Membangkitkan Wayang Alang-alang Lasem, Akulturasi Jawa-Tionghoa 

MUS • Sunday, 17 Jul 2022 - 20:04 WIB

Rembang - Pertunjukkan kesenian tradisional yang menampilkan tari-tarian Tiga Warna dan Wayang Alang-Alang khas Lasem, Rembang mulai digelar kembali untuk membangkitkan kreativitas para seniman, setelah aktivitas mereka dua tahun lebih terhenti akibat pandemi.

Pandemi yang melandai saat ini, mendorong para seniman mulai menggelar lagi kesenian tradisional dengan pementasan seni tari Tiga Warna dan Wayang Alang-Alang yang berlangsung di Pendopo Sanggar Sendangsari, Desa Sendangasri, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jumat (15/6) malam.

Sebelum pertunjukkan kesenian tradisional itu, acara diawali dengan dialog Laras Budaya bersama DPRD Prov Jateng, yang menghadirkan nara sumber Wakil Ketua Komisi E DPRD Jateng H Abdul Aziz  SAg MSi, Sejarahwan/budayawan Ernantoro dan Pegiat Seni  Yon Suprayoga.

Dialog Laras Budaya yang mengusung tema "Melesatarikan Seni Budaya Ke-Laseman"  itu, dipandu moderator oleh Dendi Ganda dari Trijaya FM Semarang.

Wakil Ketua Komisi E DPRD Jateng Abdul Aziz  mengatakan DPRD Jateng sangat peduli terhadap kesenian tradisional dan akan terus mendorong para seniman bisa menjaga, melestarikan dan terus berkembang.

“Kami akan berupaya untuk mendorong kegiatan para seniman agar terus berkreasi, sekaligus melestarikan kesenian tradisisional sebagai warisan leluhur,” ujar Azis.

Menurutnya, seni tari tradisional daerah, seperti tari-tarian Tiga Warna dan Wayang Alang-Alang yang berasal dari Lasem, Kabupaten Rembang harus dilestarikan karena seni tari ini nyaris punah, akibat derasnya kesenian modernesasi yang merebak di kalangan anak muda.

Cukup memprihatin, lanjutnya, dengan kondisi berkebudayaan dan berkesenian yang kian menurun, sehingga DPRD Jateng berupaya ikut mendorong para seniman bisa tetap mempertahankan,sekaligus untuk melestarikan seni tari tradisional daerah

Selain itu, tutur Azis, DPRD Jateng juga berupaya untuk ikut melestarikan dengan mengajak semua pihak, terutama kalangan seniman untuk terus ‘nguri-uri’ kesenian tradisional dan menjaga kelestarian budaya daerah.

“Saya sebenarnya sudah berupaya memperjuangkan pendanaan, kebetulan Komisi E DPRD Jateng yang membidangi kesenian dan kebudayaan yang berkeinginan dapat memunculan kemungkinan intervensi anggaran yang non fisik sifatnya dapat dipakai untuk kegiatan kebudayaan,” tutur Azis.

Dengan adanya dukungan pendanaan, lanjutnya, yang diharapkan bisa langsung turun ke desa-desa untuk berbagai pertunjukkan kesenian tradisional itu dipastikan bakal menghidupkan lagi para seniman berkreasi, tentunya dengan kemasan yang lebik baik, karena dampak efek positifnya sangat luas biasa yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi di daerah setempat.

DPRD Jateng, Azis menambahkan, bersama Pemerintah Provinsi Jateng konsen terhadap budaya kesenian tradisional, karena merupakan akar sejarah dan warisan leluhur, sehingga upaya ‘nguri-uri’ budaya merupakan bentuk sosial sebagai modal untuk menjaga, mempertahankan serta melestarikan budaya tradisional.

Selama ini, menurutnya, seni dan budaya sudah masuk dalam pokir (pokok-pokok pikiran) DPRD. Bahkan sektor tersebut sudah bisa mendapatkan anggaran dari pemerintah sebagai wujud kepedulian dalam upaya perlindungan dan pelestarian budaya.

