Pagelaran Wayang Kulit Tauhid Kembali Bangkit

MUS • Sunday, 5 Jun 2022 - 20:04 WIB

Klaten - Kesenian tradisional yang menampilkan pagelaran wayang kulit mulai digelar kembali di Kabupaten Klaten, untuk membangkitkan kreativitas para seniman pada pasca pandemi Covid-19, setelah aktivitas mereka dua tahun lebih terhenti akibat pandemi.

Para seniman mulai membangkitkan kembali kesenian tradisional dengan menggelar wayang kulit Tauhid perdana yang berlangsung di Pendopo Soeboer, Trunuh Sraten, Kabupaten Klaten, Sabtu (4/6).

Pertunjukkan wayang kulit Tauhid sangatlah berbeda dengan wayang kulit pada umumnya yang menceritakan Brahmana, bahkan ada Werkudoro, Gatot Kaca, Punakawan dan lainya. Namun pagelaran wayang Tauhid ini lebih unik, didasarkan pada tujuan mensyiarkan agama Islam dengan cerita kisah-kisah para wali (Walisongo). 

Wayang kulit Taufid diciptakan oleh dalang kondang bernama Ki Sunardi Wiro Carito pada 1991 dan merupakan satu-satunya di Klaten, bahkan di Tanah Air. Pagelaran kali ini dengan mengusung salah satu lakon yang sarat nilai agama, pengetahuan, dan pesan moral dengan berjudul Raden Said Wikrido. 

Sebelum pertunjukkan wayang Tauhid itu, acara diawali dengan dialog Laras Budaya bersama DPRD Prov Jateng, yang menghadirkan nara sumber Wakil Ketua Komisi B DPRD Jateng Dra Hj Sri Maryuni, Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Disbudparpora Klaten Widowati dan Pelaku & Pengamat Kesenian Marsono S KAR. Dialog dipandu moderator dari Trijaya FM Semarang.

Wakil Ketua Komisi B DPRD Jateng Dra Hj Sri Maryuni mengatakan DPRD Jateng akan terus mendorong kesenian tradisional di daerah agar semakin berkembang, hingga dapat dipertahankan dan dilestarikan.

"DPRD Jateng sangat peduli terhadap kesenian tradisional daerah, bahkan seni dan budaya sudah masuk dalam pokir (pokok-pokok pikiran) DPRD. Sektor tersebut sudah bisa mendapatkan anggaran dari pemerintah sebagai wujud kepedulian dalam upaya perlindungan dan pelestarian budaya,"ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, DPRD Jateng juga memiliki progam pagelaran seni budaya, untuk membantu membangkitkan kembali kesenian tradisional daerah, mengingat di Jateng memiliki beraneka ragam kesenian tradisional di sejumlah daerah, sehingga kegiatan ini sekaligus dapat ikut melestarikan budaya daerah sebagai warisan leluhur.

Menurutnya, progam itu juga sebagai upaya untuk mendorong kegiatan para seniman di daeah terus berkreasi dan dapat kembali menggelar pertunjukkan. DPRD bersama Pemerintah Provinsi Jateng konsen terhadap budaya kesenian tradisional, karena merupakan akar sejarah dan warisan leluhur, sehingga upaya nguri-uri budaya merupakan bentuk sosial sebagai modal untuk menjaga, mempertahankan serta melestarikan budaya tradisional.

Maryuni menuturkan progam pemberian bantuan pokir itu, tentunya tidak semua sanggar seni mendapatkan, melainkan bagi mereka yang sudah memenuhi persyaratan terutama yang berbadan hukum sesuai ketentuan Pergub.
Kegiatan pertunjukkan kesenian di daerah, tutur Maryuni, akan mendapat bantuan anggaran jika sanggar kesenian yang ditunjuk sudah berbadan hukum sesuai peraturan Perbub. 

"Oleh karena itu, supaya gayung bersambut antara Provinsi dengan Kabupeten/kota, maka harapan kami agar para seniman di daerah segera mengajukan sanggarnya untuk dapat mendaftarkan hingga memiliki badan hukum," kata Maryuni.    

Menurutnya, kesenian tradisional itu sangat penting dilestarikan, karena selain dapat menghibur masyarakat, juga ada nilai-nilia  moral, nilai-nilai sopan santun, nilai-nilai penghormatan, bahkan berkarakter itu ada didalam kesenian tersebut.

"Kesenian tradisional harus dilestarikan, dibangun dan dikembangkan terus, agar generasi muda dapat mencintai. Apalagi di era digital saat ini pengaruh budaya asing bermunculan di berbagai media sosial (medsos)," ujarnya.

Pandemi yang melanda Tanah Air hampir dua tahun lebih, para seniman wayang Tauhid ini nyaris punah, akibat mereka tidak dapat menggelar pertunjukkan, bahkan sama sekali tidak mendapat job tanggapan.

"Mudah-mudahan pandemi yang melandai dan dipebolehkan pertunjukan pementasan kesenian digelar lagi, diharapkan mampu mendorong para seniman lebih berkreasi dengan mengemas pementasan maupun pagelaran kesenian yang lebih baik," tutur Maryuni.

Sementara itu, Kepala Biang (Kabid) Kebudayaan Disbudparpora Klaten Widowati mengatakan di Kabupaten KLaten ada ratusan sanggar seni, bahkan daerah ini menjadi gudangnya dalang wayang kulit karena mereka lahir di Klaten dan tidak sedikit dari mereka yang namanya kondang. 

