DPRD Jateng Dorong Pembentukan Program Desa Mandiri Sampah

MUS • Wednesday, 6 Jul 2022 - 12:26 WIB

Semarang - DPRD Jateng mendukung pengelolaan sampah dari lingkup Rukun Tetangga (RT) maupun Rukun Warga (RW) dengan pengelolaan sampah melalui pembentukan bank sampah atau program kegiatan Desa Mandiri Sampah.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Jateng Hadi Santoso mengatakan permasalahan mengenai sampah menjadi hal krusial akhir-akhir ini. Peningkatan populasi, ekonomi, arus urbanisasi, dan peningkatan standar hidup masyarakat sangat berpengaruh besar dalam mempercepat laju pertumbuhan sampah suatu kota.

Di beberapa daerah, lanjutnya, sampah menjadi sumber masalah, bahkan berpotensi  menimbulkan bencana. Tidak terkecuali di Jateng. Pola sistem open dumping di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang telah dilakukan pemerintah belum mampu menjawab persoalan sampah itu sendiri.

Sebagai bentuk penyelesaian masalah perlu adanya penanganan dan pengelolaan sampah mulai dari hulu yaitu sampah rumah tangga, ujarnya dalam Diskusi Prime Topic, bertema Pengelolaan Sampah Rumah Tangga yang digelar di Lobby Gets Hotel Semarang, Selasa (5/7).

Dialog yang dipandu oleh moderator Advianto Prassetyobudi dari MNC Trijaya FM Semarang itu, selain Wakil Ketua Komisi D DPRD Jateng Hadi Santoso juga menghadirkan nara sumber Kepala Dinas Lingkungan Hidup & Kehutanan Jateng Widi Hartanto dan Dosen Falkutas Teknik Lingkungan Undip M Arief Budihardjo PH D.

Hadi Santoso menuturkan pihaknya juga meminta pegiat bank sampah di lingkungan RW aktif berperan. Ada nilai ekonomis dari pemilahan sampah anorganik dari warga yang dapat dijadikan potensi meningkatkan penghasilan bagi warga.

Menurutnya, terus bertambahnya jumlah populasi manusia, maka jumlah produksi sampah pun cenderung terus bertambah. Sampah-sampah yang belum bisa diolah karena keterbatasan alat dan kompetensi, tentunya akan menyebabkan timbunan sampah di TPA semakin menggunung. Hal ini lah yang sudah terjadi di berbagai daerah.

Selain itu, tutur Hadi, pasalnya, sampah yang dihasilkan baik dari rumah tangga hingga perusahaan setiap harinya terbilang banyak dan terus bertambah dan belum bisa diurai secara maksimal.

Dengan kondisi itu, tentu akan membutuhkan space atau ruang yang sangat besar. Bahkan 40 % dari jumlah panghasil sampah di Jateng, tercatat sumber paling besar dari sampah rumah tangga terutama sisa-sisa makanan, tutur Hadi.
Hadi menambahkan untuk melakuan penekanan jumlah sampah rumah tangga itu memang cukup rumit, mengingat nyaris tidak ada peraturan perudang-undangan resmi yang menjangkau dan juga sarana penekanan hukum lain yang bisa menyentuh sampah rumah tangga.

Selama ini hanya mengandalkan dengan edukasi dan sosialisasi terhadap kelestarian lingkungan kepada berbagai pihak agar dapat terwujud pengelolaan sampah yang lebih mandiri dan bertanggung jawab serta menumbuhkan kesadaran masarakat dalam pengelolaan sampah.  

Menurutnya, kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah masih rendah sehingga harus didorong melalui edukasi. Berbeda dengan penanganan sampah perusahaan, industri dan perhotelan yang lebih mudah, karena ada peraturan hukumnya.

Dia menilai membangun kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah yang bertanggung jawab membutuhkan waktu. Oleh karena itu diperlukan upaya yang lebih masif, salah satunya penegakkan hukum di tingkat daerah.

"Sekarang ini kita sudah bisa dikatakan darurat sampah, karena terbukti di ujung pembuangan akhir sampah (TPA), hampir semua kabupaten/kota di Jateng sudah overload, sehingga sangat membutuhkan banyak lahan untuk lokasi TPA," ujar Hadi.

