Generasi Muda Ujung Tombak Wujudkan Persatuan dan Kesatuan

MUS • Friday, 29 Apr 2022 - 09:06 WIB

Semarang - Wawasan kebangsaan penting ditanamkan pada setiap warga negara, sebagai proses pembentukan sikap moral agar memiliki kecintaan terhadap tanah air dalam memelihara kesinambungan kehidupan bangsa dan terpeliharanya NKRI.

Terlebih bagi bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku, bangsa, agama dan adat istiadat, oleh karena itu, sosialisasi pemantapan wawasan kebangsaan bagi generasi muda (Milenial) perlu terus dilakukan.

Ketua Komisi A DPRD Jateng Stephanus Sukirno mengatakan, pemahaman nilai-nilai wawasan kebangsaan merupakan kebutuhan mutlak, terutama bagi generasi muda di tengah arus globalisasi dan proses demokrasi dewasa ini.

Menurutnya, penerapan konsep wawasan kebangsaan yang baik, dapat membentuk manusia Indonesia seutuhnya serta menguatkan persatuan dan kesatuan bangsa.

“Seseorang yang memiliki pemahaman wawasan kebangsaan yang kuat, akan mempunyai semangat cinta tanah air. Sebaliknya, jika kehilangan wawasan tentang makna hakikat sebuah bangsa dan kebangsaan, akan mendorong terjadinya disorientasi dan perpecahan, konflik dan ancaman desintegrasi bangsa,“ ujar Sukirno dalam dialog Prime Topic yang digelar di Hotel Normans Semarang, Kamis sore (28/4).

Dialog yang mengusung tema “Revitalisasi Paham Kebangsaan Generasi Milenial" selain Ketua Komsisi A DPRD Jateng Stephanus Sukirno juga menghadirkan nara sumber Kepala Kesbangpol Jateng Haerudin dan Dosen Fisip Undip Turtiantoro. Dialog dipandu oleh moderator Advianto Prassetyobudi dari Trijaya FM Semarang.

Sukirno menuturkan dengan ditanamkannya wawasan kebangsaan terhadap generasi muda, diharapkan kehidupan bangsa ke depan menjadi lebih baik lagi dan bisa memahami dan menindak lanjuti arti dan makna wawasan kebangsaan dalam upaya mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah NKRI.

Dia menambahkan bangsa itu bukan suatu wilayah yang sempit, bukan sekedar Solo, Yogyakarta, Banten, Makasar, Medan dan Semarang, tetapi semua orang yang ada di seluruhan gugusan kepulauan yang berjajar dari Sabang sampai Mereuke itulah satu bangsa dan nasionalisme.

“Kalau orang tidak memahami, menyadari dan menghayati magna wawasan kebangsaan, berpotensi akan mengakibat jika membuat kebijakan atau keputusan yang menyangkut kepetingan orang banyak tidak akan terwujud, meski pejabat tidak mempertimbangkan mereka dan tidak mempedulikan, namun hanya berpikir untuk kepentingan diri sendiri, kelompok sendiri, politiknya sendiri. Itu tidak layak disebut bangsa Indonesia dan nasionalis,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala Kesbangpol Jateng Haerudin mengatakan pihaknya masih terus melakukan tugas untuk memantapkan cara pandang dan pemahaman kebangsaan bagi generasi muda dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam peningkatan persatuan dan kesatuan bangsa sehingga akan dapat mengurangi potensi konflik dan meredam berkembangnya paham-paham negatif pada masyarakat serta dapat melahirkan kader-kader yang mempunyai bekal pemahaman kebangsaan.

“Kondisi wawasan kebangsaan kita masih harus terus diperjuangkan, apalagi di era teknologi digital yang sangat efektif untuk memberikan pemahaman wawasan kebangsaan. Mari kita manfaatkan digital untuk positif, terutama magna kebangsaan, bukan untuk disalahgunakan. Misalnya, menyebar ujaran kebencian itu harus dihindari,” ujar Haerudin.

Menurutnya, generasi muda merupakan ujung tombak yang nantinya akan menjadi penopang dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa yang akan terus dikembangkan didalam kehidupan masyarakat dilingkungannya.

Para generasi muda, lanjutnya, harus mampu merevitalisasi kebangsaan. Sebab, kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi telah memberikan pengaruh pada rasa kebangsaan atau nasionalisme di kalangan milenial.

Senada Dosen Fisip Undip Turtiantoro menuturkan kemajuan teknologi informasi yang begitu deras telah membawa kehidupan para generasi muda pada hiruk pikuk dinamika globalisasi, secara disadari atau tidak mendegradasi mental kepribadian generasi muda sebagai anak bangsa.

“Meskipun sebenarnya semua elemen dari yang tua hingga generani muda nampak relalif masih kokoh, akan tetapi harus diakui bahwa saat ini telah mulai ada gejala dari menurunnya semangat dan rasa kebangsaan atau nasionalisme di kalangan generasi muda yang ditunjukkan dari semakin berkurangnya pemahaman terhadap sejarah dan nilai-nilai budaya bangsanya sendiri, akibat pengaruh teknologi digitalisasi,” tutur Turtiantoro.

Generasi muda, tutur Turtiantoro, perlu memiliki mental kepribadian yang kuat, bersemangat, inovatif dan memahami perkembangan teknologi komunikasi digital. Era saat ini jangan gagap teknologi, mengingat demensi-deminsi negatif yang timbulnya memungkinkan akan bermunculan di berbagai media sosial (medsos) hingga berpotensi bisa terjebak melakukan tindakan melanggar hukum.

Menurutnya, masih diperlukan sosialisasi dan pencerahan mengena pemahaman kebangsaan bagi generasi milenial hingga diharapkan dapat menjadikan bangsa yang memiliki daya saing tinggi, dan dapat berada sejajar dengan bangsa lain.

Sebab, lanjutnya, generasi muda adalah komponen bangsa yang paling strategis posisinya dalam memainkan proses transformasi karakter dan tata nilai di tengah-tengah derasnya liberalisasi informasi di era globalisasi.

Semestinya, dia menambahkan, harus ada upaya pencerahan dan antisipasi untuk menyikapi kondisi demikian. Sebab, jika generasi terus hanyut dalam arus kebebasan informasi, seperti transaksi digital tanpa memikirkan revitalisasi nilai-nilai kebangsaan, bukan tidak mungkin di masa depan bangsa ini akan menjadi bangsa yang berpendirian lemah, yang pada akhirnya akan mudah dikendalikan oleh bangsa lain.

“Setidaknya, ada beberapa peran penting yang dimiliki generasi muda dalam pembangunan karakter bangsa, di antaranya sebagai pembangun-kembali karakter bangsa, pemberdaya karakter dan sebagai perekayasa karakter,” ujar Turtiantoro.

Dia menjelaskan, generasi muda juga harus mampu membangun kembali karakter bangsa di tengah derasnya arus globalisasi. Terutama ketika erosi karakter positif bangsa dihadapkan pada gejala penguatan mentalitas negatif, seperti malas, koruptif, pelanggaraan hukum dan sebagainya. (APb)