Namun, menurut Widowati, hingga saat ini dari ratusan sanggar seni yang ada hanya tercacat baru 14 sanggar seni sudah teregalisasi (berbadan hukum), dan segera menyusul sanggar seni lainya.     

"Kami sangat konsen dengan kesenian tradisional daerah, bahkan kami terus bersinergi berkolaborasi dengan para pelaku seni, termasuk Dewan Kesenian Klaten untuk melakukan edukasi kepada para generasi muda," ujarnya.  

Tidak hanya itu, lanjutnya, Disbudparpora juga terus berupaya mendorong kegiatan para seniman, agar generasi muda yang mulai meninggalkan dan menyukai kesenian modern dapat lebih menyukai kesenian tradisional.

Selain itu, menurut Widowati, Disbudparpra Klaten juga berupaya untuk ikut melestarikan dengan mengajak semua pihak, terutama kalangan generasi muda untuk terus nguri-uri kesenian tradisional dan menjaga kelestarian budaya daerah.

Senada Pelaku & Pengamat Kesenian Marsono S KAR menuturkan di Kabupaten Klaten merupakan kantong para dalang yang melibatkan ratusan seniman kerawitan dan sinden. Bahkan Wayang kulit Taufid dari Sanggar Bandung Bondowoso pimpinan Ki Sunardi Wiro Carito, sebelum pandemi sudah melakukan pertunjukkan di berbagai kota besar.

Marsono menambahkan para sanggar seni di wilayah Klaten sangat mengharapkan adanya bantuan perlengkapan kesenian dari pemerintah agar mereka ke depan dapat berkreasi lebih baik dengan melibatkan para seniman muda.  

Usai berdialog, pertunjukkan wayang kulit Tauhid yang ditunggu-tunggu para penonton mulai digelar dengan melibatkan 20 seni kerawitan dan dua sinden ayu dari Sanggar Bandung Bondowoso dan anggota Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Klaten.

Wayang kulit Tauhid dengan dalang Ki Sunardi Wiro Carito yang mengambil lakon Raden Said Wikrido yang menggambarkan Sunan Kaliga saat masa muda sedang berguru ajaran Islam pada Sunan Ampel.

Dengan melihat keadaan realita di daerahnya di Kabupaten Tubah dia merasa prihatin, karena banyak para begal, maling dan orang berandal, tidak hanya dilakukan dari orang-orang kecil, namun juga orang besar para pemimpin Kadipaten.

Melihat keadaan itu, Raden Said menyamar sebagai orang brandal dengan nama Lokojoyo melakukan tindakan sesuatu dengan bertarung dan mengambil barang-barang rampokan untuk diberikan kepada fakir miskin dan kaum duafa.

Selain itu, tujuan Raden Said juga ingin menyadarkan mereka termasuk para nayoko progo Kadipaten Tuban yang menindas rakyatnya dengan memungut pajak, merampas harta dan lainnya.
Upaya Raden Said itu akhirnya berhasil dan banyak warga mulai menjadi pengikutnya dan masuk beragama Islam.

Langkah ini juga mengejut bagi Ayahnya yang menjadi Bupati Tuban. Ayahpun ikut terharu hingg berubah kebijakan dengan menangkap para perampok untuk dipenjarakan.  

Dalang Ki Sunardi Wiro Carito yang juga sebagai Ketua Komisi Kerawitan Dewan Kesenian Klaten itu mulai mencipatakan dan meperkenalkan wayang kulit Tauhid sejak1991 lalu. 

Wayang Tauhid adalah wayang kulit kreasi yang digunakan sebagai media dakwah Islam di Jawa. Kehadiran wayang Tauhid bermula dari upaya untuk mengangkat kesenian tradisional berbasis ajaran Islam, mengingat minimnya kesenian yang bernafaskan Islam di kalangan masyarakat Jawa. 

Bentuk wayangnya realistis, memakai jubah dan tutup kepala semacam sorban atau ikat kepala seperti kyai di Jawa. Tokoh-tokoh yang diwayangkan berhubungan dengan sejarah penyebaran Islam di Jawa, seperti Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan Raden Patah. Sedangkan tokoh punakawan dalam wayang sadat bernama Kyai Iman, Ki Salim, Ki Kasan, dan Ni Jamilah. 

Lakon yang dibawakan berkaitan dengan penyebaran Islam di Jawa pada masa kerajaan Demak, di antara lain Kepyakan (berdirinya) Masjid Demak, Wanasalam, Sunan Kalijogo, Ki Ageng Pandanaran, Wisuda Adipati Demak, dan Joko Tingkir. 

Pertunjukan wayang Tauhid umumnya berlangsung sekitar dua-empat jam, yang diawali dengan iringan bedug dan gendhing Assalamualaikum sebagai salam pembuka, serta gendhing Hamdallah sebagai salam penutup. 
Lagu pengiringnya juga bernuansa Islam seperti Istighfar, Robbana, As Salam, dan Arkanul Iman. 

Dalang tidak mengenakan beskap lengkap seperti pada pertunjukan wayang kulit biasa, melainkan busana muslim yakni mengenakan sarung, jubah  dan sorban putih. (APb)