“Arro Mencari Temen", Permainan Dolanan Anak yang Mengglobalisasi

MUS • Monday, 20 Jun 2022 - 16:17 WIB

Surakarta - Pertunjukkan permainan atau dolanan anak-anak sebagai ekspresi budaya mempunyai nilai-nilai seni dan pendidikan yang dapat diajarkan kepada anak-anak sebagai penguatan jati diri mulia, kini kembali ditampilkan oleh para seniman dari Sanggar Gedhong Kuning Surakarta.

Dolanan anak-anak yang diangkat dari kearifan lokal menyanyi dan menari untuk bersenang-senang kini semakin termajinalkan, bahkan cukup memprihatikan hampir punah akibat digerus dengan arus globalisasi.

Seniman dari Sanggar Gedhong Kuning kembali menggelar pementasan perdana dolanan anak yang mengusung cerita Arro Mencari Temen di Pendopo Rumah Kebudayaan Ndalem  Djojokoesoeman, Kelurahan Gajahan, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta, Sabtu (18/6) Malam.

Sebelum pementasan diawali lebih dulu dengan acara dialog Laras Budaya yang menghadirkan nara sumber Anggota Komsisi A DPRD Jateng ST Sukirno, Budayawan ST Wiyono dan Pelaku Kesenian Agung Kusuma Widagdo. Dialog yang mengusung tema Nguru-Uri Kesenian Tradisional itu dipandu oleh moderator Dendi Ganda dari Trijaya FM.   

Sukirno mengatakan permainan anak atau dolanan anak mengandung sebuah filosofi yang kuat dalam pembentukan karakter pada anak terutama untuk budi pekerti. Kejujuran, hormat-menghormati serta kompetisi semua ada.

Sayang, seni dolanan anak itu redup seiring dengan permainan yang digantikan oleh kecanggihan gawai. Pagelaran kesenian tradisional dolanan anak ini, lanjutnya, diharapkan mampu mengantisipasi arus globalisasi yang semakin deras.

"Saya percaya bahwa seni budaya adalah pilar budi pekerti, sehingga perlu terus dipertahankan. Bagaimana mungkin kita bisa melestarikan, melindungi dan mengembangkan dolanan anak apabila tidak ada pihak yang mengenal dolanan anak tersebut," ujar Sukirno.

Menurutnya, perkembangan teknologi dan globalisasi serta arus media yang kuat turut mempengaruhi hampir penuhnya kesenian dolanan anak.

Oleh karena itu, lanjutnya, anak-anak sejak dini perlu terus dikenalkan kepada kesenian dan tradisi budaya bangsa.
Sekarang jarang ada keramaian anak-anak bercanda, bersenda gurau di lapangan atau di tempat terbuka sambil bermain engklek, petak umpet atau bentengan. Yang ada mereka berkumpul, asyik sendiri-sendiri dengan gawainya," tuturnya.

Sukirno menuturkan dolanan anak juga ada nilai kuat yang dikandung yakni rasa unggah-ungguh kepada orang yang lebih tua. Tata nilai tersebut oleh Presiden RI Pertama Soekarno digali menjadi lima sila yang disebut Pancasila yang merupakan dasar dari Indonesia.

Selain itu, tutur Sukirno, permainan anak juga terdapat nilai kemanusiaan, kebangsaan dan kebangkitan. Semua bermula dari kesenian tradisional ini yang perlu terus dilestarikan supaya masa mendatang bisa mengerti makna dari kesenian dolanan anak.

Kesenian itulah mengajarkan mengucap dimana negara membutuhkan kejujuran.

"Tujuan dolanan anak ini diadakan adalah untuk mengenalkan dan melestarikan dolanan tradisional, mengembangkan kesadaran bahwa dolanan anak dan tradisional sebagai warisan budaya, dan menanamkan pendidikan karakter lewat dolanan anak," ujarnya.

Sementara itu, pelaku kesenian Agung Kusuma Widagdo mengatakan kesenian dolanan anak menjadikan rasa yang ditanamkan kepada anak-anak mempunyai rasa toleransi dan kejujuran mereka.

Dia menambahkan supaya kesenian dolanan anak ini tidak punah harus ada kerja sama dengan dinas terkait maupun dengan sanggar-sanggar seni yang melatih, karena tidak adanya sanggar sekolah seni pun akan kosong.

Senada budayawan Wiyono menuturkan seni dolanan anak merupakan poros, seluruhnya terkandung banyak emosional, cita-cita serta unggah-ungguh semua ada di kesenian tradisional ini.

Dekorasi dan berbagai macam cara bisa menghidupkan dolanan anak, itu mereka mempelajari kesenian dolanan anak nusantara. salah satu saling menghargai, toleransi yang akan terbentuk disitu, tutur Wiyono.

Di situ ada semua wujud dari Pancasila, lanjutnya, nilai yang terkandung dalam dolanan anak sebetulnya luar biasa. Ini merupakan salah satu kekayaan budaya, banyak hal kekayaan yang luar biasa tetapi tidak pernah terpakai.

Usai Dialog itu dilanjutkan degan pegelaran dolanan anak-anak yang melibat 20 seniman bocah dari Sanggar Gedhong Kuning Pimpinan Pujiyono. Pementasan dolanan anak mengusung cerita Arro Mencari Temen.

Dengan gaya kocak dan dialog menggunakan bahasa khas Jawa Tengah anak-anak sanggar tersebut pun mengundang tawa para pengunjung yang menyaksikan aksi mereka di Pendodpo Ndalem  Djojokoesoeman yang merupakan rumah priyayi milik Keraton Surakarta yang dibangun pada 1978. 

Mereka ada yang bermain engklek, congklak atau dakon, gangsingan, rangku alu (loncat bamboo) dengan riang gembira sambil bernyanyi bersama.

Penampilan dolanan anak-anak dengan lakon Arro Mencari Temen menceritakan seorang anak kota yang pindah ke sebuah desa. Arro belum memiliki teman di desa tersebut, sehingga dia memilih bermain game melalui handphone-nya sampai akhirnya Arro bertemu anak-anak desa yang sedang bermain permainan tradisional.

Ide kreatif Arro muncul untuk memperkenalkan permainan tradisional yang ada di desa tersebut melalui fitur-fitur vlog video yan ada di handphone agar permainan tradisional dikenal mengglobalisasi.

Permainan tradisional dapat memudahkan anak-anakberadaptasi dan berinteraktif secara langsung dengan penuh keceriaan. Akhirnya Arro mendapatkan banyak temen di desa untuk bermain setiap saat.

Para anak laki-laki dan perempun yang memainkan kesenian tradisional dolanan anak asuhan Pujiyono itu penuh semangat menari dan bernyanyi dengan ceria hingga acara berakhir. (APb)