborasi lebih lanjut antara kedua institusi besar ini dalam mengidentifikasi masalah dan alternatif solusi  pertanian tanaman pangan untuk mendekatkan capaian hasil riil dengan potensi hasil tertingginya melalui  kegiatan riset dan inovasi yang lebih mendalam.

“Pengelolaan seluruh peluang dan kontribusi peran masing-masing komponen dapat digunakan sebagai pendekatan untuk memperkuat ketahanan pangan. Teknologi budidaya yang tepat untuk peningkatan produksi padi dan pendapatan petani, serta kelestarian lingkungan yang berkelanjutan diyakini dapat terwujud,” terang Yudhistira.

Peneliti Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN, Zuziana Susanti  mengatakan, pengelolaan hara menjadi salah satu kunci pengungkit hasil.

“Pemberian nutrisi yang tepat pada tanaman memiliki kontribusi sebesar 55% terhadap keberhasilan produksi.  Namun, hal ini mulai terganggu akibat tingginya penggunaan pupuk kimia secara tidak berimbang serta menurunnya kandungan bahan organik dalam tanah yang berakibat menurunnya kesuburan tanah, masalah lingkungan, dan efisiensi produksi,” paparnya.

“Riset dan inovasi untuk menurunkan senjang hasil pada tanaman pangan di Indonesia menjadi fokus program intensifikasi pertanian yang berkelanjutan. Peneliti diharapkan dapat berkolaborasi lebih luas dengan berbagai elemen untuk mewujudkan kecukupan dan ketahanan pangan di masa yang akan datang. Tak hanya itu, pendampingan, penyuluhan yang intensif serta penguatan kapasitas kelompok tani juga dapat dilakukan sebagai upaya mempersempit kesenjangan hasil tersebut,” pungkas Zuziana.