“Mudah-mudahan pandemi yang melandai dan dipebolehkan pertunjukan pementasan kesenian digelar lagi, diharapkan mampu mendorong para seniman lebih berkreasi dengan mengemas pementasan maupun pagelaran kesenian yang lebih baik,” ujarnya.

Sementara itu, Sejarahwan/Budayawan Ernantoro menuturkan di Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang ada sekitar 20-an lebih kelompok kesenian tradisional. Kesenian Wayang Alang-Alang, menurutnya, adalah akulturasi kebudayaan antara Jawa, China dan Islam.

Tidak dipungkiri memang saat pandemi para seniman ini nyaris punah, akibat mereka tidak dapat menggelar pertunjukan, bahkan sama sekali tidak mendapat job tanggapan.

Namun, lanjutnya, kini mereka mulai kembali dapat manggung untuk mengisi hiburan baik pada hajatan khitanan maupun pementasan lainnya dan berkreasi lebih baik untuk ke depannya.

“Pertunjukkan Wayang Alang-Alang yang merupakan khas kesenian Lasem ini harus kita jaga dan kita lestarikan. Setiap desa juga harus mendukung dan ikut melestarikan kesenian itu, meski masih berjalan sendiri,” tutur Toro panggilan akrab Ernantoro itu. 

Wayang Alang-Alang pesisiran Lasem merupakan kesenian asli dari Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang yang moncer pada era 1990-an. Kesenian ini cukup unik karena tidak sembarang dalang bisa menguasai pementasan Wayang Alang-Alang Lasem.

Selain itu, Wayang Alang-Alang berbeda dengan wayang kulit atau wayang orang, mengingat wayangnya yang terbuat dari daun alang-alang dan untuk memainkan terbilang sulit, bahkan hanya dalang tertentu saja yang bisa memainkannya. Sebab, iringan gamelan dalam gelaran wayang ini harus bernada slendro dan tidak boleh ada nada pelog.

Dia menambahkan, Wayang Alang-Alang Lasem juga memiliki ciri khasnya dari tokoh-tokohnya. Hal unik dari wayang tersebut, setiap wayang boleh diberi nama atau tokoh sesuai dengan kebutuhannya.

Pegiat Seni Yon Suprayoga mengatakan di Lasem Rembang ini merupakan daerah seniman yang melibatkan ratusan seniman. Namun, selama ini mereka masih berjalan sendiri-sendiri dengan modal sesuai kemampuannya.

“Bahkan belum ada wadah untuk menyatukan para seniman Lasem itu, sehingga diharapkan DPRD Jateng maupun Pemkab setempat bisa membantu baik dari bantuan anggaran maupun bentuk lain agar segera terbentuk wadah kelompok/sanggar para seniman,” tutur Yon.

Yon juga beharap Lasem yang akan mendeklarasikan sebagai Kota Pusaka yang digagas para seniman bersama Pemkab dan DPRD setempat segera terujud agar memiliki wadah kebudadayaan yang lebih luas dan dapat mendorong kesenian tradisional Lasem cepat berkembang.

Usai dialog, digelar pentas seni tari Tiga Warna yang menggambarkan kehidupan majemuk multi ethis di Lasem sejak berab-abad lalu yang hidup rukun dan membaur. Penampilan tari Tiga Warna ini terdiri tarian ethis China, disusul tarian bernuansa Islam dan dilanjutkan tari bernauansa Jawa yang dimainkan seniman-seniman muda asuhan Suparlan.

Setelah pementasan tarian itu, dilanjutkan pagelaran Wayang Alang-Alang dengan menampilkan dalang Ki Salamun Cokro Wongso yang ditunggu-tunggu para penonton. 

Pagelaran Wayang Alang-Alang yang mengambil lakon “Perang Lasem Godho Balik" menggambarkan perjuangan tiga tokoh berbeda ethis di Lasem yang membangun kehidupan rukun dan damai.  (APb)