Hadi menuturkan sampah telah menjadi persoalan yang sangat serius dan saling terkait antar dimensi, sehingga pelibatan seluruh komponen masyarakat, pemerintah desa, dunia swasta dan perangkat daerah menjadi sangat penting.
Selain itu, lanjutnya, resonansi kepedulian persoalan sampah secara terus-menerus juga sangat perlu dilakukan, guna membangun dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup & Kehutanan Jateng Widi Hartanto mengatakan di Jateng upaya untuk penanganan sampah sudah menunjukkan hasil, meski belum signifikan sesuai yang diharapkan. Hingga saat ini timbulan sampah di Jateng mencapai 6 juta ton per tahun.

Di Jateng pengurangan atau penekanan sampah sudah mencapai 19% tidak dibuang ke TPA, namun dapat dikelola, baik daur ulang maupun pengurangan penggunaan plastik serta gerakan yang digelorakan upaya untuk melakukan penanganan dan pengelolaan sampah yang dimuali dari sumbernya, tuturnya.

Menurutnya, perlu ada inovasi dalam pengelolaan sampah, sebagai upaya untuk mengurangi pembuangan sampah di TPA, seperti  TPSA sebagai Unit Pelayanan Teknis Daerah adalah unit yang melayani, menata, mengatur dan mengelola sampah yang ditimbulkan dari aktivitas kota. Penanganan tidak hanya dilakukan pada tumpukan sampah namun juga pada limbah lindi yang dihasilkan.

Widi menuturkan problem di berbagai daerah adalah keterbatasan lahan dan ketatnya peraturan pembuatan lokasi TPA, hingga masih banyak kabupaten/kota semakin kesulitan mendapatkan lokasi TPA.

Dinas Lingkungan Hidup & Kehutanan Jateng, memastikan bakal ikut membantu mengatasi kesulitan itu dengan berencana membangun Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)  Regional di Kabupaten dan Kota Magelang untuk melayani penampungan sampah di wilayah itu dan sekitarnya. 

"Inovasi dan teknologi IDF, yang menghasilkan sampah akan dimanfaatkan untuk bahan bakar sejumlah industri, bahkan satu pabrik semen sudah bersedia menerima pasokan dari TPST Magelang, selain dimanfaatkan sebagai energi terbarukan seperti di Semarang dan Surakarta," ujar Widi.

Pihaknya juga mengapresiasi pengelolaan sampah melalui pembentukan bank sampah tingkat RW. Pemilahan sampah anorganik dari rumah tangga sebagai wujud nyata mengurangi pembuangan sampah ke TPA.

Selain itu, tutur Widi, pihaknya juga terus mengajak masyarakat mengelola sampah menjadi nilai ekonomis. Pengelolaan dan penanganan sampah yang dimulai dari kelompok masyarakat terkecil ini akan menjadi solusi paling efektif dalam mengurai persoalan penanganan sampah.

Senada Dosen Falkutas Teknik Lingkungan Undip M Arief Budihardjo mengatakan berbagai macam cara dapat dilakukan untuk mengolah sampah rumah tangga menjadi berbagai barang bernilai. Mulailah dari memisahkan sampah-sampah yang dihasilkan di rumah tangga setiap harinya.

"Mari kita mulai dari langkah kecil dan mulai dari diri sendiri. Tentu kita tidak mau nantinya bumi tempat kita tinggal ini menjadi lautan sampah yang tidak dapat ditangani. Setelah berhasil mengelola sampah di rumah tangga, jangan lupa untuk menularkannya ke lingkungan sekitar agar lingkungan sekitar kita juga bisa mengelola sampahnya secara mandiri," ajaknya.

Arief menambahkan jika masyarakat sudah sadar dan mampu mewujudkan tercapainya kemandirian pengelolaan sampah, sudah dipastikan dengan pemilahan sampah bakal dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk pengelolan sampah. 

"Tujuan dari pengelolaan sampah mandiri adalah untuk mengubah sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga menjadi barang bernilai ekonomi atau mengubahnya menjadi bahan yang tidak membahayakan lingkungan. Namun peran masyarakat menjadi kunci utama untuk mewujudkan kemandirian pengolaan sampah, bahkan di Negara manapun peran masyarakat yang menjadi kunci," tutur Arief.

Poin utama, lanjut Arief, dalam suksesnya pengelolaan sampah adalah kesadaran masyarakat akan lingkungan. Setelah itu, barulah partisipasi aktif untuk mengurangi, memanfaatkan kembali, serta mendaur ulang. (APb)