Putusan MK Tanpa Pembuktian, Berbahaya Jika Didasarkan Asumsi Hakim Konstitusi 

AKM • Thursday, 14 Jul 2022 - 09:44 WIB

Jakarta - Mahkamah Konstitusi - MK hingga kini belum mengambil keputusan yang memihak kepada pemisahan Pemilihan Umum (Pemilu) serentak di Indonesia. Semua gugatan yang menghendaki penghapusan  pemilu serentak dan menjadi terpisah untuk pemilihan presiden, anggota Dewan dan kepala daerah belum terqujudkan.

Mantan ketua DPR RI Fahry Hamzah menegaskan,  keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini menjadi korban dari permainan politik, sehingga putusan yang dihasilkan tidak independen. 

Hal ini setidaknya bisa dilihat dari putusan penolakan Hakim Konstitusi terhadap 30 kali gugatan uji materi (judicial review) terkait Undang-undang Pemilu yang diajukan ke MK. 

"Saya tidak terlalu tertarik untuk menuntut Mahkamah Konstitusi terlalu banyak, sebab MK itu juga korban dari permainan politik sekarang," katanya dalam Gelora Talk bertajuk 'Menyoal Putusan MK atas UU Pemilu: Pilihan Rakyat Makin Terbatas',  Rabu(13/7).

Menurut Fahri yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah, kamar yudikatif itu seperti MK harusnya independen, bukan justru terperangkap dalam permainan politik politisi. Saat ini, lanjutnya, aktor-aktor politik yang ingin berkuasa terus telah menyandera MK. 

"Makanya saya berani mengatakan, MK adalah korban, karena saya pernah menjadi politisi, tahu betul permainan politik seperti ini," katanya. 

Karena itu, kata Fahri, publik tidak bisa berharap banyak pada MK untuk memiliki kesadaran internal untuk memperbaiki dirinya, karena telah disandera politisi. 

"Jadi untuk memperbaiki MK ke depan, kita perlu elaborasi definisi negarawan agar mereka tidak mudah dipengaruhi politisi," ujarnya. 

Fahri menilai MK saat ini mendesak untuk dilakukan reformasi, karena keberadaanya telah melenceng dari tujuan awal pendiriannya, yakni sebagai penjaga konstitusi. 

"MK sekarang perlu di reformasi. Kita ini terlalu romantis, sudah 30 kali ditolak, kalau sudah 30 kali, ya MK sudah disandera terus oleh politisi. Maka politisinya kita tumbangkan," tegas Fahri. 

Fahri mengatakan, Partai Gelora akan menjadi yang terdepan dalam menjaga spirit demokrasi. Dimana ruhnya adalah menjaga sirkulasi pergantian kepemimpinan yang lancar. 

"Partai Gelora percaya spirit demokrasi yang sehat ditandai dengan lancarnya sirkulasi kepemimpinan di setiap level. Sehingga demokrasi kita tidak dikuasai oligarki. Kita perlu mengawal demokrasi yang mengedepankan substansi," tandasnya. 

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengatakan hal senada. Denny menilai sepanjang tidak ada keinginan dari oligarki di Istana dan partai politik tertentu untuk merevisi UU Pemilu, karena calon presidennya yang diusung terganjal, maka MK tetap akan menolak gugatan yang diajukan. 

"Indepedensi MK sudah hilang, meski sidangnya terbuka, tidak ada yang tertutup. Itu bukan jaminan tidak ada penyimpangan dan korupsi. Itu sudah terbukti, ada hakim MK yang korupsi," kata Denny. 

Denny mempertanyakan banyaknya persidangan di MK yang tidak dilakukan pembuktian, meskipun dalam peraturan dimungkinkan. 

Namun, apabila Hakim Konstitusi berpandangan telah mengetahui perkaranya dan tidak perlu ada pembuktian lagi untuk memutus suatu perkara, maka  asumsi tersebut sangat berbahaya. 

"Terus ngapain ada MK, belum diperiksa sudah tahu sendiri hakimnya. Harusnya secara prosedural kita bisa debat panjang. Apakah sikap Hakim Konnstitusi itu negarawan, saya kira tidak," tandas Denny Indrayana yang menjadi kuasa hukum DPD RI ini. 

Jika hal itu terjadi  kasus pidana atau perdata, lanjut Denny, sikap Hakim Konstitusi yang tidak menginginkan adanya pembuktian dalam suatu perkara, sangat berbahaya. 

Para tersangka atau para pihak dalam kasus perdata, bisa bisa bebas dengan asumsi yang salah hakim dalam memahami hukum tanpa disertai pembuktian. 

"Kita memang sedang diuji kesabaran kita dengan logika-logika yang absurd semacam ini. Langkah formalitas,  argumentasi dan legalitas kita sedang diuji betul. Kita sudah revolusioner untuk 30 kali menguji ini, karena menghormati konstitusionalitas. Tapi saya khawatir pada titik-titik tertentu, kesabaran itu akan hilang," tandasnya.