DPRD Jateng Ajak Masyarakat Nanggap Wayang Kulit, Selain Tontonan Juga Ajarkan Nilai Pancasila

MUS • Monday, 27 Jun 2022 - 17:29 WIB

Klaten – Setelah dua tahun tak terdengar pementasannya karena pandemi, Kesenian tradisional Wayang Kulit di Kabupaten Klaten, peelan-pelan mulai bangkit dan tetap diminati semua kalangan masyarakat dari pedesaan hingga perkotaan. 

Para dalang mulai mendapatkan job pementasan, setelah pemerintah memberikan kelonggaran menggelar pertunjukan kembali, seiring dengan melandainya pandemi Covid-19. Wayang Kulit menjadi Kesenian tradisional sangat populer di Kabupaten Klaten dan tergolong pentas kesenian yang paling laris, oleh karena itu klaten sejak dulu dikenal melahirkan banyak dalang terkenal. 

DPRD Jateng akan terus berupaya menjaga kelestarian kesenian daerah, budaya, dan kearifan lokal warisan leluhur bangsa Indonesia, bahkan akan mendorong lebih berkembang.

Kali ini, Anggota Komisi B DPRD Jateng Kadarwati, menghelat pagelaran wayang kulit untuk mendorong aktivitas para seniman kembali semangat untuk bangkit kembali, setelah sebelumnya dua tahun lebih mereka terhenti total akibat pandemi Covid-19.

Sebuah pagelaran Wayang Kulit yang dikemas dalam acara Laras Budaya menampilkan dalang Ki Surono Purbo Carito asal Klaten digelar di Gedung Serbaguna, Desa Jatipura, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klateng, Minggu (26/6) malam. 

Sebelum pertunjukkan wayang kulit itu digelar, acara diawali dengan talkshow ‘Nguri-Uri Kesenian Tradisional Khas Klaten’ bersama DPRD Prov. Jateng, yang menghadirkan narasumber Anggota Komisi B DPRD Jateng Kadarwati, Kepala Disbudparpora Kabupaten Klaten Sri Nugroho dan Anggota Dewan Kesenian Klaten Supriyadi dan dimoderatori oleh Dendi Ganda dari MNC Trijaya FM Semarang.

Dalam diskusi yang disiarkan oleh MNC Trijaya FM, RDI Pandanaran Semarang dan iNews TV itu, Kadarwati mengatakan, DPRD Jateng akan terus mendorong kesenian tradisional di daerah agar semakin berkembang, hingga dapat dipertahankan dan dilestarikan.

Menurutnya, pagelaran ini merupakan salah satu momentum untuk menegaskan kembali pentingnya menjaga budaya lokal bangsa Indonesia yang sarat dengan nilai-nilai. Berbagai budaya lokal berperan besar dalam membentuk dan mengembangkan jati diri bangsa yang harus dijaga dan dilestarikan.

DPRD Jateng, tutur Kadarwati, berupaya terus turut melestarikan budaya-budaya bangsa dengan melekatkan pada momen-momen bersejarah yang tentunya dapat dijadikan tontonan dan tuntunan bagi masyarakat, terutama para generasi muda.

“DPRD akan terus melestarikan budaya-budaya Indonesia, yang mengandung nilai-nilai pancasila seperti wayang kulit, mengingat pementasan wayang kulit selain ribet, butuh ragat (dana) juga banyak melibatkan para seniman karawitan (wiyogo), sinden dan dalang, sehingga rasa kegotong-royongan bisa terwujud,” ujar Kadarwati.

Kadarwati menuturkan DPRD Jateng sangat peduli terhadap kesenian tradisional daerah, hingga akan terus didorong agar lebih berkembang ke depan dan tidak tergerus oleh seni budaya asing maupun modern.

Selain itu, lanjutnya, DPRD Jateng juga berupaya untuk ikut melestarikan dengan mengajak semua pihak, terutama kalangan generasi muda untuk terus ‘nguri-uri’ (melestarikan) kesenian tradisional dan mencintai budaya daerah yang merupkan warisan leluhur.

Sementara itu, Kepala Disbudparpora Kabupaten Klaten Sri Nugroho mengatakan di wilayah Kabupaten Klaten terdapat banyak seniman dan pertunjukkan Wayang Kulit masih sangat diminati, meski dua tahun lebih aktivitas mereka sempat terhenti akibat pandemi.

Di dearah Klaten terdapat sekitar 300an dalang dan beberapa di antaranya telah kondang namanya, tidak hanya di tingkat provinsi, maupun nasional, bahkan mancanegara.

Saat ini, lanjutnya, para dalang mulai bisa tampil lagi, setelah ada kelonggoran dari pemerintah, bahkan tanggapan pementasan juga mulai mengalir kembali dan diharapkan setelah pandemi melandai aktivitas mereka semakin berkembang pesat.

Menurutnya, dengan mulai adanya kelonggaran bisa manggung, seniman bisa berkreasi lagi meski dengan keterbatasan waktu, namun ini sebagai tanda-tanda kebangkitan kembali kesenian tradisional di daerah, terutama pagelaran wayang kulit.

Sri Nugroho juga mengapresiasi langkah DPRD Jateng yang terus mendorong para seniman tetap berkreasi dan ikut melestarikan kekayaan budaya bangsa dengan menggelar pementasan wayang kulit.

Senada Anggota Dewan Kesenian Klaten Supriyadi menuturkan sejak terjadi pandemi pada dua tahun lalu, tidak ada izin dari pemerintah setempat untuk menggelar pementasan kesenian, telah menyebabkan para seniman tidak mendapatkan job pertunjukkan dan dirasa sangat memberatkan bagi mereka.

Dengan kondisi itu, lanjutnya, para seniman terpaksa harus menggadaikan peralatannya untuk menyambung kelangsungan hidup, karena mereka telah kehilangan pendapatan selama dua tahun tidak dizinkan menggelar pertunjukkan, dan job pementasan pun terhenti total,

Seusai dialog ‘Nguri-Uri Kesenian Tradisional Khas Klaten’ itu, dilanjutkan penyerahan secara simbolis tokoh wayang kulit Semar dari Kadarwati kepada Dalang, sebagai bentuk motivasi kepada pelaku kesenian untuk tetap menjaga marwah kesenian dan meneruskan kepada generasi berikutnya. Sebaliknya sebagai bentuk apresiasi atas kepedulian terhadap kesenian, perwakilan dari sinden juga memberikan sebuah lukisan skets unik kepada Kadarwati. 

Pagelaran wayang kulit, malam itu menampilkan dalang Ki Surono dan sinden Anik blorong dan cempluk yang ditunggu-tunggu para penonton. Ki Surono Purbo Carito merupakan dalang kondang dari Desa Jarum, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.

Pagelaran Wayang Kulit yang mengambil cerita 'Semar Mbangun Khayangan' menggambarkan Tokoh Semar akan membangun khayangan, bukan berbentuk kerajaan khayangan secara fisik, tetapi membangun khayangan (jiwa dan raga) sehingga lahir dan batin menjadi bersih.

Semar mengutus Petruk ke Pandawa untuk mengajak membangun khayangan yang bersih jiwa dan raga dapat segera terwujud. Cerita ini mengandung makna sangat dalam yang selaras dengan kebijakan seorang pemimpin mendidik para prajuritnya.