BRIN Perkuat Ekosistem Riset Untuk Kebijakan Inklusif Hak Dan Peran Penyandang Disabilitas dalam Pembangunan

FAZ • Wednesday, 29 Jun 2022 - 07:15 WIB

Jakarta - Jumlah penyandang disabilitas di Indonesia diperkirakan mencapai 22,5 juta atau 5 persen dari total penduduk (BPS, 2020). Kompleksitas permasalahan dan upaya-upaya yang telah dilakukan sejauh ini belum mampu mengubah stigma dan stereotype atas penyandang disabilitas.

Masih banyak tantangan yang mengakibatkan perlakuan diskriminatif yang dialami penyandang disabilitas yaitu terbatasnya kesempatan dan akses pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik dan kesejahteraan, bahkan hak perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan.

Sejumlah program dan layanan yang ada juga belum efektif menjangkau semua penyandang disabilitas dalam mengatasi kesulitan hidup, memitigasi risiko yang dihadapi, dan mendukung resiliensi jangka panjang. Selain persoalan data penyandang disabilitas, masih minimnya bukti ilmiah untuk mendasari penyusunan kebijakan dan perancangan program yang tepat adalah salah satu faktor yang menyebabkan kebijakan dan program serta layanan penyandang disabilitas belum sepenuhnya inklusif, terpadu (lintas-sektor), dan memadai.

Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko menegaskan, BRIN memiliki fungsi untuk mendukung pembentukan kebijakan berbasis bukti.

“BRIN sebagai lembaga riset pemerintah juga memiliki fungsi untuk mendukung pembentukan kebijakan berbasis bukti (evidence based policy) melalui Deputi Kebijakan Pembangunan, Deputi Kebijakan Riset dan Inovasi serta Deputi Riset dan Inovasi Daerah,” kata Handoko di Jakarta, Rabu (29/6/2022)

“Termasuk dalam hal ini kebijakan terkait kesetaraan bagi disabilitas, dan memastikan bahwa disabilitas tidak menjadi kendala untuk mendapatkan hak dasar sebagai warga negara,” lanjutnya.

Menurut Handoko, melalui penyelenggaraan kegiatan MOST UNESCO, dan keterlibatan aktif BRIN sebagai focal point MOST UNESCO merepresentasikan Indonesia, sekaligus wujud konkrit dukungan dan perhatian BRIN atas kaum disabilitas. BRIN juga memiliki prioritas program riset terkait disabilitas ini.

Ketua Komite Nasional Indonesia untuk Program MOST-UNESCO, Tri Nuke Pudjiastuti mengatakan, komitmen global Indonesia dalam Sustainable Development Goals (SDGs) dengan prinsip-prinsip universal, integrasi dan inklusif untuk meyakinkan bahwa tidak akan ada seorang pun yang terlewatkan atau “No-one Left Behind” telah diturunkan dalam peraturan dan kebijakan serta mendorong semua elemen bangsa untuk kemajuan hak azasi manusia, termasuk upaya pemenuhan hak penyandang disabilitas.

Komitmen tersebut menurut Tri Nuke, terefleksi dengan perubahan paradigma dalam peraturan di tingkat nasional, yang awalnya UU Nomor 4 Tahun 1997 lebih mengandalkan sisi sosial (charity) dan kesehatan telah bergeser dengan mengedepankan pendekatan inklusivitas atas pemenuhan hak penyandang disabilitas sebagai warga negara Indonesia. Selain itu juga tertuang dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Undang-undang tersebut telah diikuti berbagai Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri, bahkan telah ada sekitar 20 persen peraturan daerah yang berperspektif disabilitas (Bappenas, 2021).

“Namun sampai saat ini, warga dengan disabilitas masih menghadapi berbagai masalah deprivasi, ketimpangan akses, ketidaksiapan layanan publik, dan diskriminasi dalam pembangunan dan bermasyarakat,” kata Tri Nuke.

Untuk itu, lanjut Tri Nuke, masih diperlukan ketersediaan data yang komprehensif, diperbaharui, dan diterbitkan secara reguler. Data terkini akan membantu riset menjadi lebih berkualitas dan pada akhirnya akan menghasilkan kebijakan berbasis bukti untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut.

Guna mendiskusikan isu strategis dan mengidentifikasi berbagai masukan sebagai dasar penyusunan kebijakan terkait peningkatan peran penyandang disabilitas yang setara dalam pembangunan, serta mewadahi komunikasi dan menguatkan relasi jaringan antar mitra dan pemangku kepentingan, Komite Nasional MOST UNESCO Indonesia akan mengadakan Konferensi Nasional Penguatan Ekosistem Riset Untuk Kebijakan Inklusif Guna Peningkatan Pemenuhan Hak Dan Peran Penyandang Disabilitas Dalam Pembangunan. Konferensi ini bertujuan untuk menyusun Roadmap Agenda Riset Nasional tentang Disabilitas 2023-2029.

Konferensi ini bertujuan untuk menyusun Roadmap Agenda Riset Nasional tentang Disabilitas 2023-2029, selain juga memberikan masukkan kebijakan pada isu-isu penting bagi pemangku kepentingan.

“Konferensi ini akan mendiskusikan Riset dan Tata Kelola Data tentang Disabilitas untuk Kebijakan Inklusif di Indonesia,” lanjut Tri Nuke.

Selain itu lanjut Tri Nuke, konferensi ini juga akan mendiskusikan sejumlah isu strategis lainnya yakni Pemenuhan Hak Pendidikan Secara Inklusif; Pemenuhan Hak Atas Akses dan Pelayanan Kesehatan; Peningkatan Hak Akses Ketenagakerjaan; Peningkatan Perlindungan Sosial yang Inklusif; Pemenuhan Hak Atas Keadilan, Partisipasi Politik, dan Hak Sipil lainnya; Pengembangan Riset Teknologi Alat Bantu bagi Penyandang Disabilitas; Pendanaan Riset Disabilitas sebagai Bagian dari Prioritas Riset Nasional.