Pemerintah Dinilai Tidak Peka dalam Tata Kelola BBM Bersubsidi

AKM • Monday, 18 Jul 2022 - 21:23 WIB

Jakarta - Pemerintah sepertinya tidak memiliki sense of crisis terkait dengan tata-kelola BBM bersubsidi. 

"Sampai hari ini belum ada kejelasan tentang keputusan penambahan solar bersubsidi dan pertalite serta revisi Perpres No. 191/2014 terkait penyaluran BBM bersubsidi yang tepat sasaran,"  ujar Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, dalam keterangan tertulis, Jakarta, Senin (18/7).

Mulyanto menyebut alih-alih memperbaiki tata kelola distribusi BBM dan LPG, yang ada Pemerintah malah menaikan harga BBM dan LPG 3 kg non-subsidi pada 10 Juli lalu.

"Ini kan memicu migrasi pelanggan Dexlite menjadi pelanggan solar bersubsidi.  Termasuk juga migrasi pengguna LPG 3 kg non-subsidi menjadi pengguna gas melon LPG 3 kg bersubsidi. Penyebabnya, karena disparitas harga yang tinggi untuk produk dengan kualitas berdekatan," tegas Mulyanto. 

Ia menambahkan simulasi BPH migas menunjukan tanpa adanya penambahan kuota Solar dan Pertalite, diperkirakan BBM bersubsidi ini akan habis pada bulan Oktober 2022. Apatah lagi ketika terjadi migrasi pelanggan dexlite menjadi pelanggan solar bersubsidi.  Maka tekanan terhadap BBM bersubsidi akan menjadi semakin berat.  

"Ini bisa jebol lebih awal," jelas Wakil Ketua FPKS DPR RI itu. 

Seharusnya, imbuhnya, dengan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi yang lebih tepat sasaran, penghematan BBM tersebut dapat dilakukan. Namun nyatanya, sampai hari ini revisi perpres terkait pembatasan BBM bersubsidi belum diterbitkan Pemerintah.  

"Waktu berjalan, maka argometernya bergerak terus, akibatnya makin sedikit BBM bersubsidi yang dapat dihemat," ujar Mulyanto. 

Di sisi lain, lanjutnya, bising akibat rencana penerapan MyPertamina, makin menjadi-jadi, karena dasar hukum pendaftaran pelanggan BBM bersubsidi, yakni revisi Perpres No. 191/2014 belum juga juga terbit.

Karena Pemerintah lambat bergerak, soal penambahan kuota BBM, revisi Perpres pembatasan BBM, MyPertamina serta soal kenaikan BBM non-subsidi berkelindan menjadi satu, yang ujung-ujung bermuara pada ketahanan BBM nasional. Pemerintah mesti sigap mengatasi soal ini.  Bila tidak bisa berabe.

Untuk diketahui Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM menyepakati untuk mengusulkan penambahan kuota Solar dan Pertalite masing-masing 5 juta KL dan 2 juta KL pada tahun 2022.  Hal ini dikarenakan kedua jenis BBM ini akan habis stoknya akibat peningkatan mobilitas masyarakat dan bergeraknya mesin-mesin industri pasca pandemi Covid-19.

Namun demikian sampai hari keputusan Pemerintah terkait soal ini ini belum juga terbit.