Guru Penggerak, Antara Keinginan Mulia dan Tantangan

AKM • Thursday, 14 Jul 2022 - 04:40 WIB

Klaten-  Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) kini tengah menggencarkan Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP).

Untuk mengetahui perkembangan Sekolah dan Guru penggerak Kemendikbudristek melakukan kunjungan ke kota Surakarta dan Kabupaten Klaten.

Berbagai  tantangan yang harus dihadapi guru yang mengikuti program tersebut, menyesuaikan paradigma pembelajaran yang baru dengan yang sebelumnya telah tertanam lama, sampai persoalan zona nyaman.

Aris Supriadi merupakan salah satu guru SD Islam Terpadu Hidayah dari Ngawen, Klaten, yang mengikuti PPGP. Ia mengikuti pelatihan dalam program tersebut selama sembilan bulan. Aris merupakan anggota PPGP angkatan ketiga. 

Sebagaimana diketahui, hingga Mei 2022, PPGP telah memasuki angkatan kelima. Sejauh ini, sekitar 5.500 guru telah dinyatakan lulus sebagai guru penggerak.

Aris menuturkan, selama pelatihan, ia kerap diajarkan metode pengajaran yang berorientasi kepada kebutuhan siswa. “Beberapa materi yang diajarkan adalah metode pembelajaran terdiferensiasi dan sosial emosi,” katanya, Rabu (13/7/2022). 

Metode pembelajaran terdiferensiasi adalah pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak. Dalam metode ini, siswa diandaikan memiliki tiga kecenderungan dalam menyerap informasi atau pelajaran, yakni siswa bertipe visual, dimana mereka lebih terbiasa menerima pelajaran dengan cara membaca atau melihat. Kemudian tipe audio yang lebih besar menerima informasi melalui pendengaran. Dan terakhir, tipe motorik, yakni yang lebih bisa mencerna informasi dengan berkegiatan di luar ruangan. 

Tantangan lebih lanjut yang perlu dipecahkan oleh guru adalah mengenali perbedaan-perbedaan karakter siswa itu. Sementara situasi kelas tidaklah diisi oleh karakter siswa yang homogen. Tetapi, justru terdapat beragam karakter siswa di dalamnya. 

“Jadi, gaya pembelajaran perlu disajikan dengan cara audio, visual dan motorik,” tuturnya. 

Sementara metode pengajaran sosial emosi lebih menyasar kepada suasana hati siswa dalam pembelajaran. Aris menuturkan, terdapat beragam situasi dari siswa-siswa yang berangkat ke sekolah dari rumahnya masing-masing. Perbedaan situasi tersebut bisa berpengaruh ke suasana hati siswa saat masuk kelas. 

Persoalannya, saat siswa mengalami suasana hati yang tidak baik, maka informasi apapun yang masuk sulit terserap. 

“Jadi, yang perlu dilakukan adalah bagaimana menyetarakan berbagai macam emosi yang ada tersebut ketika siswa sudah berada di dalam sekolah. Bisa dilakukan, misalnya, dengan melakukan permainan sebelum masuk ke pelajaran,” tuturnya. 

Aris mengaku, masih perlu banyak penyesuaian dengan paradigma-paradigma yang diajarkan dalam Guru Penggerak. Ia sendiri telah bergabung ke dalam paguyuban alumni Guru Penggerak di Klaten sebagai cara untuk bertukarpikiran dengan sesama guru penggerak. 

Persoalannya kemudian, anggota PPGP diharuskan menjadi sumber informasi bagi guru-guru lain yang tidak ikut program tersebut. Aris menyebutkan, kendala lain terkait hal ini adalah menyesuaikan waktu dengan kesibukan guru. Hal tersebut kerap kali membuat penyampaian informasi mengenai paradigma pembelajaran berorientasi kebutuhan siswa tersebut tidak tuntas. 

Dalam kunjungan berbeda, Iin Sulistianingsih, anggota PPGP dari TK Al Firdaus, Surakarta, memiliki pandangan lain tentang tantangan bagi guru untuk mengubah paradigma pengajarannya sesuai dengan Program Guru Penggerak. Tantangan itu terkait zona nyaman guru. 

Mengubah kebiasaan pengajaran memerlukan usaha lebih lagi dari rutinitas yang sudah ada selama ini. Terlebih, ada tiga modul pengajaran yang menjadi panduan dalam PPGP. Mempelajari modul tersebut dikatakannya memerlukan usaha yang lebih di tengah-tengah kesibukan guru. 

Meski terdapat beragam tantangan yang harus dihadapi oleh anggota Guru Penggerak, namun pemerintah telah menyiapkan jalur karir bagi mereka. Kemendikbudristek telah mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah. 

Peraturan ini menegaskan bahwa jalur kepemimpinan pendidikan ke depan adalah dari jalur guru penggerak.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Iwan Syahril mengatakan, pemerintah berupaya untuk mengubah paradigma kepemimpinan pendidikan Indonesia, dari paradigma kepemimpinan yang berfokus kepada administrasi pendidikan menjadi paradigma kepemimpinan yang berfokus kepada pembelajaran murid.p

“Melalui program ini, ke depan kita berharap lahir generasi baru kepemimpinan pendidikan Indonesia,” tuturnya.