BRIN Akan Kaji Lebih Dalam Soal Hepatitis Akut

FAZ • Thursday, 12 May 2022 - 13:04 WIB

Jakarta - Pandemi Covid-19 belumlah usai, kini dunia dikejutkan kembali dengan kemunculan virus hepatitis akut. Sampai 10 Mei 2022 yang lalu, setidaknya telah muncul 348 kasus probable hepatitis akut  unknown origin dilaporkan di 20 negara. Virus hepatitis akut hingga kini belum diketahui sumber penyebabnya (Unknown Aetiology) dan diperkirakan penyebaran virus ini akan terus bertambah.

Menyikapi hal ini, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Surat Edaran tentang kewaspadaan terhadap penemuan kasus hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya. Penyebaran virus ini tampaknya juga terjadi di Indonesia, bahkan hingga 30 April 2022 telah tercatat 15 kasus diduga terjangkit hepatitis akut ini, dan sampai 9 Mei 2022 diduga terdapat 5 kasus kematian akibat hepatitis akut dengan etiologi yang tidak diketahui.

Kepala Organisasi Riset Kesehatan, Ni Luh P. Indi Dharmayanti mengatakan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) akan berkolaborasi dengan stakeholder terkait untuk merespon kejadian ini.

“BRIN  sebagai Lembaga Riset Nasional yang mempunyai SDM periset yang handal dan peralatan yang cukup lengkap dan sangat memadai  akan merespon  dengan beberapa kegiatan riset terkait  severe acute hepatitis dan berkolaborasi dg Kemenkes dan Perguruan Tinggi atau lembaga riset lainnya,” ujar Indi pada kegiatan sapa media yang dilaksanakan secara daring, Rabu (12/05).

Dengan rinci, Indi menjelaskan hal-hal yang dilakukan oleh BRIN dalam merespon kasus ini, diantaranya, melakukan analisis molekuler dan diversitas genetik penyebab hepatitis akut yang tidak diketahui penyebabnya, whole genome sequencing for understanding Hepatitis Acute epidemiology and phenotypes, metagenomics pada darah dan jaringan, dan pengembangan perangkat diagnostik.

Selain itu, juga dilakukan riset deteksi dini dan respons cepat terhadap Penyakit Hepatik Akut, eksplorasi dan pengembangan bahan baku obat dan obat tradisional untuk hepatoprotektor, penegakkan diagnostik dan pengembangan terapi (termasuk uji klinik obat), Multiplex Reverse Transcriptase-PCR for Simultaneous Detection Hepatitis Viruses, dan Riset Mekanisme silvestrol senyawa alami dalam menghambat replikasi virus hepatitis secara  in vitro dan in vivo.

“BRIN siap membantu, mensupport, berkolaborasi serta bersinergi dengan Kementerian Kesehatan dan institusi terkait seperti Perguruan Tinggi dan Lembaga riset lainnya,” lanjut Indi.

Kepala Pusat Riset Kedokteran Preklinis dan Klinis, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Harimat Hendarwan menjelaskan hepatitis adalah bentuk peradangan pada hati sebagai organ vital di dalam tubuh manusia yang antara lain berfungsi untuk memproses nutrisi, menyaring darah, detoksifikasi, dan sintesa protein.

“Ketika hati mengalami peradangan atau kerusakan, maka fungsi hati tersebut dapat terganggu,” kata Harimat.

“Kondisi ini bervariasi, dapat sembuh sendiri (self-limiting) atau menjadi fibrosis (scarring), sirosis atau kanker hati,” ujarnya.

Dikatakan Harimat, terdapat lima jenis virus hepatitis utama yang dikenal sebagai tipe A, B, C, D, dan E. Kelima jenis virus ini mendapat perhatian yang besar dikarenakan berpengaruh terhadap beban penyakit dan kematian, serta potensinya untuk menjadi wabah dan penyebaran epidemi.

Bentuk umum dari penularan penyakit ini dapat melalui transfusi darah atau menerima darah/produk darah yang terkontaminasi, tindakan medis invasive menggunakan peralatan yang telah terkontaminasi, dan transmisi hepatitis B dari ibu pada bayi saat persalinan.

