Enggan Revisi UU Pemilu, Parpol Besar Terjebak Zona Nyaman Keluasaan

AKM • Thursday, 2 Jun 2022 - 12:03 WIB

Jakarta - Pakar Politik dari Universitas Indonesia Hurriyah mengatakan, keengganan DPR merevisi UU Pemilu, karena parpol besar terjebak pada zona nyaman kekuasaan. Sehinga akan berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan kekuasaan usai Pemilu 2024.

"Kepentingan politik praktis membuat parpol besar tidak merevisi UU Pemilu. Mereka sengaja mempersempit ruang kompetisi. Tapi ini menjadi dilema dan menggali kuburnya sendiri, jika hasilnya di Pemilu 2024 tidak sesuai yang diharapkan," ujarnya dalam Gelora Talks bertajuk "Pro Kontra Pileg dan Pilpres 2024 di Waktu Bersamaan, Apa untung dan Ruginya?, Jakarta, Rabu (1/6).

Hurriyah berpandangan UU Pemilu No.7 Tahun 2017 tidak hanya menyulitkan parpol baru, tetapi juga parpol lama dan menciptakan tantangan berat bagi semua pihak.

"Kita perlu mempertimbangkan ulang pelaksanaan Pemilu Serentak, karena dampak kerumitan yang bakal ditimbulkan sangat besar. Efektifitas pemerintahan yang dihasilkan juga tidak bisa menjawab problem-problem yang kita dihadapi sekarang. Pemilu 2024 super kompleks, menjadi pemilu yang super eksperimental," katanya.  

Menurut dia, pemisahan Pilpres dan Pileg di Pemilu 2024 akan mendorong terjadinya efektifitas pemerintahan yang dihasilkan, serta akan memperkuat sistem presidensial, baik penguatan legislatif maupun eksekutif.  

"Keserantakan Pemilu seperti sekarang ini, banyak mudharatnya dan tidak akan membawa manfaat, sehingga kita perlu mengkaji lagi untuk memberi kesempatan lebih banyak tujuan penyelenggaraan pemilu itu tercapai," katanya.

Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengusulkan pemisahan Pileg dan Pilpres 2024 tidak digelar dalam waktu bersamaan, dengan mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Supaya Presiden yang akan datang mendapatkan dukungan suara aktual dan legitimasi dari hasil perolehan suara Pileg 2024.

"Sehingga kita menentukan pelaksanaannya dimulai dengan pemilu legislatif terlebih dahulu, baru kemudian pemilihan presiden agar jaraknya tidak terlalu jauh untuk mendapatkan dasar dukungan perolehan suara untuk seorang calon presiden," jelasnya.

Anis Matta berharap agar keinginan semua orang untuk berpartisipasi secara politik maupun sebagai kandidat sebagai capres tidak perlu dibatasi, karena kualifikasi untuk maju saja sudah berat

"Kan untuk maju tidak gampang, mestinya kayak kita lomba renang dibikin kolam lebih besar untuk partisipasi. Mau jadi caleg atau capres silahkan. Nanti akan gugur dengan sendirinya, jika tidak memenuhi kualifikasi, karena ongkosnya kan mahal. Jadi sampai tujuan itu saja sudah susah, kenapa harus dipersulit untuk berpartisipasi," katanya. 

Anis Matta menilai persyaratan untuk seorang capres juga tidak perlu dibatasi, karena ada putaran kedua yang akan menyeleksinya. Persyaratannya tidak perlu ditetapkan dengan aturan presidential treshold (PT) 20 persen, harus 0 persen. 

"Tapi andaikata PT 20 persen tetap diberlakukan, dan MK terus menerus menolak gugatan 0 %, maka paling tidak pemilihannya dipisah. Jangan membuat barrier-barrier lagi, pintu masuknya saja susah. Ini pesan penting untuk MK, apakah tuntutan yang terus menerus diajukan dan ditolak itu, harus dipahami MK sebagai semangat untuk memperbaiki sistem,"  tegas Anis Matta.

Sementara itu, Komisioner KPU Betty Epsilon Idroos mengatakan, sebagai penyelenggara Pemilu, KPU akan menindaklanjuti semua ketentuan yang berlaku. 

Saat ini, untuk pelaksanaan Pemilu 2024, merujuk pada UU No.7 Tahun 2027 tentang Pemilu, dan untuk Pilkada Serentak berdasarkan UU Tajin 2016 tentang Pilkada. 

"Kira-kira dalam waktu sekitar 20 bulan lagi, apakah akan ada revisi UU atau tidak, kita serahkan ke pemerintah dan DPR. KPU sekarang sedang melakukan simulasi dan tahapan untuk Pemilu 2024, yang jadwalnya akan kita mulai 14 Juni 2022," katanya. 

Namun, KPU berharap agar pelaksanaan Pemilu 2024 tetap berkualitas, meskipun pelaksanaannya masih berdasakan pada UU No.7 Tahun 2017 sebagai rujukan seperti pada Pemilu 2019 lalu. 

"Pengalaman yang buruk-buruk di Pemilu 2019 akan diperbaiki, dan kualitasnya akan kita tingkatkan. Mudah-mudahan kualitas Pemilu 2024, lebih baik lagi. Catatan-catatan, perbaikan-perbaikan dan langkah-langkah mitigasinya akan kita sampaikan kepada seluruh pemangku kepentingan menjelang Pemilu 2024," katanya.