“Infeksi akut mungkin akan muncul dengan gejala minimal atau tanpa gejala, atau dengan sejumlah gejala seperti kulit dan mata berwarna kuning (jaundice), urine berwarna pekat, kelelahan ekstrim, mual, muntah, dan nyeri abdomen,” tambahnya.

Harimat merinci, beberapa negara yang juga melaporkan kejadian kasus hepatitis dengan penyebab yang tidak diketahui antara lain Jepang, Kanada, Singapura, dan Indonesia. Kasus pertama di AS diidentifikasi pada Bulan Oktober 2021 pada suatu rumah sakit anak di Alabama yang merawat lima anak dengan cedera hati yang signifikan (termasuk beberapa dengan kegagalan hati akut) tanpa diketahui penyebabnya, yang juga dites positif terhadap adenovirus. Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti penyebab dari kejadian hepatitis akut unknown origin ini, namun salah satu hipotesis yang sedang ditelusuri adalah keterkaitan antara adenovirus dengan kejadian ini.

“Adenoviruses merupakan jenis virus yang dapat menyebabkan sakit dari ringan sampai berat (severe). Secara umum dikenal sebagai patogen yang biasanya menyebabkan infeksi yang self-limited. Menyebar dari orang ke orang dan lebih umum menyebabkan penyakit saluran pernafasan, walaupun tergantung pada jenisnya, dapat juga menyebabkan penyakit lain seperti gastroenteritis (peradangan pada lambung atau usus halus), konjungtivitis (mata merah), sistitis (infeksi kandung kemih), dan bisa juga menyebabkan gangguan saraf (neurological disease),” lanjutnya.

Dijelaskan Harimat, adenovirus sering menular dari orang ke orang dengan menyentuh permukaan yang terkontaminasi, sebagaimana juga melalui jalur respirasi. Berdasarkan hal tersebut, maka cara yang efektif untuk meminimalisir penyebaran adenovirus adalah mempraktekan higiene tangan dan respirasi, serta melakukan edukasi mencuci tangan pada anak.

Cuci tangan dengan air dan sabun menurut Harimat, merupakan pencegahan yang terbaik untuk berbagai penyebaran infeksi termasuk adenovirus, menjaga jarak dengan orang sakit batuk dan bersin, serta mengajarkan anak cara batuk dan bersin yang benar. Anak-anak yang sedang sakit disarankan untuk tinggal di rumah sampai gejalanya hilang dan dinyatakan sehat untuk bisa kembali ke sekolah.

Peneliti Kelompok Riset Hepatitis, Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman, Korri El Khobar menjelaskan, deteksi virus penyebab hepatitis dapat dilakukan secara serologi dan molekuler.

“Deteksi serologi dilakukan untuk menentukan apakah seseorang telah atau pernah terinfeksi dengan cara mendeteksi antibodi spesifik terhadap virus,” kata Korri.

Menurut Korri, deteksi molekuler dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis infeksi virus dengan cara mendeteksi materi genetik virus. Hasil positif dari deteksi molekuler dapat dilanjutkan dengan melakukan proses sequencing untuk mendapatkan sekuens virus tersebut.

“Analisis sekuens virus dapat dilakukan untuk mengidentifikasi jenis virus, melakukan karakterisasi sekuens virus  dengan melihat adanya variasi pada sekuens, melakukan analisis kekerabatan virus, dan juga menentukan sebaran epidemiologi virus,” tambah Korri.

Peneliti Pusat Riset Biomedis, Fitriana mengatakan, penegakan diagnosis hepatitis akut unknown hendaknya dilakukan secara seksama dengan mempertimbangkan penyebabnya.

“Penegakkan diagnosis hepatitis akut unknown ini harus dilakukan secara seksama, dengan menimbang berbagai penyebab hepatitis, seperti hepatitis virus A, B, C, D, E, yellow fever, leptospirosis, cytomegalovirus (CMV), Eipstein Barr Virus (EBV),  adenovirus (normal adenovirus infection atau novel variant adenovirus), infeksi atau sindroma post infeksi SARS-CoV-2 atau varian baru SARS-CoV-2, obat-obatan, toksin, atau pajanan lingkungan,  ko-infeksi, dan sebagainya. Pemeriksaan biokimia akan memberi andil dalam penelusuran etiologi dan merubah unknown menjadi known,” ungkap Fitriana.